Sejak tadi, Pradita hanya bisa menunduk sambil meremas cangkir kopi di tangannya. Ia ingin mendongak untuk menatap wajah Bara, tapi ia tidak berani. Seharusnya, ia jangan pernah menerima tawaran Bara untuk berbicara berdua dengannya karena hal itu hanya membuat Pradita tersiksa dalam ketegangan.
Berbeda dengan Bara yang tampak santai dan tidak tegang seperti Pradita. Pria itu telah berhasil mengendalikan rasa gugupnya. Sesekali Pradita melirik wajahnya.
Bara memang sangat tampan dan bahkan seratus kali lebih tampan dari tujuh tahun yang lalu. Tubuhnya tampak jauh lebih berisi. Garis-garis wajahnya tampak lebih tegas dan dagunya tampak ditumbuhi bulu-bulu halus, membuatnya tampak jantan dan dewasa.
Sorot mata Bara bahkan semakin tajam, membuatnya tampak mempesona sekaligus berbahaya di waktu bersamaan. Jika bibirnya tidak melengkungkan senyuman, maka wajahnya bisa terlihat galak.