Download App
15.48% Bonoki / Chapter 24: Kemunculan Sang Ratu buaya

Chapter 24: Kemunculan Sang Ratu buaya

Sebelum melanjutkan perjalanan kembali ke rumah, kami mampir ke Rest Area Tol Cipali. Kebetulan sejak tadi aku menahan diri untuk membuang hajat, ketika sampai aku langsung pergi ke toilet umum. Selesai membuang hajat aku memberikan selembar dua ribu, kepada penjaga toilet di luar. Lega rasanya ketika aku bisa mengeluarkannya hingga tak tersisa. Andaikan beban di hati dan juga pikiranku, bisa keluar layaknya membuang hajat. Sayangnya untuk mengeluarkan hal itu, dibutuhkan waktu yang sangat lama. Kemudian kami menghampiri sebuah warung makan, untuk makan malam. Padahal jam baru saja menunjukan pukul lima sore, dua jam lebih awal dari sebelumnya.

Kulihat awan sudah mulai mendung, lalu kilatan cahaya mulai menyambar-nyambar. Sambil menunggu pesanan, aku menikmati secangkir teh tawar gratis di atas meja. Aku baru sadar bahwa ada lima anggota keluargaku, yang ikut menjemputku. Yang pertama adalah Papah, Mamah, adikku, ponakanku, dan terakhir adalah Nenek tetapi aku sering memanggilnya "Emih". Hari ini terasa berat sekali, seluruh tubuhku terasa hampa, pikiranku mulai kosong, dan pandanganku mulai kosong. Bahkan ketika kedua orang tua sedang berbicara denganku, aku tidak bisa menyimak apa yang mereka katakan. Menu makanan hari ini adalah nasi goreng kesukaanku, entah mengapa ketika aku mencicipinya rasanya terasa hambar.

Biasanya apapun jenis nasi goreng yang aku makan, pasti aku dapat menghabiskannya tanpa tersisa. Kini aku hanya mampu memakan sepuluh sendok saja. Tak terasa hujan pun mulai turun, seketika aku teringat ketika diriku sedang mengikuti MADABINTAL. Waktu itu aku dua kali berteriak untuk meminta pulang, bahkan ketika aku berada di asrama aku mengatakan hal yang sama. Sekarang aku sedang berada diperjalanan ke rumah, lalu setelah ini apa yang harus aku lakukan? Sementara teman-temanku diluar sana, memulai langkahnya untuk meraih impian. Rasanya diriku semakin tertinggal oleh mereka, sungguh lemah dan menyedihkannya diriku.

Tetesan hujan telah meredam kebisingan disekitarku. Ini adalah waktu yang pas untuk menikmati waktuku seorang diri. Dibandingkan diriku harus mendengarkan, percakapan mereka yang membuat pikiranku bertambah pusing. Lagipula mereka juga sama saja, selalu melihat apa yang terlihat, dibandingkan apa yang ada didalam.

Terkadang aku bertanya kepada diriku, apakah keputusan kali ini benar? Namun diriku sendiri tak mengetahuinya. Aku teringat sebelum diriku dijemput oleh keluargaku dikelas. Waktu itu suasana kelas sedang ramai, ketika mendengar gurauan dari Sang Pengajar.

Saat itu, aku sedang menulis surat untuk teman kelasku. Tak ada satupun dari mereka yang tau, kecuali sepupuku Yoga. Sebelum berangkat menuju akademi untuk terakhir kalinya, ia memintaku untuk menyapaikan kesan dan pesan, kepada teman-temanku. Namun karena terlalu menyedihkan sekaligus malu, maka aku hanya bisa sanggup menyampaikannya dengan sepucup surat. Lalu surat itu, langsung aku letakan diatas meja kelas ketika keluarga menjemputku.

Tiba-tiba Papah menepuk tanganku, sebanyak tiga kali lalu ia berkata.

"Jadi bagaimana, apa kamu ingin kembali ke akademi itu?" Tanya Papah.

"Tenang aja Fad sekarang kamu istirahat saja, kalau kamu ingin kembali mamah punya kenalan kok disana." Kata mamahku.

"Maaf bisakah kalian tidak membicarakan hal ini sekarang." Menatap kedua orang tuaku, dengan nada cukup tinggi.

Mereka berdua membuatku kesal, seharusnya ketika seorang anak sedang depresi, jangan terlalu memberikan banyak pertanyaan. Sebaiknya berikan sebuah motivasi, jika tidak bisa lebih baik diam. Seketika mereka berdua terdiam, lalu mengalihkan pembicaraan kepada ponakanku. Sekilas kulihat orang-orang yang berlalu-lalang seperti memandangiku. Mereka semua melihatku dengan terheran-heran, rasanya aku ingin cepat-cepat sampai ke rumah. Sesampainya dirumah mereka tetap saja, mengatakan hal yang sama. Secara logika itu adalah hal yang mustahil, apalagi berkas administrasi telah dituntaskan. Dan jika seandainya aku kembali, mungkin kehidupanku lebih sulit dari yang sebelumnya.

Lalu aku menolak tawaran mereka dengan keras, setelah itu diriku langsung memasuki kamar sambil berjalan sempoyongan. Dan akhirnya, aku memutuskan untuk mengurung diri, selama empat hari. Selama diriku berada didalam kamar, aku habiskan waktu untuk meratapi nasib. Terkadang diriku tertawa, menangis, bahkan berteriak sendiri tanpa sadar. Merasa terganggu, adikku melempariku dengan sebotol air mineral, hingga mengenai kepalaku. Kemudian ia berkata.

"Berisik lu, dari pada elu terus-terusan jadi beban mending mati aja!" kata adikku.

"Iya gue bakal mati, tapi gantian elu yang jadi beban keluarga selanjutnya bangsat!" ujarku dengan nada tinggi.

"Apa elu bilang?!"

"Itu telinga apa danging jadi? Sok berlaga tidak mendengar!"

"Yang beban itu elu bukan gue!"

"Emang apa kontribusi elu buat keluarga ini? Nyuci aja gak pernah apa lagi masak! Apagi menghasilkan duit!" Kataku.

Tiba-tiba Mamah mengetuk pintuku dengan keras, lalu ia meminta agar berhenti. Seketika kami pun terdiam, kudengar mamah memasuki kamar adikku. Setelah itu, ia memarahi adikku dengan intonasi tinggi. Dia kecewa dengan apa yang adikku katakan, sebagai seorang adik seharusnya memberi dukungan kepada kakaknya. Namun kenyataannya, ia malah menghinaku dan ia terus memojokkanku. Segitu bencinya ia kepadaku, sampai dia menolak keberadaanku sebagai seorang kakak. Setelah memarahi adikku, mamah mulai membujukku agar diriku keluar dari kamar. Tetapi diriku tetap pada pendirianku, berdiam diri sampai waktu yang menyuruhku untuk keluar.

Bahkan ketika aku ingin membuang hajat, aku masukkan air seni ke dalam botol. Dan ketika aku ingin BAB, aku masukkan tinja itu kedalam plastik hitam tebal. Saat malam hari aku menyelinap keluar, lalu mengambil makanan dan minuman sebagai persediaan dialam kamar. Kemudian aku membuang plastik dan ranjau saat keluargaku tertidur. Dua hari telah berlalu, aku pun bercermin pada lemari kaca. Wajahku terlihat pucat, mataku sedikit menghitam, dan rambutku yang acak-acakan. Sejak kemarin mamah terus saja mengetuk pintu, lalu membujukku agar keluar dari kamar. Terkadang bergantian dengan papahku, untuk membujukku.

Keesokan harinya tubuhku mulai muriang, kondisiku bertambah parah ketika aku mendengar, percakapan orang yang melintas sedang membicarakanku. Mereka berkata bahwa tindakanku adalah suatu perbuatan bodoh. Padahal mereka tidak tau apa-apa tentang diriku dan apa yang aku rasakan. Kebanyakan orang selalu mengomentari apa yang ia lihat, dari pada mencari tau kebenaranya. Spontan aku langsung memukul dinding, hingga tanganku memar. Untuk menghibur diriku, aku memutuskan untuk browsing sayangnya jaringan wifi telah dimatikan. Beruntung diriku masih memiliki sisa kuota, sehingga masih bisa untuk akses internet. Kulihat banyak sekali notifikasi masuk, mulai dari facebook hingga whatsapp. Rupanya itu adalah notifikasi dari keluargaku, mereka ingin agar aku segera keluar dari kamar. Mereka mereka merasa, karena tidak mendengarkan diriku sejak awal. Namun aku tidak memperdulikannya, lalu aku membisukan notifikasi hingga besok.

Kemudian aku membuka hordeng kamar, rupanya hari ini sedang turun hujan dengan lebat. Langit sangat gelap, kulihat kilatan cahaya mulai menyambar-nyambar menerangi gelapnya langit. Lalu aku pun kembali menutup hordeng, tiba-tiba aku merasa ada sosok berada disamping kiriku. Saat aku menoleh aku pun terkejut, rupanya sosok itu adalah seorang wanita cantik, ia menggunakan kebaya merah dengan motif bunga, selendang kuning, berambut panjang, dan menggunakan mahkota terbuat dari emas. Dia memiliki mata berwarna hijau, berkulit putih, dan berhidung mancung. Bentuk mahkota itu mirip sekali, dengan mahkota yang digunakan oleh karakter disney yaitu Cinderela. Sepertinya aku sedang berhalusinasi, lalu sosok itu memberi salam.

"Sampurasun." Membungkukkan sedikit badanya, lalu melebarkan kedua tangan sebahu sambil memegang selendang dari kedua sisi.

Dan akhirnya akupun sadar, bahwa ini bukanlah halusinasi lantas siapakah dia? Mengapa dia bisa berada disini, padahal pintu sudah terkunci dua hari lalu. Untuk memastikannya, aku beranikan diri untuk menyentuhnya. Dan ternyata tanganku menembusnya, kulihat tidak ada bayangan dilantai. Namun kali ini diriku tidak takut sama sekali, lalu aku membiarkannya melakukan apapun sesuka hatinya. Lalu sosok wanita itu berkata.

"Hmm.. sepertinya kedatanganku tidak tepat. Kulihat sejak tadi, aura hitam terus saja keluar dari tubuhmu. Jika dibiarkan itu akan mempengaruhi kesehatanmu. Baiklah sebagai hadiahnya, karena kau sudah menyelamatkan rakyatku aku akan membantumu. Katakan ada masalah apa?" Tannya sosok itu.

"Buat apa gue cerita ke makhluk jahat sepertimu."

Mendengar hal itu, ia menarik nafas lalu menghembuskan secara perlahan. Setelah itu ia tersenyum manis kepadaku. Lalu ia pun berkata.

"Tenang saja, aku bukan makhluk jahat seperti peminta tumbal dan lain sebagainya. Aku hanyalah seorang penguasa, yang ingin membahagiakan rakyatnya." Menyentuh dadanya, dengan tangan kanannya.

"Baiklah sepertinya, aku sedikit mempercayaimu. Jadi ada kamu kemari?"

"Aku tidak bisa memberitahumu dengan kondisi seperti ini. Sekarang begini saja, bagaimana kalau aku menghiburmu?"

"Menghiburku, apa maksudmu? Apa jangan-jangan kau ingin melakukan hal itu?" tannyaku dengan pikiran kotorku.

"Maksudku menghibur seperti memberikan motivasi, bercerita dan lainnya. Memangnya apa yang sedang kamu pikirkan dasar mesum." Menunjukku dengan wajah mesumnya.

Seketika wajahku memerah, lalu aku langsung membalikkan pandangan. Setelah itu aku memberikan seribu alasan, agar ia percaya bahwa aku tidak memikirkan hal kotor. Kemudian aku menceritakan semuanya, dimulai saat aku kelulusan hingga diriku keluar dari akademi. Kulihat ia pun duduk lalu ia meleluk kakinya, setelah itu ia melirik ke arahku sambil mendengarkan ceritaku dengan serius. Selesai bercerita ia pun berkata.

"Jadi begitu yah, setiap manusia pasti memiliki masa kelam. Bahkan makhluk sepertiku, juga memilikinya. Menurutku lebih baik kau nikmati saja prosesnya, lagipula masa depan tidak ada yang tau. Semua itu sudah direncanakan oleh Tuhan YME, jadi jangan bersedih. Berlarut-larut dalam kesedihan dan keputusasaan, itu tidak baik."

"Terus apa yang harus aku lakukan?"

"Jangan bertanya kepadaku, tetapi tanyakan kepada Sang Pencipta. Kau sudah lupa yah? Dialah yang menentukan garis takdir seseorag. Jika kau semudah itu melupakannya, lantas kepada siapa kamu selama ini kamu meminta? Dan apakah ibadah itu hanyalah sebuah ritual?"

Apa yang dikatakanya memanglah benar. Seharusnya ketika memiliki masalah, aku harus mencari dan lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bahkan bangsa Jin seperti dirinya berani menasehatiku secara langsung. Aku merasa saat ini, drajatku lebih rendah dihadapanya. Padahal aku adalah manusia, makhluk spesial yang diciptakan oleh Sang Pencipta. Tetapi mengapa aku tidak memikirkan hal itu, sungguh aku menyesalinya sekarang. Lalu sosok itu berkata.

"Yasudah tidak apa-apa, jangan murung seperti itu. Asal kamu bisa mengingat Sang Pencipta itu sudah cukup bagiku. Jadi ingat pesanku, apapun yang terjadi selain bernafas tetaplah berdoa."

"Terimakasih sudah menasehatiku, oh iya aku belum mempernalkan diri. Namaku Juliet."

"Perkenalkan namaku Kirana Pramaswaran, aku Ratu siluman buaya penguasa daerah sini." Berdiri, lalu bersikap seperti sebelumnya.

Kemudian aku pun penasaran tentang wilayah kekuasaannya. Sebenarnya dari mana sampai mana wilayah kekuasaanya? Lalu ia memintaku, untuk menujukkan peta wilayah Indonesia milikku. Setelah itu aku mengambil buku atlas, diantara tumpukan buku di antara dua lemari, setelah itu membukanya. Dia mulai menunjuk ke arah kota Bekasi hingga kota Cirebon, dan disini rupanya adalah ibukota kerajaan. Ternyata wilayahnya, hanya seperempat di wilayah Jawa Barat. Lalu ia sempat memberitahuku nama kerajaannya. Nama kerajaanya adalah Kaliwereng, nama itu terinspirasi dari aliran sungai dan serangga pengganggu, yang menghalangin penglihatannya. Begitulah asal muasal nama dari kerajaan tersebut.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C24
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login