Download App
85.71% Give Me a Second Chance / Chapter 12: Mencoba

Chapter 12: Mencoba

Seorang pria melangkahkan kakinya memasuki sebuah cafe yang cukup ramai. Setelah mengedarkan pandangannya ke sekeliling, iapun melangkahkan kaki ke sebuah meja di ujung ruangan. Seorang wanita sudah menunggunya di sana.

"Maaf saya terlambat, tadi ada acara sebentar. Sudah pesan makan?" tanyanya saat melihat hanya ada sebuah gelas minuman di meja.

"Tidak apa-apa, saya yang datangnya lebih awal dari waktu perjanjian. Mas mau pesan apa? Biar saya pesankan sekalian?"

Keheningan tercipta saat mereka menunggu pesanan datang. Belum ada yang berniat mengawali percakapan selain sapaan di awal perjumpaan tadi.

"Apa yang mau kamu bicarakan? Saya rasa kita tidak akan bertemu jika hanya untuk diam seperti ini."

"Hm, Lia... Mau m-minta maaf, M-mas."

Pria itu mengangkat sebelah alisnya, tanda kurang mengerti dengan maksud perkataan lawan bicaranya.

"Buat?"

"Semuanya. Perlakuan Lia ke Mas selama ini, perkataan Lia yang sangat buruk, bahkan Lia tidak mempercayai Mas saat itu. Lia malah termakan sama perkataan Paman Lia. Lia jahat banget sama Mas Awan.."

Awan menatap wanita di depannya yang hanya menundukkan kepalanya.

"Saya sudah memaafkan kamu dari dulu."

"Semudah itu kamu memaafkanku? Bahkan sampai sekarang aku masih merasa bersalah padamu, Mas.."

"Itulah kenapa saya berusaha untuk memaafkan orang lain dan tidak memendam dendam. Rasanya tidak tenang saat kita berlaku demikian.

Tentu saja tidak mudah, apalagi orang itu adalah orang yang kita cintai. Tapi semuanya lenyap begitu saja dan saya sadar, bahwa rasa cinta saya melebihi dari rasa benci yang saya derita."

"Apakah..."

"Permisi, ini pesanannya," seorang pelayan mengantarkan pesanan dan menatanya di meja, menghentikan percakapan yang sedang berlangsung.

"Terimakasih, Mbak."

"Kita makan dulu, baru dilanjutkan lagi pembicaraannya."

Setelahnya obrolan beralih ke dalam mobil Mas Awan agar lebih leluasa.

"Sekarang kita lanjutkan di sini, rasanya lebih nyaman."

Lia semakin gugup saat ditatap secara intens oleh pria di sebelahnya itu. Setelah menenangkan diri, ia mulai membuka percakapan kembali.

"Apakah.. M-masih ada kesempatan?" tanyanya pelan.

"Hm?"

Huft..

"Apakah masih ada kesempatan?" Lia sedikit mengeraskan suaranya.

Pria di depannya nampak kurang paham, "kesempatan apa?"

"Kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Aku ingin memperbaiki semuanya, Mas."

Pria itu tersenyum, mengelus kepala Lia perlahan.

"Selalu ada kesempatan bagi orang yang berusaha memperbaiki diri. Lakukanlah selagi masih bisa," jawabnya tenang. Senyuman selalu menghias di bibirnya.

"Jadi... Kita bisa kembali seperti semula? Maksudku, kita tidak canggung lagi, dan..."

"Kamu masih bisa memperbaikinya. Selagi masih ada kesempatan, maka lakukanlah."

Senyuman mengembang di wajah perempuan tersebut. Akhirnya ia bisa menyelesaikan satu persatu masalah yang dihadapi. Ia akan memperbaiki yang sempat hancur karena ulahnya. Ia ingin semuanya kembali seperti semula.

.

Lia sudah berada di gedung fakultasnya. Siang ini ia harus mengikuti kuliah pengganti, karena pagi tadi harus mewawancari narasumber untuk bahan berita di buletin kampus. Kebetulan di hari yang sama ada kelas sebelah yang diajar oleh dosen yang sama, dan materinya pun sama.

"Eh, katanya bentar lagi ada dosen kita yang mau nikah, lhoh."

"Eh, iya... Tadi aku juga denger pas lewat ruang dosen."

"Emang siapa dosennya? Kok baru denger kabarnya aku?"

"Pak Awan!"

Deg!

Wajah Lia langsung pias saat mendengar sebuah nama yang disebutkan. Pak Awan? Maksudnya Mas Awan?

Lalu apa maksudnya kemarin itu? Kenapa dia masih memberikan harapan kepada Lia? Apakah semua itu hanyalah kebohongan semata?

"Pasti calonnya orang sini, kalau nggak dosen ya karyawan universitas. Nggak mungkin dosen secerdas Pak Awan nikah sama orang biasa, apalagi kayak kita gini."

Lia tak lagi mendengarkan percakapan mereka. Ia abaikan semua suara yang masuk ke telinganya hingga mata kuliah berakhir dan ia langsung ke kuar dari kelas, menuju ke luar kampus.

Sebuah getaran dari ponsel mampu menyadarkannya dari lamunan. Ia mengambil ponselnya, dan terdapat sebuah panggilan dari ibunya.

"Halo?"

Tidak ada jawaban dari seberang sana, hanya isakan yang mampu tertangkap indera pendengarannya.

"Bu? Ibi baik-baik saja, 'kan?" tanyanya mulai panik.

"Nak... Bapakmu..."

"Bapak kenapa, Bu?" tanyanya gusar. Ia semakin tak tenang saat mendengar keributan di sambungan telfon.

Tangisan tak dapat ia tahan lagi ketika mendengar kebenarannya. Seketika pikirannya langsung kosong. Rasa menyesal langsung merasukinya, bahkan membuatnya kehilangan kemampuannya untuk bernafas. Hanya sebuah teriakan yang mampu ia tangkap sebelum kegelapan memeluknya erat.

"Lia!"

.

Aroma menyengat dari minyak kayu putih memasuki indera penciumannya. Perlahan, mata yang tertutup itu mulai terbuka dan mengamati sekitarnya.

"Akhirnya kamu siuman juga. Saya khawatir sekali, Lia."

Lia menoleh ke arah sumber suara, dan air matanya kembali menetes. Sebuah pelukan yang ia terima tak mampu menenangkannya, justru semakin membuatnya terisak keras.

"Hey, tenanglah. Ada saya di sini, kamu bisa melampiaskan semuanya pada saya."

"Nggak! Maaf ya, Mas Lia udah buat baju Mas basah dan kotor. Nanti Lia cuciin aja, ya? Gimana?"

"Lia..."

"Oh iya, selamat ya buat Mas Awan. Denger-denger, Mas Awan bentar lagi nikah, ya? Duh, kok nggak ngasih tau, sih? Kan Lia jadi nggak enak udah ngomong kayak kemarin itu, gimana kalau sampai calon istri Mas tau? Nanti-"

"Lia!"

Lia kembali terisak. Ia tangkupkan kedua tangannya ke wajah, menutupi kesedihannya. Walaupun itu percuma.

"Saya tau apa yang kamu rasakan, saya pernah ada di posisi itu. Tenanglah, saya akan menemani kamu. Kita pulang ke kampung sama-sama, oke?"

Lia menganggukkan kepalanya.

Kali ini ia memilih egois. Untuk kali ini saja, biarkan ia memiliki Mas Awan walau hanya sehari. Ia akan menjelaskan kepada calon istrinya nanti, namun untuk sekarang ia sangat membutuhkan pria itu.

"Saya antar kamu ke kontrakan untuk mengambil barangmu, setelahnya kita langsung pulang."

Lia menurut saja, ia sudah tak mampu berfikir lagi. Hanya satu yang terfikirkan, ia harus segera bertemu dengan Bapak.

.

Beberapa jam kemudian mereka tiba di sebuah rumah sakit. Setelah menghubungi ibunya, akhirnya mereka sampai di sebuah ruangan tempat ayahnya dirawat.

Lia sempat berhenti saat tiba di depan pintu.

"Kenapa?"

Lia menggeleng, "Lia takut. Lia belum siap.."

"Kamu sudah sampai di sini, apa tidak sayang jika harus berbalik?"

"Lia nggak mau balik!"

"Lia hanya takut ditolak sama mereka. Lia udah buat mereka kecewa.."

"Kamu tidak akan tau jika tidak pernah mencobanya. Kita masuk, ya?"

Akhirnya Lia menyerah, memberanikan diri untuk mengetuk pintu di depannya itu. Setelah dipersilahkan, iapun masuk dengan mengekor pada pria di depannya.

"Awan? Kamu-" ucapan wanita paruh baya itu terhenti, berganti dengan tatapan haru dan tak percaya.

"Lia??? Ini beneran kamu, Nak???"

Sebuah pelukan mampu meruntuhkan beban dan kegundahannya di perjalanan tadi. Ia merasa lepas setelah bertemu dengan wanita hebat yang tengah memeluknya itu.

"Kamu sudah kembali... Lia anak Ibu sudah kembali. Terimakasih, Nak..."

"Bapak bagaimana, Bu?" tanyanya setelah pelukan terlepas.

"Bapak baru saja tidur. Tadi dia menanyakanmu, Nak. Bapakmu itu sangat merindukanmu, terimakasih kamu sudah kembali untuk menemui kami."

"Maaf, Bu. Saya pamit dulu, sudah malam. Besok pagi saya kembali lagi."

"Nak, terimakasih kamu sudah membawa putri Ibu pulang. Terimakasih sudah menjaganya di sana.."

"Tak apa, Bu. Selagi bisa, pasti akan saya usahakan. Lia, saya permisi ya?"

"Terimakasih, Mas..."

Pria itupun berlalu dari ruang rawat inap tersebut. Hanya tinggal Lia dan Ibunya yang menemani Bapak yang terbaring lemah di brangkar rumah sakit.

.

.

.

.

.

To be continue


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C12
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login