Download App
27.09% Bonoki / Chapter 42: Yang sebenarnya terjadi 3

Chapter 42: Yang sebenarnya terjadi 3

Keesokan harinya, dia terbangun dari tidurnya. Lalu dia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Seluruh tubuhnya terasa segar bugar, seperti terlahir kembali. Selesai membersihkan diri, sudah saatnya untuk melakukan aktivitas. Seperti membersihkan rumah, serta mencuci pakaian.

Tidak ada aktivitas supranatural yang dia alami. Semuanya terasa normal tanpa hambatan sedikitpun. Setelah mengerjakan pekerjaan rumah, kini sudah saatnya untuk menemui dua temannya di tongrongan, depan rumahnya.

Zuki dan Ferdi sudah menunggu sejak tadi. Mereka bersalaman lalu membuat secangkir kopi pagi. Sesekali ketika ada seorang wanita cantik melintas. Mereka bertiga menggodanya dengan seribu kata mutia. Kata itu tercipta secara spontan di benak mereka. Meskipun begitu wajahnya tetap pucat, bahkan dia seperti tidak bergairah untuk hidup. Pandangannya kosong selalu menatap ke bawah. Zuki menyadari hal itu, lalu dia pun bertanya.

Kemudian Syamsudin, menceritakan semua kejadian spiritual yang dia alami. Dimulai saat kejadian di bar hingga kemarin. Mereka berdua tidak mempercayainya, lalu menertawakannya seolah ia membuat sebuah lelucon. Berulang kali ia berusaha meyakinkan mereka, namun hasilnya negatif. Sehingga itu membuatnya sangat jengkel, lalu meminum kopi panas sekali teguk hingga habis.

"Sudahlah itu cuman dedemit, tinggal bacain doa langsung minggat dia," kata Ferdi.

"Lagian cuman dedemit, kalau ada kasih rokok. Terus ajak sebat bareng kita, lagipula dedemit mana bisa bunuh orang." Dengan wajah sombongnya.

"Iyah elu bener Zuki, dedemit mana bisa bunuh orang." Wajahnya penuh kebahagiaan tanpa dosa.

"Tapi aku bisa," sosok pemuda berjaket merah, pemilik dompet yang pernah dia curi sebelumnya.

Kedua matanya bolong, serta mengalir darah segar berbau amis. Kulitnya pucat dan terasa dingin ketika sosok itu menyentuh lehernya. Tiba-tiba kedua temannya, berubah menjadi sosok pemuda itu. Seketika dia teringat bahwa pemuda itu tertabrak sebuah truck bermuatan pasir. Meskipun dia tidak melihat kejadian sebenarnya, dirinya yakin bahwa pemuda itu telah mati. Sosok itu menjulurkan tangan ke arahnya, lalu dia pun berkata."

"Kembalikan dompet saya." Mengatakan hal itu secara berulang-ulang.

Jantungnya berdetak begitu cepat, keringat pun bercucuran, tubuhnya terasa berat, serta wajahnya semakin pucat. Dan akhirnya Syamsudin terbangun dari tidurnya. Lalu berjalan ke belakang untuk membuang hajat. Setelah itu dia membersihkan diri, serta mengerjakan pekerjaan rumah secepat mungkin. Selesai mengerjakan pekerjaan rumah, dia langsung pergi ke tempat dia bekerja. Sesampainya di tempat kerja, tak ada angin bahkan hujan, Sang Sopir langsung memecatnya.

Wajahnya terlihat ketakutan, keringat pun bercucuran tiada henti. Pandangannya tidak simetris saat melihat dirinya. Syamsudin penasaran lalu berjalan mendekatinya, lalu bertanya mengenai alasan mengapa dirinya di pecat. Sang Supir pun menggeserkan tempat duduk, lalu mundur secara perlahan.

Tiba-tiba supir itu terjungkal ke belakang, hingga kepalanya membentur sebuah ban milik sebuah bus di sampingnya. Spontan para penumpang melihat kejadian itu, mereka pun terheran-heran. Spontan Syamsudin pun turun lalu menolongnya. Supir itu langsung mendorongnya, lalu berlari sambil berkata.

"Pergi sana! Menjauh dariku!" Berlari sekencang mungkin, dengan wajah sangat ketakutan.

Beberapa orang, mengejar supir itu untuk dimintai keterangan. Semua orang menatap dirinya dengan berbagai prasangka negatif. Pandangan orang-orang itu membuatnya merasa tidak nyaman. Akhirnya Syamsudin pun pergi, lalu dia berjalan tanpa arah. Mencari kebahagiaan duniawi diatas penderitaan orang lain. Tak terasa hari sudah menjelang sore, namun dia tidak ingin kembali ke rumahnya. Sesekali dia ingin hidup tenang tanpa mengalami gangguan spiritual. Kemudian ia mengambil phonsel di sakunya, lalu menghubungi Ferdi.

"Hallo," Ferdi mengangkat telephon.

"Bro hari ini gue boleh nginep?"

"Boleh, tapi kenapa tiba-tiba?"

"Nanti gue ceritain, sekarang elu gak sibuk kan?"

"Ini baru sampai rumah kok, yaudah elu langsung ke rumah aja. Habis ini gue ajak Zuki buat ikutan nginep, sekalian kita nonton bola sambil bicarakan paket."

"Ok, gue kesana."

Setelah mendapatkan izin, Syamsudin langsung pergi ke rumah saat itu juga. Rumah Ferdi, berada di kawasan perumahan Morinasa, tak jauh dari pusat kota. Posisi rumahnya berada di perempatan jalan, dan dia hanya memiliki luas halaman 7 m, dan tinggi pagar sekitar 160 cm. Sesampainya di rumah, Ferdi duduk di bangku depan lalu menyambut kedatangannya. Mereka bersalaman lalu duduk di depan sambil mendengarkan cerita temannya.

Sejak tadi Ferdi terus saja membicarakan masalah pekerjaannya. Sebagai seorang teman yang baik, Syamsudin hanya bisa menyemangatinya. Disela pembicaraan mereka sempat menikmati, secangkir kopi hangat sambil menunggu tenggelamnya matahari. Secangkir kopi telah selesai dinikmati, Syamsudin meminta izin kepada tuan rumah untuk mandi. Tuan rumah pun mengizinkannya, akhirnya Syamsudin bisa langsung pergi ke kamar mandi.

Senang rasanya, bisa manikmati hari tanpa mengalami gangguan spiritual. Kehidupan normal seperti ini terasa seperti surga. Apalagi jika mendapatkan uang, dengan di temani berbagai gadis cantik. Sungguh kehidupan sempurna yang di impikan semua orang.Selesai mandi, dia menggunakan kaos merah berlengan pendek, serta celana pendek berwarna biru bergaris putih. Kemudian Syamsydin duduk berselonjor di ruang tengah. Lalu dia menonton acara TV untuk menghibur dirinya. Dua jam kemudian Zuki pun telah tiba.

Ferdi yang sedang menonton acara TV bersama Syamsudin, berdiri untuk menyambut kedatangannya. Pintu pun terbuka, lalu mereka berdua bersalaman, setelah itu saling merangkul masuk ke dalam. Kemudian dia teringat dua gelas kotor yang berada di luar, lalu Ferdi pun berdiri untuk mengambilnya. Dua gelas kotor sudah berada di tangannya, entah mengapa hari ini, kabut mulai menghiasi kawasan perumahan. Seketika suasana menjadi dingin, padahal kawasan ini bukanlah dataran tinggi.

Samping kanan para tetangga bersama lima orang lainnya, bermain gitar sambil menikmati secangkir kopi. Suasana ini pernah Ferdi rasakan ketika pergi ke puncak bersama temannya. Waktu itu kabut tebal menutupi kawasan puncak, suasana dingin khas pegunungan, mulai menusuk pori-pori.

Sungguh suasana yang sangat dirindukan. Mungkin kejadian ini hanyalah fenomena alam biasa. Jadi tidak ada yang perlu di takutkan. Selesai mencuci gelas Ferdi duduk di ruang tengah bersama teman-temannya. Acara sepak bola lokal telah dimulai, sudah saatnya bagi mereka untuk menyaksikannya.

Babak pertama telah dimulai, seluruh pemain melancarkan serangan. Mereka bertiga menyaksikan pertandingan itu dengan sangat serius. Kacang serta beberapa cemilan, turut berpastisipasi dalam pertandingan. Mereka menikmati cemilan sambil menikmati pertandingan. Tanpa sadar sebungkus kacang telah habis, lalu berganti dengan cemilan yang baru.

Tak terasa babak pertama telah berakhir, dan akhirnya kedua pemain memasuki ruangan, untuk bersiap menghadapi pertandingan babak ke dua. Kemudian mereka bertiga, mulai membicarakan mengenai alamat, orang yang memesan paket.

Setelah berdebat begitu panjang, akhirnya mereka menemukan alamatnya. Rupanya orang itu, berada di kawasan perumahan elit di pinggiran kota. Perumahan itu terkenal hanya di tempati oleh kalangan orang kaya. Sepertinya tempat itu cocok sebagai lokasi perampokan.

Tetapi itu nanti, sekarang mereka fokus untuk mengantar paket terlebih dahulu. Barulah mereka bisa menentukan rumah yang akan dijadikan terget operasi. Meskipun begitu wajahnya tetap pucat, bahkan dia seperti tidak bergairah untuk hidup. Pandangannya kosong selalu menatap ke bawah.

Zuki menyadari hal itu, lalu dia pun bertanya. Kemudian Syamsudin, menceritakan semua kejadian spiritual yang dia alami. Dimulai saat kejadian di bar hingga kemarin. Mereka berdua tidak mempercayainya, lalu menertawakannya seolah ia membuat sebuah lelucon.

"Itu bukan hantu, mungkin semua itu cuman imajinasi elu aja," kata Ferdi.

"Kalau ketemu bacain doa aja, nanti juga kebakar. Sekalian apinya kita pake buat sebat ha.ha.ha." Kata Zuki dengan tingkah yang sombong.

"Lagian elu cemen, sama setan aja takut. Gue nih kalau ketemu dedemit, setan, atau apapun itu pasti gue pukul wajahnya yang jelek." Memperagakan seperti memukul seseorang, dengan tingkahnya yang sangat sombong.

Seseorang mengetuk pintu, sebanyak tiga kali. Sepertinya ada tamu yang berkunjung, sebagai tuan rumah yang baik Ferdi berdanjak dari tempat duduknya, lalu menyambut Sang Tamu. Pintu dibuka. Berdirilah seorang pemuda berambut hitam belah dua, berjaket merah, celana jins biru dongker, serta sepatu hitam bertali putih.

Di belakang dia membawa sebuah tas punggung berwarna abu. Pemuda itu berkulit putih, hidung mancung, memiliki alis sedikit tebal yang simetris. Di belakang pemuda itu suasana kabut masih menutupi kawasan perumahan. Lalu Ferdi pun bertanya.

"Mas mau cari siapa?"

"Maaf saya ingin mencari yang namanya Syamsudin."

"Oh ada didalam mas, kalau boleh tau memangnya ada keperluan apa yah?"

"Cuman ingin meminta dia untuk mengembalikan dompet saya."

"Oh baiklah tunggu disini, biar saya panggilkan."

Ferdi pun masuk ke dalam. Sementara itu Syamsudin bersama temannya sedang serius menonton pertandingan sepak bola. Ketika mengambil sebuah cemilan, tanpa sengaja dirinya memegang sebuah uliran panjang. Kemudian dia mengambilnya, dan ternyata itu adalah sebuah rambut. Syamsudin tidak merasa curiga, dia mengira bahwa itu hanyalah sebuah kelalaian dari salah satu pegawai di tempat pembuatannya. Itu hal biasa terjadi pada setiap kemasan. Ferdi pun datang lalu menepuk pundaknya dengan cukup keras.

"Sepertinya skill mencuri milikmu telah turun," kata Ferdi.

"Maksud elu?"

"Ada temen elu nyariin di depan. Lagian elu ngambil dompet gak hati-hati. Cepet balikin, dari pada elu di bawa ke jalur hukum bisa berabe."

"Temen? Emang ciri-cirinya seperti apa?"

"Dia pake jaket merah, rambut hitam belah dua, celana jins, terus dia bawa tas gendong warna abu."

Seketika wajah Syamsudin menjadi pucat, badanya terasa berat, jantungnya berdetak begitu kencang. Kemudian Syamsudin memberitahu, bahwa pemuda itu adalah pemilik dompet yang dia curi, seberang terminal. Pemuda itu mengalami kecelakaan ketika berusaha mengejarnya. Ferdi pun tidak mempercayainya, lalu dia menarik tangannya untuk menemui pemuda itu.

Dan benar saja pemuda itu telah menghilang. Melihat hal itu Syamsudin semakin ketakutan, namun Ferdi menjelaskan, bahwa pemuda itu mungkin saja pergi, untuk menghadiri sebuah urusan. Kemudian Syamsudin masuk ke dalam, sementara itu Ferdi menoleh ke samping kanan. Disana hanya ada beberapa gelas yang tumpah, dengan sebuah gitar di atas bangku. Sepertinya para tetangga itu sudah masuk ke dalam rumah.

Wajahnya pun semakin ketakutan, lalu dia duduk tanpa memperhatikan acara pertandingan. Zuki pun terheran-heran mengenai kondisi temannya. Dia pun berteriak lalu memegang kedua bahu temannya, lalu memberitahu bahwa itu adalah hantu. Sepertinya dirinya sudah tidak warah, itulah yang di ucapkan oleh Zuki di lubuk hatinya.

Tiba-tiba perutnya terasa sakit, lalu dia meminta izin untuk pergi ke kamar mandi. Zuki pun pergi meninggalkan dua temannya. Kemudian mereka berdua kembali menyaksikan pertandingan. Di tengah acara pertandingan, mereka berdua mendengar suara gamelan. Gamelan itu membawa beberapa lagu jawa, ketika merayakan acara tertentu.

Mereka berdua merasa tertanggu dengan suara itu, lalu Ferdi keluar untuk mencari asal suara tersebut. Namun diluar tidak ada siapapun, lalu Ferdi pun masuk ke dalam. Setelah itu mereka berdua, kembali menonton pertandingan. Sementara itu Zuki sedang bertapa, sambil mengeluarkan potongan emas dari dalam tubuhnya.

Berdiam seorang diri dengan di temani berbagai imajinasi. Entah mengapa dia mencium aroma melati, lalu aroma itu berganti dengan bau amis. Zuki tidak memperdulikan hal itu, lalu dia melanjutkan tapa sambil memegang hidung. Tiba-tiba rambut misterius turun menutupi wajahnya. Spontan Zuki pun berlari ketakutan, tanpa menyiramnya terlebih dahulu.

"Setan! Setan!" Berlari tanpa menggunakan celana.

Potongan emas pun berjatuhan, akhirnya dari kamar mandi hingga ruang tengah, lantai telah dihiasi oleh percikan emas. Ferdi pun terkejut melihat temanya berlari tanpa menggunakan celana. Serpihan emas terjatuh di lantai, membuat pemilik rumah kesal.

Lalu dengan nada kesal, Ferdi meminta temannya untuk membersihkannya. Sementara Syamsudin tertawa degan wajah ketakutan. Satu jam kemudian listrik pun padam. Seketika suasana Ferdi menjadi sangat mencengram. Namun mereka bertiga berusaha untuk tidak memikirkannya.

Dan akhirnya mereka bertiga, memutuskan untuk tidur di ruang tengah. Kemudian mereka bercerita tentang hal menyenangkan sebelum tidur. Itu dilakukan agar suasana dirumah tidak terlalu mencengkram. Tiga puluh menit kemudian mereka pun tertidur. Suara gamelan serta tawa dari seorang wanita, membuat mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak.

Ada yang menutup telingah, bahkan ada yang menutup kepala dengan sebuah bantal. Kemudian Ferdi sedikit membuka matanya. Tampak seorang gadis, menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, kedua kakinya diselimuti oleh kain batik berwarna coklat, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Menari tarian jaipong dengan di iringi musik gamelan.

Wajahnya terlihat cantik, tanpa sadar Ferdi berdiri mengikuti gadis itu dengan diiringi tariannya. Selangkah demi selangkah Ferdi mengikuti gadis itu, dan tiba-tiba gadis itu pergi menembus dinding. Seketika wajahnya menjadi pucat, tiba-tiba dia mendengar suara tawa anak kecil. Kemudian dua anak kecil berambut panjang, berlari lalu menembus dirinya.

Dukk! Dukk! Dukk!

Suara dentuman misterius begema di atas loteng. Sementara itu Zuki yang sedang tertidur lelap, tiba-tiba terbangun ketika seseorang mengangkat kakinya. Namun tidak ada seorang pun yang memegang kakinya. Kakinya terangkat sendiri ke atas, namun dirinya merasa bahwa ada sosok tidak terlihat memegang kakinya. Setelah itu kedua kakinya terjatuh tergeletak diatas kasur.

Sementara itu dengan kondisi ekstream, dirinya berusaha untuk tidur. Di sisi yang lain Ferdi masih berada di ruang tamu. Berdiri seorang diri dengan di penuhi rasa gelisah dan ketakutan. Menatap kesana kemari, khawatir jika ada sesuatu diluar nalar muncul.

Tok! Tok! Tok!

Seseorang mengetuk pintu. "Di tengah malam seperti ini siapa yang datang?" Gumam perti terus menerus. Ferdi pun membuka pintu, dari arah atas tiba-tiba sosok pocong muncul di hadapanya. Seluruh kain yang menutupi tubuhnya di penuhi oleh darah. Wajahnya rusak, dipenuhi oleh daging, belatung, serta aroma busuk. Kemudian pocong itu mendekati wajahnya, sementara Ferdi terdiam. Jantungnya berdetak begitu kencang, kedua kakinya gemetar, serta wajahnya terlihat sangat pucat.

Tanpa sadar dia pun mengompol. Tubuhnya terasa berat, namun dengan rasa takut yang luar biasa, akhirnya dia bisa menggerakkan kakinya. Dia menutup pintu, lalu lari terbirit-birit. Setelah itu dia melompat ke kasur dan dia pun tidur dalam posisi tengkurap.

Kepalanya ia tutupi dengan sebuah bantal, dan dia tidak ingin beranjak dari kasur hingga matahari terbit. Melihat hal itu Zuki pun mengikutinya, lalu memejamkan mata hingga terbit fajar. Pukul dua pagi Syamsudin terbangun dari tidurnya, lalu dia berjalan seorang diri ke kamar mandi.

Selesai membuang hajat, dia berjalan kembali menuju kasurnya. Langkahnya terhenti oleh kehadiran sosok pocong. Berdiri mematung dengan tatapan dingin, serta aroma busuk menusuk hidung. Syamsudin pun berjalan mundur secara perlahan. Sedikit demi sedikit, berbagai sosok makhluk halus mulai menampakkan diri. Kedua kakinya gemetar lalu wajahnya semakin pucat. Kemudian secara kompak para makhluk itu berkata.

"Kembalikan dompet saya! Kembalikan dompet saya!" Mendekati Syamsudin secara perlahan.

Dan akhirnya dia pun tidak sadarkan diri. Tergeletak di dapur seorang diri, tanpa siapapun yang menemani. Keesokan harinya mereka bertiga bangun dalam keadaan pucat. Kedua mata mereka memiliki kantung hitam, kepalanya terasa pening, serta tubuh yang lemas.

Kejadian itu membuat luka mendalam bagi Sang Pemilik Rumah. Sebab baru pertamakali dirinya mengalami kejadian mengerikan di rumahnya sendiri. Biasanya suasana di rumah, terasa nyaman dan penuh kehangatan. Kini semuanya berubah tiga ratus enam puluh derajat. Entah apa yang sebenarnya terjadi, dia tidak mengetahuinya.


CREATORS' THOUGHTS
Tampan_Berani Tampan_Berani

Selamat siang guys, tetap jaga pola makan dan kesehatan. Guys jangan lupa komen, masukan, and power stone. Agar author semakin bersemangat dalam berkarya. Thansks!

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C42
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login