Download App
33.33% Perjalanan Cinta KIRA / Chapter 34: CCTV

Chapter 34: CCTV

"Apa katamu? Tak ada CCTV nya? Kau membiarkanku dalam posisi tak aman dengan tak memasang CCTV di satu ruangan?" Ryan sangat frustasi tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana.

"Maafkan Saya, Tuan Muda.. Ini karena kebodohan Saya!"

"Seratus kali, push up sekarang!"

"Baik Tuan Muda!"

"Haaah.. Menyusahkan saja! Kau yang penasaran, Kau yang menyiksaku.. Harusnya Kau katakan isi hatimu padanya! Bukan menyiksaku begini!" Asisten Andi ngedumel sambil melaksanakan hukumannya..

"Apa yang dilakukan didalam sini? Kamar pembantu? Kenapa Dia tak masuk ke kamar lain di atas? Atau mengetuk kamarku? Kenapa harus ke kamar ini?" Ryan sudah berjalan meninggalkan Asisten Andi yang sedang push up. Mengamati kamar belakang, tempat dimana Kira masuk tadi malam. "Kamar ini sangat kecil, apa yang dilakukanya disini?"

"Andiiiiiii!"

"Iya Tuan Muda?" Andi menghampiri Tuan Mudanya.

"Kenapa Dia masuk kamar sekecil ini?"

"Nyonya Muda mungkin lelah dan ingin tidur, Tuan Muda."

"Apaaa? Tidur disini?" Lagi, Ryan sudah memegang kerah Andi.

"Nyonya lagi cemburu Tuan Muda.. Cemburu padamu yang bersama Stella, makanya bersembunyi disini. Saaangaaat Cemburu." Dua kata terakhir, Asisten Andi berbicara lebih pelan dengan penekanan.

"Hmm.. Baiklah! Aku ga mau Dia masuk ruangan ini untuk sembunyi! Jadikan ruangan ini tempat setrika baju! Pasang CCTV, jangan taruh kasur selain di kamar utama. Kamar lain, jadikan ruangan lain! Aku butuh ruang fitnes juga di apartemen ini!" Ryan melangkah pergi ke arah laptop setelah menyelesaikan Kalimatnya.

"Baik Tuan Muda!"

"Hahah.. Kata Cemburu memang ampuh! Bahkan Dia melupakan hukuman seratus kali push upnya! Hahaha" Asisten Andi yang baru menyelesaikan sepuluh kali push up, sangat berbahagia. Berjalan menuju tempat dimana Ryan duduk. "Sepertnya Dia sedang senang, tersenyum seperti itu" Gumam Asisten Andi.

"Dia memasak untukku.. Benar-benar Dia yang memasak untukku!" Hati Ryan berdetak sangat kencang melihat Kira. Ini adalah pertama kalinya seseorang memasak makanannya tanpa di gaji.

"Haduuuh.. Gawat.. Wajahnya bermuram durja lagi!" Asisten Andi mulai panik.

Ryan berdiri mendekat Asisten Andi.

"Mau apa lagi, dia...." Asisten Andi pasrah.

"Aku mau Kau buat Stella meredup!"

"Baik, Tuan Muda! Hari ini juga akan Aku selesaikan." Asisten Andi tentu sangat senang. Karena Ryan sudah menggelontorkan uang cukup banyak untuk mendongkrak popularitas Stella yang sebetulnya tak memilik bakat apa-apa. Bahkan tak bisa memanfaatkan sumber daya yang sudah diberikan Ryan.

"Dan Kau!" Ryan menatap Asisten Andi. "Kenapa Dia menyentuh mulutmu!" Ryan menunjuk Kira dengan tangannya menyentuh Asisten Andi. "Kenapa Dia memohon kepadamu?" Ryan memasang mata elang pembunuhnya pada Asisten Andi

"Habislah Aku.... Kali ini giliranku!" Asisten Andi sudah sangat pasrah.

"Tuan Muda.. Nyonya Muda tak ingin suara Saya mengganggu tidur Anda. Dia sangat memperhatikan Anda.. Nyonya muda hanya ingin pinjam mobil untuk ke kampus, bukan memohon pada Saya." Asisten Andi berkata jujur.

"Kenapa tak meminta padakuuuuu!" Ryan menjambak rambut Asisten Andi.

"Tuan.. Nyonya cemburu.. Tuan.. Cemburu karena ada Stella di kamarmu.. Dia sangat Cemburu" Asisten Andi meyakinkan

"Arrrgggh"

BUG

"Haaaaaah.. Kena juga kan Aku? Mulai hari ini, misiku adalah menjauh dari Kira, jangan sampai Dia menyentuhku dan memohon padaku!" Asisten Andi meringis dalam hatinya merasakan panas pukulan Ryan dipipinya.

Ryan memukul wajah Asisten Andi. Menjambak rambutnya, dan berjalan bolak balik.

"Jauhkan semua wanita-wanita yang pernah bersamaku! Kau harus bisa pastikan tak ada lagi diatara mereka yang bisa menyentuhku! Kita berangkat bertemu Farida sekarang!"

"Tuan Muda, apa tak merendahkan diri Anda dengan pakaian seperti itu bertemu Dokter Farida?" Asisten Andi terpaksa mengencangkan suaranya, karena Ryan sudah hampir keluar dari pintu.

"Apa cinta memang bisa membuat orang menjadi bodoh?" Asisten Andi berbicara dengan hatinya.

Ryan berhenti, menatap bajunya, lalu pergi ke atas tanpa bicara apapun. Lima menit kemudian, Dia sudah rapih dengan stelan jas berwarna abu-abu. Tak ada yang bisa merendahkan pesona Ryan yang seperti ini. Melihatnya yang seperti ini, semua orang pasti terpesona pada pandangan pertama.

TINGTINGTINGTING (kira-kira seperti ini bunyi handphone Asisten Andi)

"Halo!"

(Menunggu jawaban)

"Apaaaa? Cari sampai ketemu, cek semua CCTV! Kau dan keluargamu akan menjadi mayat besok apabila tak menemukannya hari ini!"

Klik

Asisten Andi menutup teleponnya. Wajahnya sudah pucat.

"Ada apa?" Ryan menatap Asisten Andi.

"Apa yang harus Aku sampaikan pada pria yang sedang jatuh cinta ini? Kekasihnya hilang? Huff.. bisa mati Aku! membohonginya? sama saja, Dia bisa menghancurkan keluargaku." Sejenak Asisten Andi hanya diam menatap Ryan tanpa tahu apa yang harus dikatakannya.

"Andi!"

"Ehmm.. Tuan Muda.. Nyonya Muda menghilang di kampus."

"Apa maksudmu menghilang? Haaaah? Apa maksudmu?" Ryan sudah menarik kerah baju Asisten Andi lagi.

"Haaaah.. benar Dia menggila, kan!" Asisten Andi sudah pasrah tak berharap apapun lagi.

Ryan sudah tak bisa berpikir lagi. Otaknya seperti buntu. Kabar yang baru didengarnya sudah meruntuhkan dunianya, Ryan bahkan tak tahu bagaimana Dia harus mengendalikan diri, sehingga beberapa kali memukuli Asisten Andi.

"Kau bodoh! Kenapa ini bisa terjadi, hah? Aku mau Kau menemukannya!" Ryan terus memaki sambil memukuli Asisten Andi, walau tak memukul wajahnya.

BUG BUG BUG

"Tuan Muda.. Nyonya Muda tak akan pergi jauh.. Anda punya Ayahnya.. Anda punya jaminan terbesar dalam hidupnya." Kata-kata Asisten Andi akhirnya memberikan secercah harapan bagi Ryan.

"Temukan Dia! Aku ingin ke kampusnya sekarang juga!" Ryan melepaskan Asisten Andi.

"Baik, Tuan Muda. Mari Kita berangkat!"

Asisten Andi berjalan didepan Ryan, dengan tangannya masih sibuk pada handphone dan kepalanya juga terfokus ke sana. Ryan berjalan dibelakangnya dengan pengawalan ekstra ketat. Mereka menuruni lift, menuju Foyer, dimana Pak Man sudah siap dengan mobil di depan Foyer.

Sepanjang perjalanan, Ryan tak berkata apapun.. Pikirannya kosong, Asisten Andi terus berusaha mencari keberadaan Kira. Hingga Sari mengirim informasi pencerahan lima belas menit kemudian.

"Tuan Muda! Nyonya sudah kembali ke dalam kelasnya!" Asisten Andi memberikan informasi dan handphonenya kepada Ryan yang duduk disebelahnya.

"Kenapa Kau mengikuti pria ini kedalam mobil? Kenapa Kau boncengan dengan pria lain lagi dengan motor?"

"Tuan Muda, data pemilik motor dan mobil itu ada disini." Andi menunjukkan file lain termasuk foto dari pemilik kendaraan itu.

"Dokter ini dan orang yang ada di lab waktu itu. Kenapa Kau bersama mereka? Apa Kau ingin mengkhianatiku? Apa Kau sudah bosan hidup, haaah? Aku sudah berusaha berbaik hati padamu, tapi Kau ingin kabur dan mengkhianatiku?" Ryan sudah sangat marah.

"Oh Tuhan, tolong selamatkan Kira! Aku tak pernah melihat Tuan Muda semarah ini sebelumnya. Bahkan ketika mengetahui orangtuanya meninggal." Asisten Andi bergidik ngeri melihat Ryan..

Ryan berjalan sangat cepat mengikuti Sari yang menunjukkan ruangan dimana Kira belajar.

"Tuan Muda, Apa mau memanggil Nyonya Muda?" Sari bertanya.

Ryan hanya menggeleng, menyuruh Sari pergi dengan isyarat tangannya dan berdiri diam dikoridor, menunggu kelas bubar. Ryan rela berdiri selama satu jam didepan ruang kelas Kira, menahan semua amarahnya. Dia sudah sangat marah, bahkan untuk berbicara Ryan sudah tak ingin melakukannya.. Dia menjadi predator buas yang hanya diam menunggu mangsanya lengah untuk menerkam. Hanya empat kata yang keluar setelah kemarahan Ryan..

"ShaKira Chairunisa" Dua kata pertama saat Kira keluar dari ruang kelas.

Dan

"ShaKira Chairunisa" Dua kata terakhir saat Kira belum juga menengok dengan panggilan pertama.


Chapter 35: Ayah

Flashback Off

"Kau.. Andaikan Kau tak datang kepelukanku tadi siang.. Aku tak tahu seberapa keras Aku akan melukai dan menghancurkanmu! Pelukanmu sangat aneh.. Sentuhan itu bisa menghilangkan semua amarah dalam dadaku. Andaikan Kau tahu betapa Aku ingin membunuhmu saat itu..." Ryan bergumam sendiri mengingat apa yang tadi hampir dilakukannya pada Kira. "Kau.. Beraninya Kau tidur dipangkuanku.. Hahaha.. Pasti Aku sudah gila, membiarkan pangkuanku sebagai bantal untuk tidur seseorang!" Ryan terus berbicara dengan hatinya. "Kenapa Aku ingin membuatmu merasa aman dan nyaman walau kakiku sekarang tersiksa menanggung berat kepalamu, hah? Aku bukan orang yang mudah.. Kau.. Sekali Kau menyakitiku, Aku benar-benar akan mengulitimu!" Tangan Ryan berada diatas tubuh Kira yang sedang tertidur pulas, dengan sesekali memegang telapak tangan Kira, yang tentu saja tak disadari oleh Kira. Karena Dia sudah sangat lelah.

Satu jam berlalu

Mobil Ryan sudah memasuki kawasan penjara, tapi Kira belum juga bangun..

"Tuan Mu.. "

"Keluar kalian berdua dari mobil ini!" Ryan memotong perkataan Asisten Andi. Memberikan instruksi, yang langsung dipatuhi oleh dua ajudannya.

"Hmm.. Jadi Kau masih belum mau bangun dan masih ingin menyiksa kakiku?" Ryan tersenyum, membuka cadar yang menutup wajah Kira. Menempelkan bibirnya, terus melumat bibir Kira.

"Oh, Ya Rob!" Kira terbangun dan sangat kaget melihat Ryan.

"Kau sudah bangun?" Ryan melirik Kira dan melumat lagi bibir Kira sebelum Kira menjawab pertanyaannya.

"Kenapa menahan napasmu? Kau bisa pingsan tanpa napas?" Ryan protes pada Kira yang diciumnya, tapi lupa bernapas.

"Aku... Ehm.. Aku sangat kaget.. Maafkan Aku, sudah tidur terlalu lama." Jawab Kira.

"Pakai lagi ini, Kita sudah sampai. Atau Kau tak ingin bertemu ayahmu?" Tanya Ryan dengan senyumnya yang sangat manis.

"Ehm... Aku mau ketemu ayahku!" Jawab Kira, langsung bangkit dan memakai cadarnya.

"Ayo!" Jawab Kira bersemangat!

"Tunggu.. Pijat kakiku dulu! Kakiku keram, ini semua salahmu!" Ryan menahan sakit dikakinya.

"Ah... Maafkan Aku, Suamiku.." Kira mengangkat Kaki Ryan ke pangkuannya dan langsung memijat selama lima menit.

"Terima kasih.. Kau ini, kadang membuatku bingung.. Kadang baik, kadang Kau juga sangat kejam. Apa kepribadianmu begitu mengerikan?" Kira mencoba menerka di dalam hatinya. Dibalik niqobnya, Kira tersenyum mengingat perilaku manis Ryan akhir-akhir ini.

"Pijatannya sangat enak.. Ehm.. Ini mungkin karena Aku sudah lama tak pijat ke spesialis." Ryan mencoba menepis kata hatinya.

"Hey, sudah! Apa Kau begitu ingin memijat kakiku terus dan tak ingin bertemu ayahmu?" Ryan mencoba mengalihkan fokusnya.

"Aah.. Ayo Suamiku.. Aku mau ketemu ayahku!" Kira menurunkan Kaki Ryan dan kini menggandeng tangan Ryan.

Ryan tak berkata apapun, hanya membuka pintu, memberikan tangan pada Kira untuk keluar dari pintu yang sama dan merangkulnya.

"Ehmm.. Suamiku, Aku mau solat maghrib dulu..", Pinta Kira dalam rangkulan Ryan.

"Andi, ke mushola dulu!"

"Baik, Tuan Muda."

Kira menyelesaikan solatnya kurang dari sepuluh menit, lalu segera keluar menuju ke tempat Ryan berdiri. Kembali ke pelukan Ryan dan masuk ke dalam ruang tunggu.

"Kenapa Kau tak bicara?" Tanya Ryan yang melihat Kira hanya menunduk dan meremas kedua tangannya.

"Aku.. Aku sangat gugup." tangan Kira memegang matanya, seperti menghapus setitik bening yang mengalir dari matanya.

Klek

Seorang berbaju polisi membawa seorang tahanan berbaju orange.

"Ayaaaaah!" kira berdiri dari duduknya, bahkan kursinya pasti jatuh kalau tak dipegang oleh Asisten Andi yang berdiri tepat dibelakang Ryan dan Kira.

"Kira.. Kau.. Kesini?" Ayah Kira sangat bingung dengan keberadaan Kira mengunjunginya. Tapi hatinya juga merasa sangat senang melihat anaknya masih hidup dan sehat.

"Apa Dia sangat merindukan ayahnya? Apa hatinya sangat terluka melihat ayahnya seperti ini? Huff... Apa yang harus Aku lakukan? Aku tak bisa melepaskannya.. Lelaki itu yang membunuh orangtuaku.. Tapi wanitaku sangat terluka melihat lelaki itu berada di penjara. Aku juga sangat terluka setelah kehilangan orangtuaku.. Tapi hatiku juga sangat perih melihat wanitaku menangis seperti itu!" Ryan mencoba memahami apa yang terjadi dengan hatinya dan apa yang harus diperbuatnya, tapi hanya rasa sesak yang didapatkan dalam dadanya. Ryan memilih memperhatikan apa yang dikatakan Kira pada Ayahnya.

Banyak sekali yang Kira ceritakan. Nilai kuliahnya, teman kampusnya, beasiswanya, tugas-tugas kuliahnya, dosen di tempat kuliahnya, makanan di kantin tempat kuliahnya, kegiatan praktikumnya, semua hanya tentang kuliah. Tentu saja, cerita Kira masih normal. Dia tak menyinggung nama Farid ataupun Agus. Kira berbicara normal, hanya nama teman perempuannya yang disebut.

"Apa yang dilakukan? Apa anak ini bodoh? Dia hanya sibuk membahas masalah kuliah? Menghabiskan waktu lima belas menitnya hanya menceritakan itu?" Ryan tak habis pikir. Dia tadinya berpikir kalau Kira akan menangis menceritakan berbagai kesulitan hidupnya. Tapi, Kira justru menutupinya dan terlihat sangat ceria menceritakan kehidupan kuliahnya.

Klek

"Waktumu tinggal dua menit lagi!" Seseorang yang memakai baju polisi memgingatkan

"Ehmm.. Ayah, pegang ini!" Kira tadi langsung membuka tasnya ketika petugas memberikan informasi waktu yang dimilikinya, lalu Kira mengambil dompet dan menyerahkan uang didompetnya. Hanya menyisakan dua ratus ribu.

"Kau pegang saja. Ayah tak butuh itu!" Ayah Kira menolaknya.

"Ambil Ayah, Aku sudah tahu bagaimana kehidupan di dalam sana lewat google. Kau butuh uang ini untuk hidup di dalam, tenang saja.. Uang ini adalah uang beasiswaku. Aku tak membutuhkannya sekarang. Simpanlah. Kebutuhanku sudah sangat tercukupi. Ayah lihatkan pakaian yang Aku kenakan, ada lusinan baju bagus-bagus seperti ini di lemari pakaianku sekarang. Ada banyak makanan enak dirumah, bahkan Aku berangkat kuliah diantar mobil mewah, Ayah.. Tuan Ryan memperlakukanku dengan sangat baik. Dia sudah memenuhi semua kebutuhanku, Ayah simpanlah uang ini untuk jaga-jaga, Aku mohon.." Kira tetap memaksa Ayahnya menyimpan uangnya. Ayah Kira memang tidak melihat wajah Kira, tapi Dia melihat sendiri pakaian yang dikenakan Kira dan dengan uang beasiswa yang tak terpakai, sepertinya memang benar kehidupan Kira sangat baik.

"Terima kasih, telah menjaga putriku!" Ayah Kira memantap Ryan dengan sangat bingung. Tapi Dia tetap mengucapkan terima kasih untuk Kira.

Klek

"Waktumu habis!"

Kira memeluk ayahnya, dan kembali menagis ketika ayahnya pergi.

"Apa yang wanita ini lakukan? Dia bahkan tak menceritakan semua penyiksaan yang didapatnya selama bersamaku?" Ryan masih shock dengan perkataan Kira tadi.

"Kira, Aku semakin ingin Kau mendampingi Tuan muda seumur hidupmu! Kau harus menjadi wanita terakhir yang akan tinggal bersama Tuan Muda selama-lamanya!" Asisten Andi sepertinya akan membuat Kira terikat selamanya dengan Ryan.

"Haaah, Kau mau apa?" Tanya Kira yang masih menangis, melihat Ryan datang mendekat mau mengambil tasnya.

"Berikan!" Kira akhirnya melepas tasnya setelah mendengar perkataan Ryan. Dia tak ingin membuat Ryan menjadi marah.

Ryan segera membuka tas Kira, mengambil dompet dan melihat isinya.

"Ini? Hanya ini?" Ryan memegang uang dua ratus ribu di tangannya.

Kira mengangguk. "Untuk cadagan membeli makan siangku dan tugas kuliah. Minggu depan uang beasiswaku cair, jadi Aku rasa cukup untukku bertahan hidup sampai akhir minggu." Jawab Kira kebingungan. Karena Kira tak tahu maksud Ryan bertanya dengan mengeluarkan dua lembar uang dua ratus ribu dari dompetnya.

"Apa maunya sih bertanya begitu?" Hati Kira menjadi gaduh.

"Hanya ini uang yang Kau miliki?" Ryan mempertegas pertanyaannya.

"Aku tak bertanya mau digunakan untuk apa uangnya.. Aku mau bertanya apa hanya ini uang yang dimilikinya? Kenapa Dia bodoh sekali?" Ryan semakin kesal.

Kira mengangguk. Karena memang itu uang yang tersisa.

"Andi, berikan Aku satu black card, dari American Express centurion card!"

"Ini Tuan Muda! Pinnya tanggal lahir, bulan lahir, dan tahun lahir Anda, Tuan Muda!" Andi memberikannya pada Ryan dan memang semua Kartu Ryan berpin seperti itu. Asisten Andi membuatnya sama supaya Dia tak banyak membuang waktu untuk mengingat pin.

Ryan memasukkan ke dalam dompet Kira, lalu menaruh dompet kembali ke dalam tas. Menyerahkan pada Kira.

"Pakai kartu tadi untuk memenuhi kebutuhanmu! Gunakan untuk apapun semaumu!" Ryan kembali memberikan tasnya pada Kira.

"Apa maksudnya tadi? Dia memberikanku uang? Hah.. Apa yang mau Dia lakukan sekarang? Menguji apakah Aku matre atau enggak?" Kira sangat bingung.

"Terima kasih.. Tapi Kau tak perlu memberiku kartu itu, Kau sudah memenuhi semua kebutuhanku, kan? Bagaimana Aku bisa membayarmu, kalau Kau sangat baik padaku?" Tanya Kira jujur dan sangat bingung

Ryan melirik ke Kira, dengan tangan masih melipat didadanya.

"Bangun dari kursimu, ShaKira Chairunisa! Ayo pulang, layani Aku dengan baik dirumah!"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C34
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT