Ini adalah pertama kalinya Melani melihat pria yang begitu tampan, yang membuat dirinya memandang Saga dengan pandangan terpana.
Dia mencengkram pelan legan Seto, dan bertanya, "Ayah, siapa dia?"
Seto menepuk lengannya dan dengan singkat memperkenalkan Saga pada putrinya.
"Melani, dia Direktur Utama Maheswara Corp, Pak Saga Maheswara. Dan yang disebelahnya adalah sekretarisnya, Nona Stella.
Melihat itu, Melani menatap Saga dengan ekspresi malu-malu dan berkata perlahan, "Salam kenal, Pak Saga."
Saga hanya melirik ke arah Melani singkat, lalu mengalihkan pandangan darinya, sama sekali mengabaikan Melani.
Suasana tiba-tiba menjadi sedikit memalukan, Stella melirik Melani dengan ekspresi tenang, dan tersenyum dengan canggung ke arahnya.
Sedangkan, Seto yang merasakan suasana di antara mereka menjadi lebih canggung, segera berkata, "Ah, Pak Saga. Kalau begitu, mari, kita pergi atas untuk berbicara."
Saga segera berjalan mendahului mereka menuju lift. Stella yang melihat tingkah Saga, segera menyusul pria itu. Sesampainya di sebelahnya, Stella berbisik padanya, "Apa tadi kau tidak terlalu keterlaluan pada Nona Melani?"
Saga menoleh dan berkata dengan tenang, "Kau tahu sendiri, kan? Hanya kau satu-satunya wanita yang kulihat."
Mendengar itu, kedua pipi Stella memerah dan merasa sangat malu.
Saga segera memelototinya dan memberi isyarat agar Stella tidak mengatakan apa-apa lagi.
Sedangkan, Melani yang berjalan di belakang Saga, matanya tertuju pada tangan kiri Saga yang terlihat aneh.
Saga memang sengaja melepas gendongan di tangan kirinya, karena tidak mau ingin terlihat lemah didepan orang lain.
Stella juga tadi agak protes saat Saga tidak mau memakai gendongannya, namun wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa dengan kemauan Saga.
Setelah beberapa saat, mereka sudah duduk di ruang tamu di kamar suite room
Saga dan Seto langsung membahas bisnis mereka dengan serius. Sedangkan, Stella hanya bisa terdiam dan tidak ingin mencampuri urusan Saga.
Dia menatap Saga yang duduk di sebelahnya dan berpikir jika pria itu terlihat semakin tampan saat sedang serius membicarakan sesuatu.
Melani, yang duduk di seberang mereka, juga diam-diam menatap Saga dengan pandangan penuh kekaguman.
Saga yang menyadari tatapan Melani padanya, menjadi merasa sangat tidak nyaman.
Stella yang menundukkan kepalanya, terkejut saat merasakan sebuah tangan besar menggem tangannya dengan lembut.
Dia tertegun dan menatap Saga dengan ekspresi heran karena Stella tidak menayangkan Saga akan melakukan hal itu di depan orang lain.
Kebetulan Melani melihat perlakuan Saga pada Stella. Dia tanpa sadar mengepalkan kedua tangannya, dan menatap Stella dengan ekspresi cemburu.
Sedangkan, Stella yang sedikit bingung mencoba menarik tangannya, tetapi Saga malah memegangnya dengan erat, bahkan mengelus-ngelus punggung tangannya.
Dia kemudian menyadari tatapan Melani padanya dan agak panik saat wanita itu menatapnya dengan kedua mata yang menyipit.
Sedangkan Melani, hanya bisa menahan kecemburuannya sambil mencengkram erat gaun merah mudanya.
Dia kemudian melihat cangkir teh yang berada di depan Stella, dan memiliki sebuah ide. Lalu, Melani diam-diam menendang mejanya.
Hal itu membuat cangkir teh di depan Stella terjatuh tepat di pahanya, yang membuat celananya basah.
Saat melihat itu, Saga dan Seto segera menghentikan pembicaraan mereka dan mengalihkan pandangan mereka ke arah Stella.
Melani kemudian menatap Stella dengan tatapan menyesal, dan dengan cepat meminta maaf. "Nona Stella, maafkan saya. Saya tidak sengaja."
Stella yang ragu-ragu dengan ucapannya, hanya menghela napasnya. Dalam situasi seperti ini, dia tidak ingin berdebat dengan wanita itu dan malah merusak suasana di antara merak. Jadi, Stella terkekeh pelan dan berkata, "Tidak apa-apa, tapi lain kali kau harus berhati-hati, Nona Melani. Meja ini sangat keras. Jika kau tidak sengaja menendangnya, kakimu akan terasa sakit."
Melani tertegun saat menyadari arti ucapan Stella, lalu membalas, "Terima kasih Nona Stella atas perhatianmu."
Sedangkan, Saga menatap Melani dengan kedua mata yang menyipit dan memandang wanita itu dengan ekspresi penuh kecurigaan.
Dia lalu mengalihkan pandangannya ke arah Stella, menatapnya dengan ekspresi khawatir dan bertanya dengan lembut, "Stella, apa kau baik-baik saja? Apa pahamu terasa panas?"
Melani yang tidak mempercayai perubahan emosi Saga, menatap pria itu dengan pandangan tidak percaya. Dirinya tidak tahu jika Saga juga memiliki sisi lembut seperti itu.
Dia segera menundukkan kepalanya dan berpikir tentang alasan Saga terlihat sangat menyukai Stella, sekretarisnya itu.
Pria itu memperlakukan Stella dengan lembut dan sangat perhatian pada wanita itu. Namun, Saga memperlakukan dirinya dengan sangat cuek. Hal itu membuat Melani sangat merasa cemburu pada Stella.
Sedangkan Stella kembali melirik Melani, dan berkata dengan lemah, "Tidak apa-apa, untungnya tehnya sudah dingin."
"Apa kau ingin aku menemanimu berganti pakaian?" Saga bertanya dengan penuh perhatian yang membuat Seto terkejut. Namun, Seto hanya terdiam, tidak berani mengatakan apapun.
Stella menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tidak usah. Kalian bisa melanjutkan pembicaraan kalian. Saya akan pergi ke kamar mandi dulu untuk membersihkan baju saya."
"Baiklah, jangan lama-lama" bisik Saga padanya.
Stella mengangguk, kemudian segera berdiri dan berjalan menuju kamar mandi.
Saat Melani melihat kepergian Stella, dirinya juga pamit pergi ke kamar mandi pada ayahnya.
Stella yang baru saja akan menyalakan keran, berhenti, saat menatap Melani yang sudah berdiri di sebelahnya.
Dia tersenyum dan menyapanya, "Nona Melani." Kemudian, saat melihat ekspresi muram di wajah Melani, Stella segera bertanya, "Nona Melani. Ada apa?"
Melani menatapnya dengan ekspresi kecemburuan, dan tersenyum sinis, lalu menjawab, "Nona Stella, kau memang benar-benar seorang sekretaris yang baik, tetapi aku penasaran, apa kau juga melayani Pak Saga di ranjang?"
Melani menekan kata "melayani" pada ucapannya.
Stella yang mendengar itu, tanpa ekspresi marah di wajahnya, menatap ke arah Melani sambil tersenyum dan menjawab, "Nona Melani, apa kau ini sebenarnya admin lambe turah?"
Melani mengernyitkan dahinya dan menatap Stella dengan ekspresi bingung.
"Apa maksudmu?" tanyanya pada Stella.
"Kau terlihat suka mencampuri urusan orang lain" jawan Stella sambil masih tersenyum.
Lambe turah adalah sebuah akun gosip instagram dimana mereka selalu memposting gosip dan kehidupan pribadi orang lain. Hal itu yang membuat Stella berpikir jika Melani adalah admin lambe turah karena wanita itu suka mencampuri urusan orang lain dan senang bergosip.
"Kau! Apa kau bercanda?!" Melani memandangnya dengan ekspresi kesal dan memelototi Stella.
Stella yang melihat itu, mendengus, dan menatap Melani dengan pandangan kaku, kemudian berkata, "Nona Melani, jika kau tidak memiliki sesuatu untuk dibicarakan denganku lagi. Aku pergi."
Saat selesai berbicara, Stella berbalik dan hendak pergi, namun Melani meraih tangannya yang membuat Stella kembali menoleh sambil mengangkat kedua alisnya.
Sedangkan Melani, menatapnya dengan kesal dan berujar, "Kau masih tidak boleh pergi!" Saat mendengar itu, Stella mencoba menarik tangannya, tetapi dengan kuat Melani menarik tangannya lagi.
"Apa yang ingin kau lakukan?" ujar Stella sambil menatap Melani dengan ekspresi kaku.
Melani menatap Stella dengan tatapan angkuh, dan berkata sambil tersenyum, "Stella, aku akan memberikanmu uang sebesar lima puluh juta. Tapi, kau harus meninggalkan Pak Saga. Aku berpikir jika kau tidak pantas bersamanya!"
Apa dia bercanda? Lima puluh juta? batin Stella sambil menatap Melani dengan pandangan tidak percaya.
Stella mengangkat alisnya karena terkejut, dan dia mencibir. "Nona Melani, wah! Anda sungguh dermawan sekali hingga mau memberi uang lima puluh juta."
"Nona Melani, wah! Anda sungguh dermawan sekali hingga mau memberi uang lima puluh juta" ujar Stella sambil tersenyum pada Melani.
Setelah berbicara, dia berhenti sebentar, dan perlahan berkata, "Sayangnya ... aku tidak tertarik dengan uangmu itu."
Stella tidak ingin berhadapan dengan Melani, jadi kembali berbalik dan akan pergi.
"Berapa banyak yang kau inginkan? Kau bisa menyebutkan harganya padaku!" ujar Melani tiba-tiba, yang membuat Stella berhenti. Kemudian, dia melanjutkan, "Aku memperingatkanmu. Jangan pikir kau bisa lolos dariku setelah ini. Aku akan memikirkan cara untuk segera menyingkirkanmu."
Stella menghela napasnya saat mendengar itu, dan karena tidak ingin berdebat dengan Melani lagi, dia langsung keluar dari kamar mandi, tanpa menghiraukan Melani.
Begitu dia masuk ke ruang tamu, Stella dapat mendengar suara Saga yang terdengar agak kesa.
"Pak Seto. Rahardi Corp telah bekerja sama dengan Maheswara Corp selama dua tahun. Oleh karena itu, Anda pasti sudah tahu aturannya dengan baik. Kali, ini saya tidak menyetujui permintaan Anda" ujar Saga di depannya.
Mendengar itu, Stella menegang sebentar lalu segera berjalan dan duduk kembali di sebelah Stella.
Pada saat ini, Melanie mengikuti Stella kembali ke ruang tamu dan masih merasakan kekesalan pada wanita itu.
Dia duduk di sebelah Seto dengan patuh, dan terus menatap Stella dengan kedua matanya yang menyipit.
"Pak Saga, apa Anda tidak ingin memikirkannya kembali ..." Seto juga berusaha memperjuangkan pendiriannya.
Sedangkan, Saga hanya terdiam sambil menatap Seto dengan tenang.
Stella yang mendengarkan mereka sedari tadi menjadi tahu apa yang tengah Saga dan Seto perdebatkan.
Seto tidak puas dengan pembagian keuntungan sebelumnya, meminta keuntungan lebih, namun Saga tidak menyetujui permintaan pria paruh baya itu.
Setelah sekian lama terdiam, Seto menghela napasnya, dan dengan enggan kembali berkata, "Baiklah. Pak Saga, kami akan melanjutkan bisnisnya sesuai dengan kontrak kita sebelumnya, tapi saya ingin menambahkan syarat. Saya sangat harap Anda dapat menyetujuinya kali ini."
Saga kemudian segera menjawab, "Katakanlah syaratnya."
"Saya ingin Anda memperpanjang masa kontrak kita menjadi dua tahun." Ekspresi Seto saat mengatakannya tenang, namun sebenarnya dirinya khawatir Saga tidak menyetujui persyaratan yang diajukan itu.
Saga menunduk dan tetap diam, tidak mengatakan sepatah katapun, yang membuat Seto semakin khawatir bila Saga akan langsung menolaknya.
"Baiklah" ujar Saga perlahan dan kembali menatap Seto.
Saat mendengarkan itu, Seto tidak bisa tidak tersenyum. Dirinya merasa sangat senang karena kali ini Saga menyetujui untuk memperpanjang kontrak kerjasama mereka. Pria itu lalu segera berkata, "Pak Saga, terima kasih. Senang bekerja sama dengan Anda."
"Saya juga senang bekerja sama dengan Anda, Pak Seto" balas Saga.
Saat mereka sudah kembali ke kamar hotel, Stella segera membantu Saga untuk kembali memasangkan gendongan di tangan kiri Saga.
Dia yang menyadari kerutan di dahi Saga, mendengus dan berkata, "Kau tahu tanganmu akan sangat sakit jika tidak memakai gendongan, bukan? Kenapa kau tidak mau memainkannya tadi? Dasar keras kepala."
Saat mendengar itu, Saga tidak marah, malah menatap Stella sambil tersenyum dan membalas, "Apa kau peduli padaku?" Stella berhenti sebentar, mendengus pelan, dan langsung menyangkalnya, "Siapa yang peduli padamu? Jangan merasa geer begitu."
"Oh, benarkah kau tidak peduli padaku, Stella?" goda Saga sambil terus tersenyum padanya.
Stella menunduk untuk menyembunyikan ekspresi kesal di wajahnya. Dirinya gemas dengan Saga karena pria itu terus menggodanya.
Tiba-tiba, bel pintu kamar mereka berbunyi.
Keduanya saling berpandangan, dan ada sedikit keraguan dan ekspresi heran di wajah mereka.
Stella kemudian segera berkata, "Aku yang akan membuka pintu." Kedamaian keluar dan berjalan ke arah pintu.
Saat dia baru saja membuka pintu, Stella melotot saat melihat Melani berdiri di depannya.
Sedangkan, Melani juga sama memelototi Stella.
Dia terkejut dan segera berujar dengan marah, "Kenapa kau ada di sini!?"
Stella tidak dapat menahan perasaan senang ketika dia melihat penampilan Melani yang marah, dan dengan sengaja menjawab, "Aku kan emang sekretaris Pak Saga. Apa ada yang aneh jika aku di kamarnya?"
Mendengar itu, Melani menarik napas dan menghembuskannya. Dia mengulurkan kedua tangannya dan mendorong Stella dengan agak kuat.Tanpa persetujuan Stella, dia berjalan langsung ke kamar, mencari keberadaan Saga.
Saga, yang mendengar sesuatu, segera berjalan keluar dari kamarnya dan terkejut saat melihat Melani.
"Pak Saga ..." Melani tersenyum dan merasa sangat senang saat melihat Saga, dia kemudian dan dengan cepat berjalan ke arah pria itu, lalu menatapnya dengan tatapan mendamba.
Ketika Melani melihat gendongan putih yang menutupi tangan kiri Saga, dia memandang pria itu dengan ekspresi ragu. Lalu menunduk dan melihat tangan kirinya yang tergantung, kemudian bertanya dengan nada cemas: "Pak Saga, tanganmu … kenapa? Apa tanganmu terluka? "
Melani kembali teringat dengan gerakan aneh tangan Saga di hotel tadi dan tidak menyadari jika tangan Saga sedang terluka.
Sedangkan Saga langsung mengabaikan pertanyaannya, dan segera bertanya dengan tidak sabar, "Nona Melani, Ada apa mencariku ke sini?"
Setelah mendengar itu, Melani mengingat tujuannya datang ke kamar Saga. Dia dengan cepat mengeluarkan sebuah kartu undangan merah dari dalam tasnya dan mengulurkannya ke arah Saga, sambil menatap pria itu dengan ekspresi malu-malu.
"Pak Saga, ayah saya mengadakan sebuah pesta perayaan dan saya datang ke sini untuk menyerahkan undangan ini ke Anda langsung."
Sebenarnya, ayahnya tadi ingin mengundang Saga secara langsung. Namun, setelah Melani mengetahui itu, dia membujuk ayahnya dan berkata akan menyerahkan undangannya langsung kepada Saga.
Sedangkan, Saga mengulurkan tangannya untuk menerima undangan itu, dan melihatnya sekilas.
Melihat reaksi Saga yang acuh tak acuh, Melani menggigit bibir bawahnya, dan mengumpulkan keberanian untuk bertanya, "Pak Saga, uhm … Apa … apa saya bisa menjadi pasangan Anda ke pesta nanti?"
Stella yang baru saja datang, tangannya langsung digenggam Saga. Dia langsung berkata, "Ah, maaf, Nona Melani. Sayangnya saya sudah memiliki pasangan untuk datang ke pesta."
Melani tertegun dan tidak lagi tersenyum saat mendengar itu. Dia menatap ke arah Stella dan merasa sangat cemburu. Namun, karena tidak ingin terlihat lebih memalukan lagi, dia tersenyum dan membalas, "Kalau begitu … baguslah Anda sudah memiliki pasangan. Saya pergi dulu." Kemudian, dia segera berbalik dan pergi dari kamar Saga.
Setelah Melani pergi, Stella menatap Saga dengan pandangan bingung, dan berkata dengan ragu, "Pasangan apa maksudmu?"
Saga menunjuk ke kartu undangan yang dipegangnya dan menyerahkannya ke Stella.
Stella segera mengambil kartu itu dan membacanya, kemudian kembali menatap Saga, lalu tanpa sadar bertanya: "Saga, apa kau memang sengaja membuat Melani bertambah kesal denganku?"
Saga menatapnya sambil tersenyum dan tidak mengatakan apapun.
"Bisakah aku tidak ikut pergi bersamamu ke pesta itu?" tanya Stella dengan ekspresi penuh harap.
"Apa maksudmu tidak mau pergi?" Saga balik bertanya.
Stella yang mendengar itu, menjatuhkan undangannya dan menatap Saga dengan ekspresi kesal.
Dia tadi dapat melihat ekspresi kesal Melani yang ditujukan padanya sebelum wanita itu pergi tadi dan Stella tidak ingin wanita itu bertambah marah kepadanya.
"Hm, sekarang ayo pergi belanja dulu" ujar Saga tiba-tiba.
Stella menatap Saga dengan kebingungan. "Memangnya apa yang mau kau beli?" tanyanya.
Saga tersenyum, mencubit pelan hidung Stella dan menjawab, "Sebagai pasanganku di pesta nanti, apa kau ingin berpakaian seperti ini?" Saga memdangan Stella dari atas ke bawah yang mengenakan kemeja dan celana bahan.
Jika di Jakarta, Saga pasti sudah mempersiapkan semua hal untuk Stella. Namun, dalam kesibukan kali ini, dia pada dasarnya tidak menyiapkan apapun, apalagi barang-barang untuk Stella. Jadi, Saga memutuskan untuk mengajak wanita itu pergi berbelanja agar Stella bisa memilih gaunnya sendiri.
"Tidak. Aku lelah dan ingin tidur" tolak Stella langsung.
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT