Download App
100% Stolen Voices / Chapter 23: Deburan ombak

Chapter 23: Deburan ombak

Setelah mengetahui dengan jelas cerita tentang Deven dari Charisa dan Gogo

Anneth pulang ke rumahnya dengan perasaan campur aduk antara sedih, marah, bingung dan menyesal...

Ia membuka kamarnya, ia naik ke ranjangnya dan memeluk kedua lututnya sambil menangis, Deven... cowok yang dulu pernah mengisi hari-harinya dengan canda tawa, tidak pernah membuatnya sekalipun sedih harus mengalami hal menyakitkan dan menjalaninya seorang diri, penyesalan Anneth adalah tidak berada di sisinya saat itu semua terjadi.

Yang membuat Anneth paling terpukul adalah saat mengetahui Deven mau mengakhiri hidupnya, bagaimana bisa Deven menyerah begitu saja dengan hidupnya?, sementara banyak orang yang sedang berjuang untuk hidup...

Anneth mengambil hapenya dan ia melihat jejak digital saat Deven dulu menyanyi, suaranya begitu indah dan mampu menyentuh hati banyak orang, kenapa ia begitu mudah menyerah untuk bernyanyi?

Anneth mengusap air matanya, ia tidak boleh rapuh... ia harus kuat, ia harus membantu Deven kembali bernyanyi dan membuat Deven kembali untuk melawan ketakutan di dalam dirinya dan sementara Anneth mendengar suara Deven, ia terlelap karena kelelahan.

Anneth menuruti saran Charisa dan Gogo untuk tidak menganggu Deven selama UTS, bagaimanapun Deven harus fokus dengan kuliahnya...

Anneth juga harus belajar meskipun pikirannya dipenuhi ide-ide untuk membuat Deven bangkit dan tak ada satupun ide yang bagus karena semua ide itu sudah pernah digunakan oleh Charisa maupun Gogo dan tidak ada yang berhasil tapi kata Charisa

Hanya Anneth yang bisa membuat Deven bernyanyi lagi karena Anneth adalah orang pertama yang membuat Deven berani tampil lagi di panggung setelah sekian lama, kepercayaan diri Deven lah yang harus dibangkitkan.

Jadi hari itu mereka semua ke pulau seribu, Anneth, Deven, Charisa, Joa, Gogo, Nashwa dan Putri... Lifia bilang kalau ia akan menyusul dan memberi kejutan jadi disinilah mereka berada.

Laut biru, langit biru dan matahari terik membentuk siluet mereka di pasir putih yang bersih...

Semuanya tampak ganas melihat laut, semuanya melupakan umur mereka, mereka berlari ke arah pantai dan langsung bermain air hanya 1 orang yang tampak tidak tergoda dengan semua ini,

Deven...

Dengan kacamata hitam, kaos putih dan celana pendek cokelat dipadu dengan sandal jepit, ia hanya berdiri jauh dari air hanya beberapa kali menyunggingkan senyumnya yang sanggup membuat banyak cewek meleleh dan salah satu cewek itu termasuk Anneth

"Sok cool"

Deven menoleh ke arah Anneth "lo ngomong sama gue Neth?"

"Iya, katanya gak suka pake kacamata item... kayak tukang pijet" ledek Anneth

"Lihat-lihat momentnya dong" jawab Deven "ini khan lagi di pantai, kalau ke pantai ya pake kacamata item gak apa tapi kalau gak ada apa-apa ya kayak tukang pijet ntar kalau ada yang manggil 'bang, pijet dong' gue mati kutu, gak bisa mijet"

Mau tidak mau Anneth tertawa mendengar celotehan Deven

"Lo gak ikut anak-anak main air?" tanya Anneth

"Gak ah... kayak anak kecil aja main air" kata Deven "gue udah dewasa"

"Lo ngomong lo udah dewasa tapi model masih kayak klepon" kata Anneth

"Manis maksud lo?" tanya Deven sambil menahan tawa

"Iiihhh..." kata Anneth

"Hei kalian berdua... pacaran terussss, ayooo sini main" teriak Nashwa yang sudah basah kuyup menatap Anneth dan Deven

"Tuh lo dipanggil" kata Deven

"Kita dipanggil" koreksi Anneth

"Lo aja sana main, gue mau minum es degan aja daripada basah-basahan" kata Deven beranjak pergi tanpa mempedulikan Anneth yang menatapnya dengan sorot gelisah

Deven memang berubah banyak kalau Deven yang dulu pasti sudah berlari ke pantai dan menjahili siapapun yang bisa dijahili supaya bisa membuat semua orang ketawa tapi Deven yang sekarang lebih memilih menyendiri dan jauh dari semuanya.

Setelah berdiam diri agak lama akhirnya Anneth memutuskan untuk menyusul Deven yang mau minum es degan

"Eh... lo ngikut gue" kata Deven kaget ketika Anneth berjalan di sampingnya "gak ngikut anak-anak main air"

"Gue udah dewasa juga kali" kata Anneth

Deven nyengir "jangan minta traktir ya, gue gak bawa banyak duit"

"Gue tau kok kalau elo pelit" kata Anneth

Deven tertawa "iya deh, gue traktir"

Kemudian Anneth dan Deven duduk di ranting pohon yang memang dijadikan tempat duduk oleh penjual es degan dan bapak yang menjual es degan ternyata termasuk Annetherz dan minta foto sama Anneth, difotoin sama Deven dan dikasih es degan gratis pula

"Enak ya jadi artis, minum gak usah bayar" kata Deven "ntar lama-lama beli rumah juga gak usah beli, dikasih gratis"

"Memang ada yang mau ngasih rumah gratis?, rugi kali kalau rumah... ya bayar dong" kata Anneth

Deven hanya tertawa "jadi UTSmu gimana Neth?, sukses?"

"Gak tau gue, harusnya lumayan sih" kata Anneth

"Lo pasti gak belajar ya?, jawabannya gitu amat" kata Deven

"Belajar kok" kata Anneth "cuma gak bisa konsen aja"

Alis Deven terangkat bingung menatap Anneth "kenapa gak bisa konsen?, mikirin mau kesini ya?"

Anneth menggelengkan kepalanya "gue mikirin elo sampe gak bisa konsen dan tidur"

Deven langsung tersedak degan dan menatap Anneth "kok gue lagi yang disalahin?"

"Lo kenapa gak cerita sama gue tentang Laringitis?" tanya Anneth tajam

Ekspresi wajah Deven langsung kaku dan pucat, terdengar suara ombak dari kejauhan seakan memberi mereka jeda...

Jeda yang membuat mulut Deven keluh

"L-lo tau darimana?" tanya Deven terbata "Ucha sama Gogo?"

Anneth menggelengkan kepalanya "gue lihat lo di rumah sakit dan gue ngomong langsung sama dokter Richard"

Deven langsung memalingkan wajahnya ke arah es degan

"Jadi lo udah tau semuanya?" kata Deven

"Iya dan gue mau tanya, kenapa elo gak cerita ama gue tentang ini?" tanya Anneth dengan nada suaranya berubah tinggi

"Gue gak ngeliat ada penting'nya cerita ama elo masalah ini" kata Deven dengan suara datar

bahkan wajahnya pun tidak memperlihatkan emosi apapun

Anneth menarik lengan Deven sehingga Deven berbalik dan menatapnya "gak ada pentingnya gue tau masalah ini?, lo sampe hampir mati gak ada pentingnya buat gue?"

"Charisa dan Gogo yang cerita tentang ini?" tanya Deven kali ini baru terlihat marah, wajahnya memerah

"Gue yang maksa mereka" jawab Anneth "gue yang maksa mereka cerita semua ke gue"

"Oke... so masalahnya selesai sampe disini" kata Deven tiba-tiba berdiri dan berjalan pergi

Anneth ikut berdiri dan kemudian berlarian untuk mengikuti Deven yang berjalan sangat cepat

"Lo mau sampe kapan menghindari masa lalu elo Deven?, mau sampe kapan elo lari dari masalah???" teriak Anneth

Deven berhenti berjalan kemudian berbalik melihat ke arah Anneth, wajahnya terlihat ganas... wajahnya memerah lebih dari merahnya tomat rebus

"Gue... berjalan... ke... masa... depan... bukan menghindari masa lalu" kata Deven memberi penekanan pada setiap kata-katanya lalu ia berbalik dan berjalan lagi

"Lo itu gak berjalan ke masa depan, elo itu cuma berjalan di tempat Deven, lo gak maju kemana-mana" teriak Anneth masih berdiri di tempatnya "kalau elo berjalan ke masa depan, elo gak mungkin nyerah sama bernyanyi... elo gak mungkin takut sama diri elo sendiri"

Deven tidak menghiraukan Anneth dan masih berjalan menjauh

"Kenapa elo gak berani menghadapi diri elo sendiri?, kenapa elo takut sama diri elo sendiri??" Anneth masih berteriak

Deven menghentikan langkahnya berbalik menghadapi Anneth "lo tau apa yang lo omongin Neth?"

"Gue tau apa yang gue omongin" kata Anneth

Saat itu, di tepi pantai dengan pasir putih yang tampak seperti ratusan bintang terdengar suara angin dan suara ombak melebur menjadi 1

"Lo terlalu banyak mencampuri urusan hidup gue dan gue udah muak" kata Deven tajam

Lalu Deven-pun berbalik dan kembali berjalan sementara Anneth masih berdiri di tempatnya, menatap punggung Deven menjauh kemudian Anneth menatap ke arah laut... laut yang biru itu, biru sekali seperti perasaan Anneth sekarang, ia benar-benar tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi Deven

Anneth berjongkok karena kakinya terasa lemas ia tidak mampu berdiri sementara ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya... berusaha tidak menangis tapi air itu menetes di pelupuk matanya tanpa bisa ia tahan.


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C23
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login