Download App
14.04% Dijebak Menikah Tuan Muda / Chapter 66: Kenapa Kau Tidak Memberikan Hati di Tanganku?

Chapter 66: Kenapa Kau Tidak Memberikan Hati di Tanganku?

"Maaf, apa kau sudah menunggu lama?" tanya Luci kepada Spider setelah gadis itu kembali dari apotek untuk memberli obat untuk tangan Spider. Dengan pelan Luci menarik kedua telapak tangan Spider. Gadis itu pun melepas hansaplast warna pink yang melekat di kedua telapak tangan Spider.

Mereka berdua sekarang masih berada di dalam kamar VIP rumah sakit Medical Sky. Tempat di mana Hans dirawat.

"Tidak kok. Berkat Hans yang menghiburku banyak di sini." Spider menjawab dengan sumringah.

Luci pun mengangguk. Kali ini gadis itu pun membersihkan telapak tangan Spider dengan menggunakan sebuah antiseptik yang sudah dibelinya dari apotek yang berada di luar rumah sakit. Saat gadis itu membersihkannya Spider pun merintih lagi, pura-pura merasakan sakit.

"Masih sakit ya?" tanya Luci dengan kening mengkerut.

"Iya. Tolong ditiup saat dibersihkan, Bee." Spider mengangguk dengan manja.

"Baiklah."

Luci pun menuruti perkataan Spider yakni meniupi tangan lelaki itu setiap dia membersihkan tangan Spider. Gadis itu sangat fokus ketika membersihkan luka karena Luci seperti selalu mendapat panggilan jiwa jika seseorang mengalami sebuah cedera.

Luci adalah gadis yang memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Dulu dia ingin menjadi perawat. Namun karena tidak memungkinkan, dari segi biaya, Luci melupakan mimpinya itu.

Sebagai bentuk pelampiasan dari mimpi yang tak terwujud, Luci pun merawat orang terdekatnya yang mengalami luka dan cedera dengan telaten.

Sementara itu Hans mendengus ketika melihat betapa manja dan kekanakannya Spider saat ini.

"Dasar bucin!" ejek Hans dengan berbisik. Luci tidak mendengar Hans karena gadis itu terlalu berkonsentrasi dengan luka di tangan Spider.

Justru Spider yang mendengarkannya. Dan ketika lelaki itu mendengar cemoohan dari Hans, Spider pun menoleh cepat-cepat dan melotot.

Tapi bukannya marah Spider malah menjulurkan lidah penuh kemenangan. Hal itu pun membuat Hans semakin meradang. Yeah, setidaknya kita tau satu hal yakni mereka berdua masih memiliki sifat kekanakan.

"Sudah," ujar Luci setelah hansaplast terakhir sudah melekat di telapak tangan Spider. Kali ini Luci membeli hansaplast warna netral.

Bukannya senang Spider justru cemberut ketika melihat kedua telapak tangannya yang sudah diberi hansaplast itu. Ada kekcewaan yang terpancar di matanya yang dalam. Baik Hans dan Luci, keduanya pun bingung melihat ekspresi Spider saat ini.

"Ada apa? Apa masih sakit?" tanya Luci dengan hati-hati.

"Kenapa kau tidak memberikan hati di tanganku?" protes Spider. Wajahnya memerah karena cemberut. Saat ini Spider benar-benar terlihat seperti apel merah yang berbulu.

Luci mengernyit karena tadinya belum paham apa yang dimaksud oleh Spider. Namun setelah berpikir beberapa detik gadis itu akhirnya paham juga.

"Astaga!" Luci menepuk dahinya sendiri. "Apa kau ingin aku memberi hansaplast warna pink?" lanjut Luci.

"Iya, yang ada hatinya." Spider menjawab dengan manja.

"Hoeek!" Hans pun menyela dengan membuat suara orang yang muntah. Seketika Luci dan Spider pun memandang pada Hans yang saat ini bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Hans, kau sakit, Sayang?" Luci sekarang beralih memperhatikan Hans yang saat ini mulai sibuk membaca buku dongeng di tangannya.

Mendengar Luci memanggil Hans dengan sebutan sayang telah membuat kepala Spider mendidih. Lelaki itu dibakar oleh api cemburu lagi.

'Anak ini, anak ini ternyata memainkan trik yang licik,' pikir Spider dengan meradang.

Saat ini saja Luci sudah mendekat kepada Hans. Lalu Gadis itu berniat untuk memeriksa tubuh Hans. Tapi anak lelaki itu buru-buru menepis tangan Luci.

"Jangan pedulikan aku! Aku bisa mengurus diriku sendiri," angkuh Hans sembari membuang muka.

Spider melotot dan hampir marah kepada Hans, sementara Luci merasa mencelos dan tercekat. Bahkan air mata sudah menggenang di mata cantik gadis itu.

'Ternyata Hans masih marah kepadaku,' batin Luci.

Spider ingin maju untuk menimpuk kepala Hans yang memiliki rambut hampir botak karena kemoterapi itu. Spider adalah seorang lelaki setia yang mana selalu sepenuh hati dalam mengejar cintanya. Oleh karena itu Spider merasa tidak terima jika melihat Hans berlaku kasar kepada Luci.

Namun niat Spider untuk menimpuk kepala Hans pun dia urungkan karena sekarang ponsel miliknya berdering. Peneleponnya adalah Daren Snake.

"Sial," decih Spider lirih. "Eh, maaf, Bee, aku tinggal sebentar. Aku ada telepon penting." Spider mengangkat telepon kemudian pergi ke luar kamar itu untuk menuju ke dalam kantor miliknya yang berada di rumah sakit itu.

Sekarang hanya tinggal Luci dan Hans yang berada di dalam kamar VIP itu. Luci masih memandang sedih kepada Hans, sementara Hans bersedekap angkuh dan enggan untuk melihat pada Luci.

"Kau masih marah padaku?" tanya Luci dengan suara bergetar. Kemarahan Hans selalu saja Luci representasikan (gambarkan) sebagai kemarahan yang dimiliki oleh Daniel untuk Luci. Jadi ketika Hans marah Luci akan berpikir bahwa Daniel juga sedang marah saat itu.

"Entahlah. Kakak selalu saja mengusikku." Hans pun membuka bukunya dan mulai membaca.

Deg! Luci seperti dihantam oleh sebuah pukulan yang keras. Bagaimana bisa Hans berkata begitu kasar padahal selama ini Luci selalu saja mengusahakan apa pun demi kesembuhan Hans?

"Kau tau apa yang sedang kau katakan tadi?" tanya Luci dengan wajah sangat sedih dan juga dengan mata berkaca-kaca. Bagi gadis itu perlakuan Hans saat ini lebih menyakitinya dari pada perlakukan kasar Tante Arum kepadanya.

"Aku tau, aku sangat tau. Jadi berhentilah mengurusiku mulai sekarang!" Hans tidak mengangkat wajahnya dari membaca buku saat mengatkan itu. Nada suara Hans begitu ketus dan kasar.

Tapi walau begitu di dalam hatinya sendiri Hans sebenarnya tidak tega untuk mengatakan semua kata kasar itu keapda Luci. Namun karena Hans tidak ingin membuat Luci menderita lagi karenanya, oleh sebab itu Hans harus bersikap demikian.

"Kau tau kan hanya kau yang kumiliki saat ini? Aku tidak punya siapa-siapa lagi, Hans. Apa kau berniat membuatku mati kesepian?" Air mata jatuh di pipi Luci.

Tubuh Luci terguncang hebat. Di dalam otak gadis itu sekarang berkelebatan perlakukan kasar dari orang-orang yang selama ini ia dapatkan. Dan entah kenapa itu semua membuat Luci merasa terpuruk jika harus hidup sendiri tanpa satu pun keluarga.

Hans pun mendongak. Anak lelaki itu sudah tidak kuat bersandiwara dengan kekasarannya lagi. Apalagi setelah melihat Luci menangis, dada Hans juga terasa sangat sakit.

Selama ini Luci yang selalu memperhatikan Hans di saat orang-orang di dunia ini tidak mau mengurusi Hans. Orang-orang itu menelantarkan Hans karena anak itu yang memiliki sakit. Secara tak langsung Hans memiliki kemiripan jalan hidup dengan Luci yakni diasingkan dari orang-orang.

"Kakak benar-benar menganggapku penting?" tanya Hans. Mata anak itu sudah merah karena hampir ikut menangis.

Luci pun mengangguk dengan air mata masih berleleran di wajahnya itu.

"Jika Kakak menganggapku penting, maka lakukanlah sesuatu untukku!" ujar Hans.

Luci pun berhenti menangis. Buru-buru gadis itu menyeka matanya. Luci mendekat dan menggenggam pelan jemari mungil milik Hans. Gadis itu menatap anak lelaki yang duduk terbaring di depannya itu dengan pandangan lekat.

"Apa yang kau iginkan dariku, Hans?"

"Lupakanlah Kak Daniel! Mulai sekarang carilah lelaki lain untuk dijadikan pasangan! Aku ingin melihat Kakak segera menikah," pinta Hans tanpa berkedip sedikt pun.

***


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C66
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login