Download App
92.85% Give Me a Second Chance / Chapter 13: Second Chance

Chapter 13: Second Chance

"Bapak mau sarapan sekarang? Biar Ibu suapi?"

Hanya sebuah gelengan dari Bapak untuk menjawab pertanyaan itu. Sedari tadi Bapak menolak untuk memakan sarapannya, bahkan Ibu sudah nampak lelah untuk membujuknya.

"Atau Bapak menginginkan sesuatu? Biar Ibu minta Lia carikan yang Bapak mau?" tawarnya.

"Ibu istirahat dulu, atau mau mandi sekarang? Biar Lia yang jaga Bapak di sini?"

Ibu menoleh ke suaminya, kemudian ia pasrah saat mendapati anggukan dari suaminya tersebut. Beliau mengambil tas dan beberapa barang untuk dibawa pulang ke rumah, kemudian berpamitan setelah supir yang menjemputnya datang.

Tinggallah Lia dan Bapak di ruangan tersebut. Suasana canggung masih dapat Lia rasakan, walaupun Bapak hanya diam dan sesekali kedapatan menatap putrinya tersebut.

"Bapak mau Lia suapi?"

Tak diduga, pria tersebut menganggukkan kepalanya. Beberapa suapan berhasil mengisi perutnya, kemudian menyudahi sarapan paginya.

"Maafkan Bapak, Nak."

Lia terkejut mendengar permintaan maaf dari Bapak. Bukankah Lia yang seharusnya minta maaf?

"Bapak sudah egois dan tidak mendengarkan semua keinginan Lia. Bahkan Bapak sudah memaksakan kehendak untuk menikahkanmu dengan pria pilihan Bapak. Bapak benar-benar minta maaf, Nak," ucap beliau. Sebuah isakan lolos begitu saja, ia lega sudah mengutarakan hal ini kepada anaknya.

Lia yang mendengar hal itupun tak sanggup menahan diri lebih lama. Ia langsung menghambur ke pelukan Sang Bapak.

"Bapak..."

"Maafin Lia, Pak. Lia udah buat Bapak masuk rumah sakit. Lia mohon ampun, Pak..." isaknya.

"Tidak, Lia. Semua ini bukan salah kamu. Kondisi Bapak memang sedang menurun, jadi kamu jangan menyalahkan diri sendiri seperti itu. Jangan sedih lagi, ya? Bapak baik-baik saja, sebentar lagi juga Bapak sudah bisa pulang," hiburnya.

"Tapi Lia udah jahat. Pasti Bapak sama Ibu kecewa banget sama sikap Lia. Maafin Lia, Pak.."

"Iya. Sekarang kita mulai semuanya dari awal, ya?"

"Jadi sekarang kamu lanjut kuliah? Bagaimana kuliahnya, Nak? Lancar 'kan?"

"Iya, Pak. Kuliah Lia juga lancar, Pak. Kemarin Lia mendaftar lewat jalur beasiswa, dan akhirnya lolos. Oh iya, minggu lalu juga Lia baru selesai UTS."

"Oh ya? Bagaimana UTS-nya?"

"Soalnya sulit, Pak. Tapi Lia udah berusaha semaksimal mungkin, semoga saja nanti hasilnya memuaskan."

"Aamiin. Kamu masih punya kesempatan di kuis dan UAS nanti, maksimalkan di sana."

Kecanggungan pun perlahan berangsur, menciptakan suasana hangat yang sudah lama tak tercipta. Candaanpun sesekali tercipta, menularkan kebahagiaan bahkan kepada seseorang yang berdiri di depan ruang rawat tersebut.

"Nak, kenapa berdiri di sini?" tegur seorang wanita paruh baya.

"Eh, iya Bu. Awan baru saja mau masuk. Ibu juga baru sampai?"

"Iya. Tadi Ibu sempat pulang sebentar buat mandi, tapi langsung ke sini soalnya khawatir sama anak bapak di dalam sana. Tapi, sepertinya kekhawatiran Ibu tidak terbukti, ya?"

Mereka berduapun saling melempar senyum. Inilah yang mereka harapkan selama ini. Takut mengganggu quality time antara seorang ayah dan putrinya, merekapun memilih untuk menunggu di depan ruang rawat sambil berbincang di sana.

.

"Pak, kok Ibu lama sekali ya? Tadi udah kirim pesan katanya udah sampai parkiran. Apa tersesat, ya?"

"Aneh-aneh saja kamu ini. Coba kamu kirim pesan lagi, siapa tau benar dugaanmu itu."

Baru saja pesannya terkirim, Ibunya sudah muncul dari balik pintu bersama seorang pria muda.

"Kalau sudah baikan saja, Ibu sampai dilupain. Apa Ibu jalan saja sama Nak Awan? Biar kalian bisa puas dua-duaannya."

Lia merasa panik saat Ibu tersayangnya merajuk. Ia langsung mendekati Ibunya dan memeluknya erat.

"Maafin Lia, Bu. Ibu di sini aja sama Bapak, biar Lia yang sama-"

"Ooh, jadi gitu? Kamu mau dua-duaan sama saya?"

Lia nampak salah tingkah. "Bukan gituuu..." rengeknya sambil menghentak-hentakkan kaki di lantai.

"Sudah-sudah, kalian jalan saja ke mana gitu. Bapak mau berduaan sama Ibu sekarang."

"Tapi Pak..."

"Ya sudah, Pak. Saya ijin bawa Lia ke luar, nanti saya balikkin lagi ke sini."

"Memangnya Lia barang dibalikkin?"

"Kan kamu masih milik Bapak, kalau udah resmi baru jadi milik Awan. Bukan begitu, Wan?" tanya Bapak ke Awan, berniat menggoda putrinya tersebut.

Tanpa berkata lagi Lia langsung berjalan cepat ke luar dari ruangan tersebut. Awan menyusulnya sesaat kemudian.

"Semoga sukses!" kata Pak Widyo saat Awan berpamitan untuk mengejar Lia.

.

"Kantin aja yuk? Saya tau kamu belum sarapan."

Lelaki tersebut menahan tangan Lia dan menyeretnya ke kantin rumah sakit.

"Bu, sotonya dua teh anget dua."

"Kok ke sini, sih?"

"Saya juga belum sarapan, makanya saya ngajak kamu ke mari. Kamu masih suka soto 'kan?"

Lia terdiam sembari menunggu pesanan mereka dibuatkan. Ia masih kesal karena ketiga orang tadi menggodanya habis-habisan.

"Kenapa? Masih kesel kamu?"

Lirikkan tajam ia peroleh ketika pertanyaan itu terlontar. Ia tak mampu menahan tawanya lebih lama lagi, hingga terdengar suara tawa tertahan.

"Kamu itu masih aja pemalu, ya? Digoda dikit langsung salah tingkah, kesel-kesel gemesin gitu. Bisa nggak sih biasa aja? Saya takut nggak kuat buat nyubit pipi kamu soalnya."

"Diem deh! Aku tuh lagi kesel!"

"Ya udah nih makan dulu biar nggak kesel lagi. Kamu rese'kalau lagi laper."

Awan menyodorkan semangkuk bakso dan segelas es teh ke hadapan Lia. Gadis itu langsung menariknya dan mulai menikmati sarapannya itu. Rasa kesalnya harus ia kesampingkan, urusan perut lebih penting saat ini.

Obrolan mereka kembali berlanjut di dalam mobil Awan.

Selesai sarapan tadi Lia memutuskan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu. Ia langsung pulang setelah mendapatkan ijin dari orangtuanya lewat telfon. Inginnya ia kembali terlebih dahulu ke ruang rawat Bapak, tapi lelaki di sebelahnya ini sudah tak punya banyak waktu lagi karena siang nanti harus kembali ke perantauan.

"Kok maksa banget sih? Kan aku mau ijin dulu ke Bapak sama Ibu.."

"Lewat telfon dulu, ini saya beneran buru-buru Lia. Tadi saya juga udah minta ijin sama orangtuamu, mereka udah bolehin."

"Kok gituuuu???"

Walaupun dipenuhi dengan perdebatan, akhirnya mereka sampai juga di rumah Lia. Beberapa pekerja di rumah itu langsung menyambut hangat kedatangan Awan.

Pria itu menolak untuk masuk ke dalam rumah, dan memilih menunggu di teras. Suasana asri rumah tersebut mampu menenangkan pikirannya yang sangat penuh akhir-akhir ini.

"Masih punya muka kamu datang ke sini?"

Awan menoleh ke arah datangnya suara. Sosok Paman Lia, adik Pak Widyo, nampak duduk di kursi sebelahnya yang berbatasan dengan sebuah meja.

"Bukankah hubungan kamu dengan keponakan saya sudah berakhir? Untuk apa kamu kemari lagi?

Masih mau cari muka sama Mas Widyo? Jangan terlalu tinggi kalau bermimpi, nanti jatuhnya sakit Wan.

Putusnya hubungan kalian itu sudah keputusan yang tepat. Keponakan saya satu-satunya itu bisa mendapatkan pendamping yang sepadan dengan kami. Dan tentunya mempunyai bibit bebet dan bobot yang mumpuni. Kamu mau tau kabar terbarunya tidak? Kali ini saya lagi baik sama kamu, makanya saya kasih tau secara langsung saja. Keponakan saya itu sebentar lagi mau dilamar sama orang. Sebetulnya saya mengharap mereka langsung menikah saja, tapi nggak bisa karena Lia sedang kuliah dengan beasiswa. Baru kalau sudah wisuda mereka bisa menikah."

"Hebat ya, Paman?"

"Tentu saja. Kamu doakan saja ya, keponakan saya mendapatkan pendamping yang tepat, dan kebahagiaan selalu menyertainya nanti."

"Aamiin. Saya doakan yang terbaik buat Lia."

"Ya sudah, saya tinggal dulu ya? Mau besuk Mas Widyo di RS."

Seperginya Paman Lia, Awan hanya mampu tersenyum dan menggelengkan kepala.

"Mas Awan kenapa? Kok senyum sambil geleng-geleng?" tanya Lia yang baru saja ke luar dari dalam rumah. Sebuah nampan ia bawa untuk membawakan minuman bagi tamunya.

"Nggak papa."

"Diminum dulu, Mas."

"Thanks, Lia.."

.

.

.

.

.

To be continue

Note: kukira udah ending di bab ini, eh ternyata masih belom..


CREATORS' THOUGHTS
Lemon_lee Lemon_lee

Terimakasih untuk dukungannya

Sebagai newbie di sini, dukungan itu sangat membantu saya dalam membuat cerita yang lebih baik lagi ke depannya..

Thank you very much

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C13
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login