Download App
22.5% Ex-Bangsat Boys / Chapter 9: Cuddle

Chapter 9: Cuddle

⚠️WARNING!!!

Part ini mengandung muatan dewasa(17+) bagi pembaca yang tidak nyaman dengan konten dewasa diharapkan menghindari part ini. Harap bijak!

***

Yeri dan Jeni sedang asyik menghias kuku jari mereka dengan kuteks. Yeri memang pecinta nail art, gadis itu memiliki banyak koleksi kuteks lengkap dengan aksesoris kuku. Mulai dari yang mahal sampai yang murah sekalipun, Tak heran jika gadis itu memiliki tempat tersendiri untuk menyimpan koleksinya. Yeri rajin membeli kuteks setiap seminggu sekali, namun akhir-akhir ini gadis itu jarang melakukannya lantaran uangnya habis untuk Mario.

Jeni yang merasa aneh dengan sikap Yeri akhir-akhir ini mulai penasaran. Tumben Yeri selesai bimbel langsung pulang, biasanya shopping dulu sama geng-nya. Ditambah Yeri jauh lebih kurusan, pipi gadis itu kini menirus seperti orang habis sakit.

"Yer, gue perhatiin lo sekarang kurusan ya". Ujar Jeni disela kegiatan mengkuteks-nya. Yeri tersenyum kecil mendengar pertanyaan Jeni, gadis itu fokus mengecat kukunya dengan hati-hati.

"Ya bagus dong berarti program diet gue berhasil". Bohong Yeri.

"Hah? Lo diet? Kalo Mama tahu pasti lo diomelin". Komentar Jeni. Pasalnya Sonia tidak suka anak-anaknya diet, wanita itu sedih kalau anak-anaknya kurus. Pokoknya harus semok kalau kata Mama Sonia, ya padahal si Mama saja sudah seperti tulang berjalan :')

"Ya gak apa-apa Jen, pingin lihat aja gitu muka gue kalau kurusan". Sahut Yeri cuek. Kemarin akhirnya Yeri kalah lagi dari Mario, gadis itu mentransfer jatah uang jajannya pada sang kekasih. Semuanya hingga tak ada sisa.

"Jelek sumpah, lo tuh bagusan kalau tembam. Terus juga akhir-akhir ini gue lihat lo jarang hangout sama geng lo. Lo lagi hemat ya?". Tanya Jeni lagi. Entah kenapa dada Yeri mendadak sesak. Gadis itu rasanya mau menangis karena sudah tidak bisa bersenang-senang dengan geng-nya seperti dulu. Bagi Yeri hangout dengan teman-teman adalah obat mujarab kala ia sedang stress gara-gara kebanyakan belajar.

Tapi semenjak Mario menguras seluruh saldo ATM-nya, Yeri tidak bisa melakukannya. Otaknya serasa mampet dan pusing, tak heran mood-nya jadi tidak jelas. Seperti saat ini, Yeri tiba-tiba menangis.

"Hiks...". Mendengar suara isakan dari gadis disebelahnya, Jeni sontak mendongak. Jeni kaget melihat Yeri tiba-tiba meraung dan membanting kuteks-nya kelantai.

"Loh Yer, lo kenapa nangis?". Jeni buru-buru menutup botol kuteks-nya dan beringsut merangkul bahu Yeri.

"Gue capek Jen, hiks... gue capek pingin jalan-jalan tapi gak bisa, hiks... gue pusing banget sampai kepala rasanya mau pecah, hiks...". Yeri terus mengeluarkan unek-uneknya dihadapan Jeni meski gadis itu tidak paham maksud omongannya.

Setelah puas mengeluarkan semuanya, Yeri sudah tidak sehisteris tadi. Jeni menepuk punggung Yeri coba menenangkan gadis itu. Jeni paham saudaranya ini pasti sedang ada masalah tapi dipendam sendiri, Yeri memang cenderung tertutup dan sungkan jika hedak curhat dengan orang lain.

"Lo tenangin diri dulu Yer. Gak apa-apa nangis, kalo lo mau cerita gue siap dengerin". Bujuk Jeni. Yeri yang sesenggukan menatap Jeni dengan wajah basahnya. Apa Jeni bisa dipercaya untuk menyimpan rahasianya? Gadis itu gak akan ember ke Jeka kan?

"Gue gak maksa Yeri, cuma kasihan aja liat lo nangis sampai segitunya. Masalah lo pasti berat banget kan?". Lanjut Jeni yang paham jika Yeri ragu untuk bercerita padanya.

"Sebenarnya sih b aja Jen. Mungkin gue aja yang lebay, tapi gue boleh minta pendapat lo?". Tanya Yeri sembari mengusap air matanya.

"Soal?".

"Kalo semisal ada cowok yang morotin cewek-nya gak cuma sekali, menurut lo mending cowok itu dipertahanin atau enggak?". Jeni langsung memasang wajah yang tidak mengenakan. Terang saja Jeni tidak suka cowok yang seperti itu.

"Udah gila apa ya tuh cowok. Gak ada malu morotin cewek, suruh pindah jenis kelamin aja! Cowok kek gitu gak pantes lah dipertahanin, buat apa?!". Sahut Jeni emosi. Yeri tersenyum kecut mendengar jawaban Jeni. Jika Jeni saja seemosional itu, apalagi Jeka? Bisa-bisa Mario langsung dimutilasi. Gak! Jeka pokoknya gak boleh tahu. Batin Yeri meronta.

"Omong-omong cowok itu siapa Yer? Jangan bilang...".

"Eh? Gak kok, bukan siapa-siapa hehehe. Random aja gue nanya-nya".  Kilah Yeri. Baru saja Jeni hendak mengorek lebih lanjut, namun seruan Mas kurir membuat keduanya langsung heboh dan buru-buru keluar dari kamar.

Kebahagiaan kaum hawa itu sederhana gaes, cukup mendengar satu kata;

"PAKET!".

"Yahhhhh... kok Mas-nya lagi sih?!". Omel Yeri dengan wajah kesal. Ya masalahnya sudah dua hari ini ada Mas kurir rese yang bikin dua anak gadis Mama Sonia emosi maksimal. Mas-mas kurir rese ini sebenarnya penguntit baik suruhan Guan yang hendak mengorek informasi. Tak tanggung-tanggung, pemuda itu bisa tiga kali dalam sehari datang ke rumah, udah kayak minum obat.

"Kemarin jadi driver Go Food, kurir JNE, si Cepat, sekarang J&T? Salah kirim lagi gak?!". Sindir Yeri. Lama-lama Mas-nya creepy dan mencurigakan, makannya kalau Mas-nya nanya macem-macem Yeri gak mau jawab dan milih cepat-cepat tutup pintu. Kalau sekali salah kirim masih bisa dimaklumi ya? Lah ini kok jadi tuman.

"Maaf Mbak, saya gak tahu maksud omongan Mbak-nya. Ini saya ada paket buat..". Penguntit tampan suruhan Guan yang bernama Lucas itu menurunkan maskernya hingga sukses membuat Yeri dan Jeni menahan napas.

Kau bidadara jatuh dari surga dihadapanku, Eaaaakkkk :v rasa kesal Yeri sirna begitu saja. Tak mereka sangka jika Mas rese yang selama ini bikin darah tinggi ternyata super ganteng.

"Bapak Suparjo jalan xxx nomor delapan". Yeri dan Jeni saling pandang. Lah iya bener alamatnya tapi gak ada yang namanya Suparjo.

"Sini-sini Mas masuk ke teras, nanti kehujanan". Mendadak Yeri jadi perhatian. Tadi sempat reda hujannya tapi tiba-tiba hujan lagi.

"Bener sih Mas alamatnya, tapi disini gak ada yang namanya Suparjo. Adanya Sonia, Yeri, Jeni, Jeka, Unaya". Celoteh Yeri. Sementara itu Lucas tersenyum penuh arti.

"Bener berarti dia tinggal disini". Batinnya.

"Oh gitu ya Mbak? Emmmm gimana kalau saya minta nomor telepon Mbak? biar nanti kalau semisal emang paketnya salah kirim, bisa saya ambil lagi. Nanti tolong Mbak-nya kabari saya". Menjadi penguntit memanglah perlu memiliki otak yang cerdik seperti Lucas ini. Dan tanpa curiga karena sudah terbutakan oleh wajah tampan Lucas, maka Yeri langsung mengangguk dengan mantap.

"Boleh-boleh, kosong delapan...".

"Eh... bentar-bentar. Jangan asal kasih nomor telepon sembarangan Yer, kalau ternyata cuma modus penipuan... hmmmppptttt....". Jeni memukul-mukul tangan Yeri karena mulutnya tiba-tiba dibekap tanpa perasaan.

"Berisik, sana masuk aja. Jangan halangin usaha gue buat cari pengganti Kak Mario". Bisik Yeri sembari mendorong tubuh Jeni agar masuk kedalam rumah kemudian menutup pintu rapat-rapat.

"Duh, maaf ya Mas hehe anggap aja tadi iklan. Catat ya Mas, saya ulangi lagi...". Yeri pun menyebutkan duabelas digit nomor teleponnya yang langsung dicatat dengan sigap oleh Lucas. Dengan memanfaatkan Yeri, Lucas pasti bisa mendapatkan banyak informasi tentang Jeka dan Unaya. Informasi yang ia dapatkan nanti akan dijadikan bahan pertimbangan untuk memutuskan pada siapakah ia akan berpihak? Guan atau Jeka.

--Ex-Bangsat Boys--

Unaya dan Jeka terpaksa menerobos hujan karena nanggung sudah mau sampai rumah, eh tiba-tiba deras lagi. Alhasil keduanya pulang dengan keadaan basah kuyup. Sonia sempat marah karena khawatir jika keduanya sakit. Apalagi Unaya yang punya riwayat sakit parah, pokoknya Sonia parno kalau gadis itu bakal kambuh sakitnya makannya harus ekstra dijaga.

Jeka-pun sempat merasa bersalah gara-gara ngajak Unaya hujan-hujan, saking pinginnya kayak Dilan-Milea sampai lupa kalau minimarket jualan jas hujan -_- tapi Unaya merasa baik-baik saja dan tidak menunjukan gejala pusing atau flu karena setelah sampai rumah gadis itu langsung mandi air hangat. Setidaknya hal itu mencegah efek masuk angin setelah hujan-hujanan kan? Dan satu lagi, mencegah masuk angin setelah hujan-hujanan yaitu;

Makan Indomie rebus pakai cabe, Uhh mantap!

Unaya langsung ngacir ke dapur untuk membuat Indomie rebus yang sedari tadi membayanginya. Seratus persen fakta, kalau pas hujan yang pertama kali terlintas dikepala adalah Indomie rebus pakai cabe bukan kenangan. Betul atau tidak?

"Mama! Una mau bikin Indomie rebus rasa Kari!". Teriak Unaya bak bocah yang baru pulang sekolah minta makan. Jika orang pada umumnya menjadikan Indomie rasa ayam bawang sebagai favorit, maka beda lagi dengan Unaya. Gadis itu suka yang rasa kari, pokoknya kalau gak rasa kari gak mau.

"Aduh sayang, gak usah teriak-teriak. Sini duduk dulu, Mama kebetulan lagi bikin Indomie ayam bawang request-an Jeka". Kata Sonia yang membuat Unaya manyun.

"Ihhhh Mama, Unaya tuh maunya yang rasa kari bukan ayam bawang". Omel Unaya. Sonia menepuk jidatnya, wanita itu lupa jika Unaya kesukaannya Indomie rasa kari sementara anak-anaknya yang lain suka Indomie rasa ayam bawang. Sonia belum sempat beli Indomie rasa kari.

"Mama tuh lupa mau beli Indomie kari, ya maafin dong. Unaya makan yang ada dulu ya, besok Mama beli Indomie kari-nya. Diminum dulu tuh teh anget-nya". Unaya menggerutu namun gadis itu menuruti perintah Sonia. Ya udah deh gak apa-apa makan Indomie rasa ayam bawang dulu, meski setengah hati.

Ting... nong...

Bel rumah berbunyi, Sonia meminta Unaya membukakan pintu karena wanita itu sedang sibuk memasak Indomie. Unaya berjalan ke pintu rumah sambil menghentak-hentakan kakinya, masih sebel karena gak ada Indomie rasa kari. Sonia yang melihat tingkah Unaya pun hanya bisa geleng-geleng kepala. Mau nambah berapapun usianya, Unaya tetaplah Unaya yang kekanakan.

"Hai, Jun ganteng coming!!". Ujar Jun dengan ceria begitu Unaya membuka pintu rumah. Unaya memasang wajah super datar begitu mengetahui jika Jun-lah yang datang bertamu.

"Om ngapain hujan-hujan gini bertamu?". Tanya Unaya jutek. Biarpun Unaya sengaja memasang wajah tidak suka-pun, Jun tetap mempertahankan senyum lembarnya. Gak apa-apa udah kebal Om Papa tuh.

"Mau numpang masak Indomie". Sahut Jun tak tahu malu sembari mengangkat kantong kresek berisi beberapa Indomie. Unaya menganga tak percaya, astaga gak punya kompor apa ya orangtua didepannya ini, sampai-sampai numpang masak di rumah orang?

"Om tuh gak tahu malu banget ya! Cuma masak Indomie aja numpang di rumah orang! Aku makin ilfiel sama Om". Semprot Unaya pedas. Senyum lebar diwajah Jun perlahan hilang digantikan senyum kecut. Benar apa kata Jeka kalau Unaya semakin besar semakin pedas omongannya. Lelaki itu menunduk sedih sambil mencengkeram kantong kresek yang ia bawa.

"Ya udah deh, Om pulang aja...". Jun berbalik dengan wajah sedihnya.

"Padahal mau masak Indomie kari ayam huhu, gas dirumah habis lagi". Lanjutnya yang membuat mata Unaya membulat. Indomie kari? Jun bawa Indomie kari?

"Om tunggu!". Panggil Unaya cepat-cepat karena Jun sudah mau pergi. Jun yang dipanggil pun langsung menoleh dan menatap Unaya bingung.

"Ya?".

"Om bawa Indomie kari berapa?". Tanya Unaya sok jutek padahal sedari tadi melirik-lirik kantong kresek yang dibawa Jun.

"Lima sih ini tadi sama yang rasa Soto...".

"Om boleh masuk!". Ujar Unaya kemudian membuka pintu lebar-lebar.

"Hah?". Jun mengaga, bingung karena Unaya tiba-tiba berubah pikiran.

Meski bingung dengan Unaya yang mendadak baik, ralat sedikit baik karena gadis itu masih mempertahankan sikap juteknya, Jun mengekori Unaya tidak berani mendahului atau berjalan disampingnya karena takut diomeli. Jeka, Sonia, Jeni, dan Yeri agak terkejut melihat presensi Jun yang berjalan dibelakang Unaya. Mereka ini kaget karena tumben Unaya tidak menunjukan aura ngajak perang pada Jun.

"Widih, Om Papa ternyata. Apa kabar Bro?". Sapa Jeka sambil tos ala lelaki bersama Jun.

"Halah lebay lo Jek, tiap malem kan kita chatting". Sahut Jun yang membuat Jeka cengengesan.

"Om Papa!". Sapa Jeni dan Yeri kompak. Kelihatan senang sekali karena Jun datang.

"Halo anak-anak cangtip Om Papa".

"Om Papa, nanti bantuin bikin PR ya". Pinta Yeri karena Jun ini kerap membantu Jeni dan Yeri mengerjakan PR. Meski aneh begitu tapi Jun otaknya lumayan cerdas, jadi tidak terlalu sulit untuk mengerjakan tugas anak SMA.

"Jeni juga bantuin ya". Seru Jeni tidak mau kalah.

"Siap beres. Darl, aku numpang masak Indomie ya". Kata Jun pada Sonia.

"Boleh, kebetulan pancinya belum aku cuci. Tadi habis buat masak Indomie juga". Sahut Sonia. Jun mengangguk dan hendak kedapur tapi buru-buru dicegah oleh Unaya.

"Om duduk disini aja, biar aku yang masak Indomie-nya". Ujar Unaya sambil menggigit bibirnya karena malu.

"Uhuk...". Jeka tersedak Indomie yang sedang ia makan. Bukan hanya Jeka saja melainkan Sonia, Yeri, dan Jeni juga. Shock karena Unaya bersikap baik begitu pada Jun. Mereka semua saling pandang, mungkin Unaya lagi pusing kali ya makannya otaknya agak gak bener dikit.

Karena malu ditatap dengan mulut mengaga begitu, Unaya langsung cepat-cepat merampas kantong kresek yang dibawa Jun kemudian ngacir kedapur.

"Om Papa, sini!". Perintah Jeka galak. Jun yang masih blank pun langsung duduk disamping Jeka. Jeka langsung mengapit leher Jun hingga membuat lelaki itu mengaduh.

"Om Papa ke dukun ya? Pakai jampi-jampi ya? sampai Unaya jadi baik gitu ke Om Papa". Tuduh Jeka asal. Jun memukul-mukul lengan Jeka kode agar dilepaskan apitannya.

"Jeka, kasihan Ihhhh Om Papa-nya. Nanti lehernya patah Jek". Ujar Sonia panik. Jeka yang gemas pun mencubit hidung Jun kemudian melepaskan apitannya.

"Jangan asal nuduh gitu dong Jek. Gue aja gak tahu alamat dukun terdekat. Kalau tahu udah pasti langsung meluncur kesana". Sahut Jun bercanda sambil mengusap-usap lehernya yang perih.

"Aneh aja Om Papa, Kak Unaya mendadak baik sama Om. Kenapa ya?". Jeni berfikir keras begitu juga yang lain.

"Ahhh... kamu pasti bawa Indomie rasa Kari ya?". Tebak Sonia yang mulai memahami jika Unaya mendadak baik karena ada maunya.

"Iya, emang kenapa?". Sonia dan Jeni yang sudah hafal kalau Unaya addict banget dengan yang namanya Indomie rasa Kari pun berdecak.

"Ya pantes dia baik, lagi ada maunya. Tadi tuh Unaya ngerengek minta Indomie Kari tapi adanya Indomie ayam bawang. Pas banget kamu datang bawa itu, ya jadilah dia baik sama kamu". Semuanya terkekeh mendengar penjelasan Sonia. Jun kira bakalan susah mengambil hati Unaya, ternyata oh ternyata hanya bermodalkan Indomie Kari aja toh. Wkwk.

--Ex-Bangsat Boys--

Malamnya sekitar pukul delapan malam Jeka dan Unaya sibuk sendiri-sendiri, ini posisinya mereka ada di dalam kamar Jeka. Unaya fokus mengerjakan soal latihan SBMPTN dimeja belajar sementara Jeka sibuk mengetik di laptopnya, mengerjakan tugas yang hampir deadline. Jun belum pulang karena menepati janjinya membantu Jeni dan Yeri mengejakan PR.

Unaya beberapa kali mendengus karena tidak bisa memecahkan soal-soal yang mudah sekalipun. Benar-benar efek lama gak sekolah bisa bikin otak buntu sebegininya. Sepertinya otak gadis itu perlu dirangsang nih.

"Jeka, gue gak bisa ngerjain! Gue pusing! Gak usah kuliah ah! Jadi artis aja!". Teriak Unaya sembari memendamkan wajahnya diatas meja. Jeka terkekeh mendengar gerutuan Unaya, pemuda itu masih fokus ke laptopnya. Otak Unaya dan Jeka kayaknya tertukar deh. Jeka sekarang malah jadi pinter dan otaknya lancar-lancar aja buat mikir.

"Gak usah jadi artis, jadi istri gue aja". Canda Jeka yang membuat Unaya mendengus.

"Kode terosssss, usaha gak ada. Udah ah sini bantuin gue, yang nomor ini gak bisa". Rengek Unaya. Jeka geleng-geleng kepala melihat tingkah manja Unaya. Pemuda itu meletakkan laptopnya diatas kasur kemudian menghampiri sang gadis. Jeka mengukung tubuh Unaya dari belakang dan meletakan dua tangannya diatas meja sebagai tumpuan. Unaya sempat meneguk ludahnya susah payah karena posisi keduanya cukup intim.

"Yang mana yang gak bisa Heum?". Tanya Jeka terlampau halus. Dengan tangan gemetaran Unaya menunjuk soal yang tidak bisa ia jawab dengan bolpoint-nya. Jeka sempat membulatkan matanya begitu membaca soal yang ditulis sendiri oleh Unaya dibuku cetaknya. Namun sedetik kemudian pemuda itu tergelak.

"Jawaban dari I Love You?". Kekeh Jeka. Dengan polosnya Unaya mengangguk sambil tersenyum malu.

"Kalo semua soal ujian pertanyaannya kek gini sih udah pasti gue lulus dengan nilai tertinggi". Sahut Jeka sembari menatap Unaya yang mendongak kearahnya penuh gemas.

"Emang jawabannya apa?". Pancing Unaya. Sengaja gitu biar Jeka ngomong "Love You Too. Dasar Unaya modus, wkwk.

"Lo mau gue jawab Love You Too kan? Tapi gue punya jawaban lain". Unaya menarik sebelah alisnya penasaran.

"Apa?". Jeka memajukan wajahnya mempersempit jarak sebelum berujar.

"Love You more". Kemudian wajah Unaya memerah karena tersipu. Jeka yang terbawa suasana mulai mengincar bibir Unaya, pemuda itu semakin memajukan wajahnya dengan mata terus menatap bibir plum itu. Unaya yang sudah tahu apa yang Jeka inginkan hendak menyambut bibir itu namun...

Ctik...

"Huwaaaaa.... mati lampu!". Teriak Jeni dan Yeri heboh dari lantai bawah. Sontak saja Jeka langsung menjauhkan tubuhnya, pemuda itu mendadak gugup karena apa yang hampir ia lakukan barusan.

"Jeka, gelap. Dingin juga". Rengek Unaya sambil menarik-narik ujung baju Jeka. Unaya bahkan lupa dengan kejadian barusan saking takutnya karena mati lampu.

"Bentar-bentar Unaya, gue nyalain lampu emrgency dulu". Ujar Jeka dan dengan secepat kilat menghidupkan lampu emergency kecil di nakas dekat ranjang. Meski lampunya kecil dan remang-remang, tapi cukup lah membuat rasa takut Unaya hilang sedikit.

"Jeka, sini". Rengek Unaya manja sembari merentangkan tangannya kode minta dipeluk.

Tanpa banyak omong Jeka langsung mendekati Unaya dan memeluk gadis itu. Bukan modus loh ya, Jeka paham kalau Unaya takut gelap. Semua cewek juga kalau mati lampu pasti takut kayak gini jadi Jeka maklum.

"Udah-udah gak usah takut kan ada gue". Hibur Jeka.

"Dingin gini jadi ngantuk, kelonin ya?". Pinta Unaya dengan wajah memelas. Jeka meneguk ludahnya susah payah, gak salah nih Unaya minta dikelonin sama dia? Nanti kalau Unaya malah gak tidur semalaman gimana ehe.

"Hah? Nanti kalo ada yang masuk punya lo gimana?". Sahut Jeka sembrono yang membuat Unaya reflek menabok mulut pemuda itu.

"Ihhhh... mikirnya kejauhan. Gue cuma minta dipeluk sampai bobo ya, bukan kelonan yang kek gitu!". Ujar Unaya malu-malu hingga Jeka dibuat terkekeh.

"Haha canda elah. Ya udah kalau gitu gue beresin kasurnya dulu". Jeka beringsut membereskan buku-buku dan laptop yang tadi ia gunakan untuk mengerjakan tugas. Setelah kasurnya bersih barulah pemuda itu menuntun Unaya naik keatas kasur.

"Jeka, buruan sini". Ujar Unaya yang sudah tidak sabar dikelonin Jeka :3

"Sabar elah, ini gue buka baju apa enggak?". Canda Jeka yang sudah mau melepas kaosnya.

"Mau mati lo!". Ancam Unaya galak. Jeka terkekeh sebelum meloncat kearah kasur kemudian langsung memeluk Unaya erat-erat, gemas!

"Padahal lo yang ngajakin kelonan tapi lo-nya yang galak. Nyebelin banget sih lo". Jeka menciumi pipi Unaya dengan brutal hingga terdengar suara decapan-decapan disana.

"Haha. Geli Jeka". Teriak Unaya mencoba menghindari serangan Jeka.

"Cepet pakai selimutnya!". Perintah Jeka. Unaya langsung menarik selimut hingga tubuh keduanya masuk kedalam selimut yang sama. Karena hujan semakin deras, juga petir menyambar maka hal itu sangat mendukung kegiatan kelonan mereka.

"Yes!". Sorak para readers.

Unaya-pun semakin mengeratkan pelukannya ditubuh Jeka. Nyaman dan hangat sekali, Unaya suka sekali posisi seperti ini. Apalagi Jeka, pemuda itu sudah membayangkan yang iya-iya. Tapi lebih dari itu Jeka berharap lampu segera menyala karena sumpah menahan sesak tuh gak enak banget.

"Jeka?". Panggil Unaya yang sukses membuyarkan lamunan kotor Jeka.

"Heum?".

"Kaku banget sih, kayak yang dibawah ngeganjel". Ujar Unaya terlampau jujur. Wajah Jeka memerah, malu karena ketahuan Ekhem sange.

"Eee... ga-gak gitu kok". Jeka tergagap-gagap sementara Unaya terkekeh geli. Gadis itu menarik wajah Jeka dan menelisik wajah pemudanya hingga yang ditatap hanya bisa bengong sambil mengerjapkan mata.

"Kasihan banget sih, sini aku bantu". Dan tanpa diduga Unaya langsung menyambar bibir Jeka, menciuminya ganas. Sumpah ganas sekali bahkan Jeka sampai dibuat kuwalahan. Tak pernah Jeka sangka jika Unaya selihai itu menciumnya, dijilat bahkan digigit kecil.

Awalnya Jeka hendak mendorong Unaya namun akalnya berkata lain. Tak butuh waktu lama untuk Jeka mengambil alih, pemuda itu kini mendominasi ciuman mereka. Jeka menekan Unaya hingga yang dibawah sama semakin mengganjal dipaha gadis itu. Jeka haus, haus sekali bahkan sampai ciumannya basah.

Tangan Jeka mulai bergerilya, merambati pantat Unaya kemudian menelusup masuk kedalam baju yang dikenakan Unaya, mengelus perut rata gadis itu hingga siempunya dibuat melenguh.

"Ahnn...". Unaya menggigit bibir Jeka seakan kode agar pemuda itu melakukan hal yang lebih. Tapi Jeka tidak melakukan itu, pemuda itu menarik tangannya namun dicegah oleh Unaya. Seperti dejavu, Unaya mengarahkan tangan Jeka agar menyentuh dadanya. Sontak saja Jeka membulatkan matanya, pemuda itu meneguk ludahnya kala telapak tangannya menyentuh benda lembut dan empuk untuk yang pertama kali.

Jeka melepaskan ciumannya dan menatap Unaya yang memasang wajah sayu. Jeka tahu arti tatapan itu, Unaya terangsang dan semua karena dirinya. Jeka merutuki dirinya sendiri karena telah membuat Unaya seperti itu.

"Kenapa?". Tanya Unaya dengan suara serak masih menahan tangan Jeka di dadanya. Jeka tidak menjawab, pemuda itu menarik tangannya meski beberapa kali Unaya menahan. Setelahnya Jeka meraih tangan Unaya dan ia kecup punggung tangannya lembut penuh kasih sayang. Jeka tahu Unaya kecewa, tapi sekarang bukan waktunya untuk melakukan hal sejauh itu. Unaya itu untuk dicintai, bukan untuk dirusak.

"Sabar ya, enak-enaknya kalau udah halal aja. Heum?". Bisik Jeka lembut sebelum beralih mencium leher Unaya, ralat menggigit.

"Ahnnn... Jeka...".

--Ex-Bangsat Boys--

Sementara itu dikota Seoul, Suryo yang tengah menyeruput kopinya sembari menatap indahnya kota dari balkon apartemen-pun terlihat risau.

"Papa kerjaannya ngelamun terus". Sindir Irene dengan sikap dinginnya seperti biasanya.

"Gak apa-apa. Papa cuma khawatir aja sama Unaya". Sahut Suryo sembari menghembuskan nafas berat. Masih kepikiran karena membiarkan Unaya tinggal satu atap dengan Jeka yang notabene mantan kekasih putrinya.

"Loh emang kenapa? Unaya pasti baik-baik aja tinggal sama Mama-nya, ada Jeka juga yang pasti jagain". Kata Irene untuk yang kesekian kalinya. Suryo mengalihkan tatapan kearah Irene sepenuhnya.

"Justru karena Unaya tinggal sama Jeka Ma. Jeka dan Unaya itu udah besar, matang. Papa takut mereka aneh-aneh disana, dua anak remaja beda jenis kelamin tinggal bareng apa enggak...". Suryo bahkan tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Irene yang paham maksud suaminya pun menggelengkan kepalanya beberapa kali. Masa sama anak sendiri gak percaya, kalau Irene yakin Unaya pasti bisa jaga diri.

"Jangan mikir aneh-aneh dong Pa. Mama yakin Jeka gak begitu, gak mungkin juga dia ngerusak Unaya. Mbak Sonia pasti awasin mereka". Meski Irene sudah memberikan kalimat-kalimat positif setiap hari, namun tetap saja Suryo meragukan Jeka.

"Ya tetap aja aku gak tenang biarin mereka tinggal bareng, belum ada informasi dari Guan juga lagi. Makin gak bisa konsen kerjanya". Irene menghembuskan nafas malas. Suryo masih saja berfikiran negatif soal Jeka.

"Ya udah kalo urusan kita disini udah selesai dan dapat rumah baru di Jakarta, kita bisa atur pertemuan sama Jeka. Biar Papa bisa nilai sendiri kalau Jeka udah berubah, dan yang paling penting gak su'udzon terus". Kata Irene memberi solusi. Suryo mengangguk kecil. Agak sedikit lega dan berharap urusannya di Korea cepat selesai.

"Udah ya Papa jangan overthingking terus". Feeling Papa Suryo ini memang kuat sekali :')

--Ex Bangsat Boys--


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C9
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login