Bara melebarkan matanya saat ayahnya berkata seperti itu. Ia mungkin tidak akan pernah menyebut Om Rinaldi sebagai om lagi dalam hidupnya. Pria ini adalah ayah kandungnya. Lantas, mengapa Bara diam saja dan menunggu hingga ayahnya yang berkata lebih dahulu?
Padahal, jika ia berkata seperti ini semenjak ia pulang dari Semarang, mungkin perasaannya akan sedikit lebih lega.
Ayahnya menatapnya dengan kejujuran yang terpancar dari matanya. Bara bisa paham alasan ayahnya tidak berani mengakui statusnya yang sebenarnya.
"Papa …," ujar Bara.
Ayahnya tertawa pelan. "Kamu sebut aku papa?"
Bara mengangguk. Ayahnya itu tampak senang sekali. Ada setitik air mata di pelupuk matanya.
"Makasih ya, Bara. Kamu adalah anak yang sangat baik. Papa janji akan menjadi ayah yang lebih baik lagi buat kamu." Ayahnya itu tersenyum samar.
Kepala Bara masih terasa pusing, jadi ia memejamkan matanya.
"Ah, kamu ini dari tadi belum makan. Ayo, makan dulu supaya badan kamu kuat!" seru ayahnya.