Download App
4.93% Farmakologi Cinta / Chapter 20: 20. Deal? Deal!

Chapter 20: 20. Deal? Deal!

Sepanjang jalan, Bara dan Pradita diam saja. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Bara fokus menyetir, sementara Pradita melihat ke arah jendela sambil memasang wajah cemberut yang kusut bagaikan baju yang belum disetrika.

Lama-lama Pradita pegal juga karena ia melihat terus ke samping tanpa mau melihat ke arah Bara. Ia jadi bosan. Jadi ia memutuskan untuk menyetel musik di radio. Bara malah melirik padanya.

"Kenapa? Gak boleh gua setel lagu?" tantang Pradita. "Bosen tau!"

Bara malah tertawa kecil. "Kamu itu ya kalau ngomong selalu aja nyolot. Kapan sih kamu ramah sama aku?"

"Gak akan pernah! Sampe gua nini-nini juga!" seru Pradita sambil kemudian ia mengertakkan giginya.

Pradita mematikan radio itu dengan kesal. Padahal tadi ada lagu kesukaannya.

"Kamu gak suka aku anterin pulang?" tanya Bara dengan suara kalem.

Pradita diam saja sambil mengerucutkan bibirnya.

"Kamu marah-marah terus sih? Aku kan cuman mau temenan aja sama kamu. Biar kaki kamu gak keram juga, tetep aja aku yang bakalan menang," ucap Bara terdengar sombong.

Pradita menyeringai pada cowok sok ganteng itu. Sebenarnya memang ganteng beneran sih, tapi Pradita menurunkan kadar kegantengannya karena sikapnya yang menyebalkan.

"Heh! Kalau mau adil, mending kita balapan ulang pas kaki gua udah sembuh," ucap Pradita dengan penuh percaya diri. Ia yakin bisa mengalahkan Bara jika kakinya tidak keram. Ia akan melakukan pemanasan dulu agar otot-ototnya lentur.

"Bilang aja kalau kamu mau berenang lagi bareng sama aku, ya kan? Seneng ya maen air sama aku?" Bara tersenyum manis sambil atanya melihat ke arah jalanan.

"Euuh!!" Pradita ingin sekali menjedotkan kepala Bara ke dasbor mobil, tapi ia masih punya hati. Ia tidak tega jika jidat Bara sampai benjol. Nanti para fans-nya ngamuk-ngamuk padanya.

Kan tidak lucu jadinya kalau seorang pelajar sekaligus model ternama mengalami memar di dahinya karena kelakuan seorang pelajaran perempuan yang terlalu aktif di dalam mobil.

"Boleh, Dit. Nanti kapan-kapan kita lomba lagi ya. Semoga nanti aku lagi yang menang. Sekarang ini, kamu harus ngikutin keinginan aku. Oke? Deal?"

Pradita menedesah sambil menggerutu. "Oke. Deal."

"Seminggu ya," imbuh Bara.

"Eeeehhh!! Enak aja lu! Gak mau! Sehari doang aja!"

"Gak bisa. Kamu tadi udah bilang deal. Pokoknya seminggu," ucap Bara bersikeras.

"Lu mau nyiksa gua ya? Lu mau bikin gua jadi babu gitu?!" bentak Pradita hardcore. Ia sulit sekali mengontrol emosinya yang meledak-ledak. Ia tidak mau sampai diperbudak oleh cowok menyebalkan seperti Bara.

Padahal awalnya ia senang sekali bisa pergi bersama dengan Bara, tapi ternyata setelah mengobrol dengannya dan melihat sikapnya, Pradita jadi sebal padanya.

"Gak juga lah. Ngapain aku jadiin kamu babu? Aku udah punya pembantu kok di rumah. Emangnya kamu mau jadi pembantu aku?"

"Ih amit-amit! Gak mau lah!"

Bara terkekeh. "Iya makanya. Aku cuman pengen kamu seminggu ini jadi pacar aku."

Seketika Pradita tersedak ludahnya sendiri. Ia terbatuk-batuk seperti di kolam renang tadi. Udara terasa panas dan menghimpit saluran pernapasannya. Pradita berusaha mengeluarkan ludah yang menyangkut di antara kerongkongan dan tenggorokannya, tapi tidak berhasil.

Matanya sampai berair dan mukanya merah sekali.

"Gila lu," ujar Pradita tercekat.

Bara menghentikan mobilnya ke pinggir jalan dan kemudian menyerahkan sebotol air minum pada Pradita. "Ini minum dulu."

Pradita menyambar botol minum itu dan meneguknya banyak-banyak.

"Gila lu, parah banget," gerutu Pradita sambil menyeka mulutnya.

Tiba-tiba, Pradita terkesiap sambil membelalakkan matanya. Ia baru sadar kalau ia sedang minum botol air minumnya Bara. Astaga! Gawat! Berarti bibirnya … telah … menyentuh … secara … tidak langsung….

Ia mengembalikan botol minum itu pada Bara. Jantungnya berdebar-debar sangat kencang hingga melompat ke tenggorokannya.

Bara malah terkekeh. "Kamu gak apa-apa?"

Pradita menggelengkan kepalanya. Bibirnya kelu, tak sanggup untuk mengucapkan kata apa pun. Dengan takut-takut, Pradita menatap wajah Bara yang ternyata memang tampan dan lumayan manis.

Ada bekas luka di dekat mata kirinya. Kulitnya tampak seperti yang mengkerut sedikit dengan warna kulit yang lebih terang dari warna kulit di sekeliling bekas luka itu. Pradita mengulurkan tangan dan menyentuh bekas luka itu dengan telunjuknya. Bara memundurkan kepalanya sedikit.

"Itu kenapa?" tanya Pradita.

Bara menegakkan tubuhnya dan kemudian memasukkan botol minumnya ke dalam tas. "Bukan apa-apa."

Pradita jadi merasa canggung. Untuk apa ia menyentuh cowok itu? Bara sendiri tidak ingin bercerita apa-apa. Ia jadi tampak seperti cewek yang suka pegang-pegang. Aduh bahaya.

"Kamu harus jadi pacar aku selama seminggu," ujar Bara mengulang permintaannya.

"Bar, lu gak usah aneh-aneh deh. Kita kan baru kenal. Lu ngapain nyuruh-nyuruh gua jadi pacar lu?"

Bara tersenyum miring. "Pokoknya gua gak mau denger alesan apa-apa. Lu harus bersikap manis sama gua di depan semua orang, supaya orang-orang pada tau kalo kita ini pacaran."

"Buat apa sih gitu-gituan?" protes Pradita. "Lu sama gua kan gak saling suka. Ngapain pura-pura pacaran?"

Bara menoleh padanya dan menatapnya tajam. "Kamu gak sportif ya. Kan kamu udah kalah dan kamu bilang deal tadi. Kamu mau disebut orang yang suka menjilat air ludahnya sendiri?"

"Ih amit-amit. Gak lah. Gua bukan tipe orang kayak gitu," sergah Pradita.

"Makanya. Gak ada tapi-tapian. Mulai sekarang, kamu adalah pacar aku." Bara tersenyum licik sambil mengangkat alisnya sebelah.

"Terserah lu!" bentak Pradita.

Pradita menggerutu sambil menggerundel sendiri. Mobil kembali melaju melewati jalan raya. Bara mengambil kaset dari dasbor dan memasukkannya ke dalam tape. Ia menekan tombol rewind agar kaset itu diputar balik hingga habis.

Setelah itu Bara menekan tombol play dan musik kesukaan Pradita berkumandang. Itu adalah lagu Dewatno yang sedang ngehits. Beberapa kali Pradita mendengar lagunya dari radio. Pradita bahkan pernah menelepon ke radionya untuk me-request lagu itu.

Pradita tidak punya cukup uang untuk membeli kasetnya Dewatno. Sebenarnya kaset bajakannya banyak dijual di depan-depan emperan swalayan, tapi ia ingin punya kaset yang asli. Dan, si Bara yang katanya sudah bisa mencari uang sendiri ini punya kasetnya.

Baiklah, kadar ketampanan Bara meningkat sedikit. Sedikiiiitt aja ya. Kalau banyak-banyak, nanti Pradita takut jika ia akan menyukai Bara.

Pradita bergumam menyanyikan lagu itu dengan malu-malu. Ia tidak ingin terlihat memalukan, meski sebenarnya urat malunya sudah putus sejak lama. Entah mengapa urat itu malam ini nyambung kembali.

Akhirnya, mobil pun tiba di depan rumah Pradita. Ingin sekali Pradita protes. Seharusnya Bara membawa mobilnya perlahan saja, supaya ia bisa mendengarkan lebih banyak lagu Dewatno.

Bara sudah memarkirkan mobilnya di depan rumah Pradita. Ia menengok ke arah rumahnya.

"Apaan lu liat-liat?"

Bara menoleh padanya. "Kamu gak akan nyuruh aku mampir dulu sebentar? Kasih aku minum gitu? Kenalin aku sama orang tua kamu?"


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C20
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login