Download App
61.11% Patah Paling Parah / Chapter 22: Bertemu Ayah Pacar

Chapter 22: Bertemu Ayah Pacar

Miko beranjak bangkit menuju dapur untuk membuatkan sesuatu. Sedangkan Ndari ditinggal sendiri bersama dengan pria bertubuh besar itu. Was-was bercampur dengan rasa takut. Hatinya bertanya-tanya perihal Mama Miko yang tak kunjung keluar. Apa jangan-jangan sudah tidur?

"Ee … sebelumnya maaf ya Om, kesannya saya tidak sopan. Pertama kali kemari langsung numpang menginap."

Tampak tangan Ndari meremas-remas baju yang dikenakan. Pram, nama pria itu. Wajahnya tampak tersenyum menanggapi. Padahal awalnya mengira jika dirinya akan dicaci maki. Syukurnya saja tidak.

"Enggak papa." Suaranya terdengar tegas namun berwibawa.

"Terima kasih, Om. O ya, tadi Om kok bisa tahu kalo saya adalah pacar Miko?" Sebenarnya takut untuk mengajukan pertanyaan ini. Namun, sangat disayangkan hatinya begitu penasaran dan hingga akhirnya kalimat itu terucap.

"Tak perlu dijelaskan, Nak. Mudah sekali untuk ditebak. Tak mungkin seorang lelaki membawa wanita ke rumah malam-malam begini, jika bukan kekasihnya."

Ndari mencoba tersenyum rasanya tenggorokan seperti tercekat. Tak tahu harus bagaimana lagi menanggapi. Matanya melirik ke sana kemari. Mengamati seluruh isi ruangan yang megah itu, dan memilih diam.

"Kamu kuliah?"

Spontan Ndari mengelengkan kepala, "Enggak Om. Nganggur hehe."

"Ohhh … kegiatan apa yang biasanya dilakukan sehari-hari?"

Pertanyaan kedua ini benar-benar seperti ingin membunuh. Ternyata menjadi pengangguran yang tak memiliki kegiatan tidak enak. Apa lagi saat ditanya oleh calon mertua begini, haduh. Jadi, mati kutu.

"Saya, enggak ngapa-ngapain juga Om."

"Masak sih," sahut Pram menatapnya heran.

"Hehe …" Bibirnya tapak meringis kebingungan, "di rumah biasanya masak, Om. Soalnya Mama udah enggak ada."

"Oooo… begitu."

Pram tampak mengangguk-anggukan kepala.

"O ya, Om. Mama Miko ke mana? Kok enggak ada kelihatan. Udah tidur ya, Om.'' Ndari mencoba mengalihkan pembicaraan agar dirinya tak ditanya terus.

Pram tersenyum, gigi putihnya tampak terlihat berjajar rapi. Membuat Ndari merasakan aneh. Ditanya bukan malah dijawab namun malah tersenyum.

"Iya, Mama Miko sedang tidur tapi tidurnya enggak di sini."

Ndari melonggo, tak mengerti maksud dari perkataan yang dilontarkan. Tak lama Miko keluar dengan membawa nampan yang berisikan tiga gelas minuman.

"Beda rumah?" tanya Ndari dengan polos.

"Iya beda rumah. Mama Miko udah enggak ada."

Deg! Ndari seperti tertampar hatinya. Antara percaya dan tidak. Ternyata kekasihnya itu bernasib sama seperti dirinya. Pantas saja, Miko tak pernah menceritakan perihal mama. Pram mencoba tersenyum mengamati gadis yang benggong setelah menjawab pertanyaan yang diberikan.

"Ayo diminum duluan. Ini susu jahe," ucap Miko yang sudah berada di dekat keduanya.

Perlahan dan satu per satu Miko membagikan tiga gelas itu. Ndari masih menatap kekasihnya tak percaya. Ternyata dirinya memiliki kekasih setegar itu tanpa menceritakan masalah hidupnya. Malah selama ini, Ndari selalu merepoti dan mengajak cowok itu masuk ke hidupnnya.

"Kamu baru tahu?" tanya Pram melihat ke arah Ndari.

"Iya, Om." Kepalanya mengangguk dan beralih menatap Miko yang barusan duduk di sampingnya.

Miko yang baru datang tak tahu dengan pembicaraa mereka. Tentu saja dirinya bingung karena ayah dan Ndari terus memandang.

"Heem … maaf sebelumnya, Yah. Membawa wanita kemari malam-malam dan tanpa meminta izin terlebih dahulu."

Tangannya saling mengosok-gosok, memberikan kehangatan agar tidak gugup. Ndari masih mengamati kekasihnya. Kemudian ikut menatap ke arah ayah.

"Ini yang salah saya Om, bukan Miko. Jadi, saya yang meminta maaf."

"Siapkan kamar untuk pacarmu."

"Baik, Yah."

Miko langsung masuk ke salah satu kamar kosong. Yang mana ruangan ini biasanya digunakan jika ada tamu yang ingin singgah.

"Ndari," panggil Pram.

"Iya Om."

"Nama kamu bagus, ayo diminum."

"Terima kasih," sahutnya yang langsung meraih segelas miuman. Yang mana memang sudah diserahkan untuknya.

Hanya beberapa menit kemudian Miko kembali. Yang pasti kamar yang disiapkan sudah rapi. Untuk digunakan istirahat dan telah dilaporkan ayah.

"Silakan istirahat Ndari. Ini sudah malam."

"Iya Om. Terima kasih banyak sebelumnya."

Miko mengantar ke ruangan yang dituju dan membukakann pintu. Keduanya sempat berhenti. Ndari memandang kekasihnya, "Terima kasih banyak ya."

"Mau ditemeni sekalian?" goda Miko.

"Ihh, apaan sih!" lirih Ndrai memelotot.

"Hehe."

Bisa-bisanya dalam situasi seperti ini masih mengajak bercanda. Ndari langsung menarik gagang pintu untuk menutup kembali. Memberi isyarat agar Miko menjauh darinya sebab dirinya sudah sangat ngantuk.

Miko tersenyum, "Selamat malam Tuan Putri, hehe."

"Sudah sana-sana. Aku mau tidur," pungkas Ndari menutup pintu.

Miko melangkah pergi saat pintu kembali terkunci. Menyusul ayah yang masih berada di ruang tamu. Hening. Pria bertubuh besar itu bangkit mendekati anaknya dan Plakk! Satu tamparan mendarat mulus di pipi Miko.

Ndari yang menguap kaget mendengar suara itu. Namun, dirinya sudah setengah mengantuk jadi berusaha untuk tidak menghiraukan. Ditariknya selimut dan mencoba memejamkan mata.

"Mengertikan," lirih Pram kalem dan tetep tenang.

Miko mengepalkan kedua tangan. Menahan panas di area pipi yang mendapatkan hadiah tamparan. Tentu saja dirinya mengerti tanpa harus dijelaskan apa maksud ayah.

"Mengerti?" ulangnya lagi.

Hanya anggukan kepala yang ditunjukan sebagi tanda dirinya paham.

"Hufftt … bagus! Sana tidur."

Miko menganggukan kepala kemudian memutar badan. Melangkah menuju kamar miliknya. Di balik pintu itu, tubuhnya besandar sembari menegadah. Menatap langit-langit kamar mencoba mengontrol napas yang tersengal.

Perlahan tangannya naik, mengelus lembut pipi yang masih sedikit terasa panas. Membawa anak perempuan malam-malam adalah kesalahan. Jadi, pantas jika dirinya mendapatkan hadiah dari ayah.

Meskipun sudah mengatakan maaf tetapi bagi ayah. Kata maaf tak cukup menebus kesalahan. Padahal diawal tampaknya baik-baik saja. Namun, nyatanya. Ya, memang begitulah keras kepalanya ayah.

Ada satu hal yang Miko kagumi dari beliau yakni, tidak ingin mempermalukan anaknya di depan kekasihnya langsung.

"Hufttt …." Miko beranjak untk naik ke kasur empuk miliknya. Mempersiapkan diri untuk tidur. Namun, isi kepalanya benar-benar penuh sehingga sulit banginya untuk terpejam.

Begitu juga dengan Ndari yang sudah mengantuk tetapi susah tidur. Padahal sudah dipaksa tetapi ya tetap saja. Dalam benaknya selalu terbayang ayah. Tentu merasa besalah tetapi jika pulang pun dirinya takut.

Spontan Ndari bangkit, duduk dan pikiranya melayang ke Tante Mitha. Sepertinya wanita itu bahagia karena selangkah lebih menang dari dirinya.

"Baiklah. Kali ini memang kalah tetapi suatu saat nanti pasti aku menang." Ndari mengepalkan tangan. Dendamnya pada wanita jahat itu semakin menjadi-jadi.

Pram masih setia di ruang tamu. Sembari menikmati susu jahe buatan anaknya, pikiranya tertuju pada ayah gadis itu. Bagaimana jika nanti ayah anak itu malah menuntut Miko yang membawanya kabur? Malam-malam lagi.

Tentu dirinya tidak akan membiarkan anak itu berlama-lama tinggal di sini. Takutnya nanti malah Miko yang kena masalah. Yang lebih para lagi adalah anaknya sendiri, mengapa tidak berpikir panjang membawa pulang anak orang.

"Dasar Miko!" cibir Pram merasa jengkel.

Tangannya mengepal dan geram, tedengar geretakan gigi yang keluar dari mulutnya. Merasa gagal dalam mendidik anak laki-laki.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C22
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login