Mesin mobil menggerung dengan mengerikan. Bahkan knalpotnya mengepulkan banyak sekali asap.
Berulang kali Luci menelepon pada nomor yang baru saja mengiriminya pesan sigkat itu, namun tidak ada jawaban dari nomor tersebut.
Sekarang ini adalah panggilan telepon Luci yang kesepuluh yang gadis itu sambungkan pada nomor yang tadi mengiriminya pesan.
Luci hanya ingin memastikan keadaan Hans secara detail. Namun nomor tersebut justru malah tidak aktif.
"Nomor yang Anda tuju…"
Tut!
Luci hampir memaki dan berkata kasar sementara jarinya sekarang menekan tombol 'akhiri panggilan'.
Lampu merah kembali menyala. Jalanan kota masih ramai dan sesak. Jalanan sesak ini adalah satu rute yang paling sering dipilih oleh orang-orang, namun Luci lebih memilih jalur lain yang lebih lengang.
Jalur itu yang pada jam sebelas malam seperti sekarang ini biasanya jarang sekali digunakan untuk berkendara, atau pada jam sebelas malam seperti ini jalur tersebut jarang ada orang yang lewat.
Alasannya adalah sebab jalur itu terkenal angker karena terlalu sering terjadi kecelakaan di tempat tersebut.
Namun Luci tidak memiliki waktu untuk memikirkan itu. Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk memikirkan keselamatannya sendiri. Dia hanya berfokus pada tujuan yakni rumah sakit.
Saat ini Luci sudah berada di jalur yang angker itu. Seperti yang sering dibicarakan oleh orang-orang, jalur ini sangat sepi dan hampir seperti mati. Lampu lalu lintas seolah memberi tanda bagi para hantu.
Lampu lalu lintas itu pun menyala merah. Harusnya Luci menginjak rem dan berhenti saat itu.
Namun kesadarannya sudah hilang, lebih tepatnya dia sudah kehilangan arah untuk berfokus saat mengenadari mobil.
Tangannya sudah gemetar sebab pikirannya sudah melayang kesana kemari demi memikirkan nasib seorang anak yang sudah ia asuh sejak satu tahun yang lalu.
Tanpa diketahuinya, sebuah mobil hitam melintas di depan Luci dengan kecepatan tinggi.
Luci yang juga mengendarari mobil dengan kecepatan tinggi pun terkejut dan melakukan injak rem mendadak demi menghindari benturan antara dua mobil.
Sebagai akibatnya kap mobil milik Luci hampir menabrak bemper mobil lawan yang saat ini juga terlihat melakukan rem mendadak.
Bunga-bunga api beterbaran di aspal pada malam itu. Sekilas membuatnya terlihat seperti pertunjukan kembang api jalanan.
Mobil yang dikendarai Luci terseret dengan gerakan menukik dan melintang. Kendaraan itu bahkan hampir menabrak pembatas jalan. Namun sebelum itu terjadi setir sudah diputar Luci dengan gesit untuk menjauh.
Asap beterbangan dan bunyi decitan nyaring terdengar. Mobil berhasil dihentikan dengan tubuh Luci menabrak setir mobil.
Napasnya tersengal dengan wajah kacau dan sedikit linglung. Untuk sepersekian detik akhirnya dia menyadari bahwa dia baru saja selamat dari kecelakaan.
Dia mengambil napas sebentar. Sejauh ini tidak ada cidera yang menimpanya. Lalu diliriknya kaca spion.
Beberapa meter di belakangnya mobil yang nyaris bertabrakan dengannya tadi telah berhenti dengan mesin masih menggerung lirih.
Alhasil Luci melepas sabuk pengamannya dan berusaha untuk turun dari mobil. Dia hanya ingin memeriksa apakah kondisi pengemudi atau penumpang di dalam mobil itu selamat atau tidak.
Jika memang ada yang terluka maka Luci siap bertanggung jawab, sebab jika diamati semua ini memang kesalahnya yang bersikap teledor dan tak hati-hati.
Gadis itu berjalan dengan tubuh nyaris merasakan sakit di seluruh tubuhnya padahal dia yakin yang menghantam setir tadi hanyalah kepalanya.
Luci sudah mampu mencapai mobil itu. Dari depan dan samping tidak ada lecet dan penyok.
Dia sedikit bernapas lega setelah melihat tidak ada lecet pada mobil itu sebab mobil yang hampir bertabrakan dengannya tadi adalah salah satu mobil mewah di dunia yakni mobil Cadillac Escalade ESV dengan kisaran harga 3 milyar rupiah.
Bisa mati jika Luci sedikit saja membuat goresan pada kap dan badan mobilnya. Gaji yang dia miliki hari ini bisa ludes dalam satu malam.
Awalnya Luci ragu untuk mendekat dan memeriksa. Sebenarnya gadis itu takut jika nanti dia diminta pertanggung jawaban berupa uang ganti rugi.
Namun rasa kemanusiaannya lebih tinggi. Alhasil dia tetap maju untuk memeriksa orang yang berada di dalam mobil.
Betapa terkejutnya Luci kala dia melihat Evan Robert Hudan yang sedang terkapar di belakang setir. Kondisinya memang tidak lecet atau berdarah akan tetapi kesadarannya sudah hilang.
Siapa yang tak mengenal Evan Robert Hudan? Dia adalah ketua sekaligus CEO dan juga pewaris tunggal dari Hudan Corporation yang kekayaannya menempati urutan nomor tiga se-Asia.
Dan sekarang Luci sudah menabraknya dan membuatnya pingsan?
'Kalau dia gagar otak bagaimana? Mati aku,' racau gadis itu di dalam hati.
"Tuan? Tuan Evan?" desis Luci dengan takut-takut. Tangannya bergerak untuk mengguncang bahu kekar Evan agar bangun.
Namun Evan tidak menyahut. Wajahnya yang tegas dengan hidung sangat runcing itu masih belum menunjukkan kesadaran.
Belum lagi matanya yang selalu memandang tajam saat konferensi pers itu juga belum terbuka saat ini.
Sekali lagi Luci mengguncang-guncang bahu pengusaha kaya raya itu. Tangannya yang ramping ia masukkan ke dalam mobil dan berusaha untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melingkar di perut pengusaha itu.
Saat tangannya berusaha meraih sabuk pengaman Evan agar terlepas tiba-tiba saja tangan Evan mencengkeram lengan gadis itu.
"Siapa kau? Apa yang kau mau?" lirih Evan. Bau alkohol menyengat dari mulut lelaki itu.
"Aku – saya." Luci kebingungan untuk menjawab. Lengannya masih berada di dalam cengkeraman tangan milik Evan yang kekar itu.
Akhirnya Luci tidak bisa menemukan kata-kata lagi sebab di dalam pikirannya hanya terbesit bahwa setelah ini Evan akan memenjarakannya.
Satu hal yang mampu membuat Evan tersohor selain kekayaannya adalah karena sikapnya yang tegas dan cenderung bengis.
Dia akan menyiksa dan menghukum siapa pun yang mengusik ketenangan pengusaha itu.
Masih diingat Luci bagaimana berita tentang seorang remaja yang Evan penjarakan hanya karena tak sengaja menubruk kucing peliharaan Evan yang terlepas.
Remaja itu menubruk kucing tersebut sebab dia kehilangan kendali sepeda miliknya. Bahkan remaja itu juga mendapat luka-luka dalam kejadian itu.
Namun tanpa akal sehat Evan mendakwa remaja tersebut atas tuduhan penindasan pada hewan.
Sebab umur remaja itu masih di bawah perlindungan hukum, remaja tersebut hanya mendapat hukuman berupa sanksi sosial yakni membersihkan jalanan kota selama satu bulan penuh.
Kejahatan Evan tidak sampai di situ saja, Evan yang masih menaruh dendam pada remaja itu akhirnya mengutus beberapa orang untuk sengaja mengotori jalanan kota agar remaja itu mendapat pekerjaan sulit saat menajalani hukumannya.
'Bagaimana aku bisa lupa itu?' bisik Luci di dalam hatinya.
'Dan jangan bilang dia ingin menuntutku juga sebab aku hampir menyebabkan kecelakaan lalu lintas padanya?
Tapi apakah yang kulaukan barusan itu sudah masuk kecelakaan lalu lintas?' Luci menggigit bibirnya sendiri sebab terlalu takut.
Evan tidak berkata apa-apa lagi. Matanya yang tajam menukik itu membuka dan menutup berulang kali.
Lalu ia membuka pintu mobilnya dan keluar dari mobil. Tangan Luci masih berada di dalam cengekramannya.
Wajah Evan terlihat sayu mungkin sebab berada di bawah kendali munimuan keras.
"Kau, cantik juga, hek!" Evan berhenti saat cegukan melandanya. Tubuhnya yang tinggi dengan sempoyongan mendekati Luci.
Lalu ditariknya lengan Luci hingga membuat tubuh gadis itu membentur badan mobil hitam miliknya. Tubuh tinggi Evan merapat pada Luci. Sementara Luci berigsut dan mempersiapkan tinjunya.
"Jadi kau hek yang dimaksud nenek? Hek." Cegukannya masih sering mendominasi perkataannya.
"Yeah, hek, kamu memang cantik hek. Tubuhmu hek ah seksi juga hek." Evan memberi ruang diantara mereka sebab tangannya melambai dan membentuk pola di udara untuk mengikuti lekukan tubuh Luci.
'Sial!' maki gadis itu di dalam hati. Namun dia belum bisa lari.
Semua CCTV di jalan ini pasti sudah merekam kecelakaan itu. Plat mobil yang dikendarai Luci bisa dengan mudah ditemukan.
Belum lagi wajah Luci yang sudah terekspos.
Luci terdiam. Dia masih berpikir bagaimana caranya agar dia bisa keluar dari situasi ini. sebab Evan sedang mabuk.
Bisa saja dia tidak akan membiarkan Luci pergi dengan mudah.
Lalu jika mereka terlibat sedikit saja adu fisik di bawah CCTV semuanya bisa menjadi senjata Evan untuk menyeret Luci di dalam pengadilan.
Saat pikiran gadis itu mengembara ke mana-mana tanpa sadar Evan sudah memajukan wajah dan mengecup bibir Luci.
Gadis itu pun terhenyak. Ini adalah ciuman pertamanya. Sebuah ciuman yang dulu hanya ingin ia berikan pada Daniel – pacarnya. Namun betapa lancangnya Evan telah mengambilnya tanpa izin Luci.
Alhasi Luci memberontak. Gadis itu meninju perut Evan hingga membuat tuan kaya itu terpukul mundur.
***