Download App
99.73% RE: Creator God / Chapter 376: What Happiness Is [Part 1]

Chapter 376: What Happiness Is [Part 1]

[December 20, 2020: 07.38]

Ughhh, aku harus terbangun lagi, kenapa hari ini itu sangat membuatku begitu capek. Semaleman sampai jam berapa tadi aku sudah mengetik cerita begitu banyak buat pembacaku. Hanya saja aku tidak pernah tahu mereka sebenarnya membaca ceritaku secara keseluruhan atau tidak. Bahkan mereka memintaku untuk update saja tidak pernah. Lagi-lagi komen saja tidak, sudahlah aku tidak paham.

"Niershin sudah jam berapa ini? Katanya jam 8 harus berangkat ke sana."

"Akhh, iya juga, aku buru-buru mandi dulu dan mempersiapkan diri."

Ini kenapa sebenarnya aku cukup males bergadang malam-malam dan paginya harus ada sesuatu yang kulakukan. Hari ini sebenarnya adalah hari di mana aku mengikuti acara sekolah untuk terakhir kalinya sebagai pelajar SMA. Teman-temanku semua sudah berangkat mendahului aku jam tujuh kurang tadi. Namun karena aku mendapat izin untuk membawa mobil sendiri, jadi diriku tidak perlu mengikuti jadwal yang sudah ditentukan sekolah.

Dengan cepat aku bergegas bangun, mengambil pakaian ganti di lemari yang jaraknya hanya 5 langkah dari kasurku, lalu lari ke lantai 3 untuk mengambil handuk dan mandi kembali di kamar mandiku di lantai 1. Jujur struktur rumahku ini sebenarnya menyulitkanku karena di lantai 1 hanya ada kamarku, kamar mandiku, dan ruang tamu. Selain itu semuanya ada di lantai 3.

Daripada mengoceh lebih baik aku mandi cepat, makan, gosok gigi, dan memasukan barang-barangku ke bagasi mobil juga berangkat. Pada dasarnya seharusnya aku bisa dibilang terlambat, tetapi jangan salah soal kecepatan aku menyetir, di jalan tol naik 120 km/jam saja bukan masalah. Hanya saja mobilku ini mobil kecil yang keseimbangannya bermasalah kalau dibawa mengebut. Itu kenapa papaku memperbolehkanku untuk membawa mobil sport merah garang yang baru saja dibeli beberapa waktu lalu.

"Sudah selesai? Buruan makan nih, nanti sebelum berangkat bicara dulu dengan papa dan nonik dulu, jangan lupa."

"Iya, iya ma, udah tahu kok."

Terkadang aku malas juga mendengar ocehan mamaku, tetapi itu yang membuat seorang mama menjadi mama. Peringatan begitu membuatku ingat dan mengetahui bahwa orang tuaku masih peduli dengan keberadaan diriku. Yang membuatku sedih adalah membayangkan kalau semua orang pergi menjauh daripadaku dan membenciku. Itu semua adalah hal terakhir yang terbayangkan di otakku.

"Pink, brother go first okay?"

"Bye, bye brother, be careful, don't speed up too fast."

"Yeah, yeah, I know."

Adikku yang perempuan satu ini sama saja seperti mamanya yang suka memperingatiku. Cuma kalau sudah marah, diajak ngobrol saja sudah tidak ada harapan. Mendengarkan ucapanku juga tidak akan. Namun hidupku begini penuh warna, itu kenapa aku sering menumpahkannya ke dalam ceritaku sebagai author. Hanya ini yang bisa kulakukan untuk bisa mewarnai hidup orang lagi juga.

Setelah pamit ke papaku dan mama juga, aku akhirnya memasukan barangku semua dengan bantuan supir papaku. Sebenarnya supirku ini kalau disuruh kerja apa saja merangkup selain menjadi supir bisa saja. Jadi tukang kebun pun bisa, benar-benar tidak perlu membuang uang sama sekali.

"Wes kono, mangkat sek, telat entar, jo ngebut-ngebut."

"Iyo pak."

Keseharianku di rumah itu pakai tiga bahasa, Indonesia, Inggris, dan bahasa Jawa. Jangan katakan bahasa daerah itu tidak sopan, justru itu membawa kedekatan walau seharusnya dua orang itu tidak mungkin dekat karena hubungannya sebagai bos dan pegawai. Jujur aku suka dengan kehidupan seperti ini, menarik, hahaha.

"Lho mas e belum berangkat to?"

"Ya ini meh berangkat kok mbak. Tak tinggal sek ya?"

Memastikan semua barang sudah masuk dan tidak ada yang ketinggalan, aku menuju atas, ke lantai 1 lagi dan membuka lemari di kamarku sekali lagi. Dalam segala hal, cuma satu jaket ini yang mengetahui hidupku, satu jaket hitam penuh dengan debu, tetapi juga akan pengalaman.

Keluar dari kamarku, aku menemukan satu lemari putih lainnya yang terdapat semua kunci mobil di situ. Dengan cepat saja aku mengambil kunci mobil Porsche itu dan bergegas masuk ke dalamnya. Saat dinyalakan saja bunyinya sudah begitu kencang. Terkadang aku sampai takut kaca rumahku pecah hanya karena getaran knalpotnya.

"OK Google, set maps to Jogja and start it."

Memikirkan Google Assistant dan IAI juga ELISBETH yang kubuat dalam novelku, aku rasanya ingin mengembangkan kecerdasan buatan di dunia ini. Namun menjadi programmer itu bukan hal mudah, aku yang pernah menjadi programmer saat masih sekolah bersama teman-temanku sudah tahu semua sulit sampai ke seluk beluknya. Biarkan dunia berkembang sebisanya, aku hanya menikmatinya nanti.

Karena tidak ada lagi yang tertinggal, aku mengeluarkan mobil ini dari garasi dan menginjak gas menuju perhentian pertama yaitu tempat yang kuketahui sebelumnya. Kata pengurus sekolah, ini adalah tempat kita nanti bertemu. Mereka memintaku untuk berhenti dulu supaya nanti ada yang bisa diurus sebentar. Tidak keberatan akan hal itu, tentu saja aku mengiyakan.

[December 20, 2020: 09.13]

Sebenarnya walau aku sudah pernah ke mari, aku kelupaan bahwa jalan di sini itu rusak karena belum menjadi jalan aspal. Makanya aku perlu pelan-pelan dan berhati-hati atau mobil papaku ini bisa rusak nanti. Saat sampai, aku memakirkan itu di situ dan keluar mencari tahu ada siapa di sini. Soalnya saat aku datang dan memakirkan mobilku, aku tidak melihat ada bus yang membawa semua teman-temanku.

Aku bahkan sempat salah masuk masjid karena tidak melihat dan terlalu fokus mencari tahu. Namun saat sedang berputar-putar setelah beberapa waktu kemudian, aku menemukan guru pengurusku yang adalah wakil kepala sekolah. Karena aku suka membuat koneksi dengan para guru, aku bisa mendapatkan izin dengan mudah, benar-benar enak bukan?

"Ah bu Synthia!"

"Lho sudah datang, padahal ibu kita Niershin akan datang lebih nanti. Ya sudah ikut ibu sekalian sini berkumpul dengan yang lainnya."

"Baiklah."

Oh ya, sebelum sampai di sini, mamaku menelpon sekali lagi tadi untuk memastikan diriku. Mamaku tepat menelpon saat aku sedang menghadapi jalan rusak itu. Sekalian saja aku menjelaskan rasanya aneh melewati jalan ini karena aku tidak pernah lewat di sini. Mama bilang aku berhati-hati saja dan ikuti Google Maps yang ada.

Saat aku mengamati lingkungan sekitar sambil tetap mengikuti wakil kepala sekolahku, aku mendapati tempat ini sebenarnya sangat asri dan udaranya segar. Bukan tempat yang salah untuk berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalanan.

"Lahh, ternyata di situ toh busnya, pantas saja aku tidak melihatnya tadi saat memakirkan mobilku."

"Memangnya Nier memakirkannya di mana?"

"Di depan masjid sih tadi, kukira itu tempat parkiran."

"Oh memang iya, tetapi di situ tidak muat untuk parkir bus kita yang jumlahnya ada 4, jadi diparkirkan sini saja."

"Pantas saja, begitu ceritanya ternyata."

Aku dan bu Syinthia menuju suatu gedung yang jaraknya hanya 5 menit berjalan dari tempat kami bertemu tadi. Kelihatannya bu Synthia ingin melanjutkan perjalanan lagi, jadi meminta semua orang untuk cepat bersiap di setiap ruangan yang disediakan.

"Oh ya, Nier sudah makan bukan?"

"Sudah sudah kok bu, tidak perlu khawatir."

"Yang lain soalnya belum makan dan mandi, jadi kita berhenti di sini dulu."

"Pantas saja, aku datang ke sini secepat kilat, tidak membuang waktu sama sekali."

Memasuki ruangan pertama, aku terkejut betapa banyak orang yang ada di sini. Ruangan ini meluas memanjang ke belakang. Kira-kira di sini ada puluhan orang ya katakan saja 40 sampai 50 orang ada, laki perempuan. Mereka semua sedang makan rupanya. Ya tentu saja, tetapi aku tidak mendapati teman-teman dekatku ada di sini.

"Lahh Nier sudah datang rupanya, cepet juga."

"Lhoo ada Kelvien, Maco, dan Rieco. Tentu dong, ngapain harus lama-lama."

"Yokk, semuanya buruan ya, kita harus cepat selesai dan berangkat lagi kalau sudah selesai makan. Oh ya Nier, tunggu di sini sebentar, lima menit lagi keluarlah menemui ibu di luar nanti."

"Baik bu."

Membuang waktu, aku berbicara dengan teman-temanku. Walau sebelumnya aku bilang laki dan perempuan semua ada di sini, mereka memisahkan diri menjadi dua. Laki di sebelah belakang ruangan, dan yang perempuan lebih dekat dengan pintu ruangan ini. Saat tepat lima menit yang dikatakan bu Synthia habis, aku pamit dengan teman-temanku yang ada di sini dan melangkah menuju ke wilayah semua perempuan.

"Eittss, Nier mau pergi ke mana?"

"Ya keluar lah, udah minggir-minggir, hush, hush."

"Semuanya!!"

Semua perempuan ini mengusikku dan mengerjaiku, bahkan saat aku mau keluar, mereka membuka jalan kepadaku. Namun begitu aku ingin keluar dengan membuka gagang pintu, mereka semua menarik diriku ke belakang lagi. Benar-benar kelakukannya.

"Apa yang kalian lakukan? Aku harus menemui bu Synthia."

"Yahh, dia masih memegang gagang pintu dong."

Walau aku masih tertahan mereka, pintunya sudah kebuka dan tepat di depan mataku ada bu Synthia yang sudah menungguku. Tentu saja aku meminta bu Synthia untuk membantuku bicara kepada teman-teman perempuanku ini yang menahanku. Saat bu Synthia yang bicara, tentu saja semuanya langsung melepaskanku.

Namun karena tiba-tiba aku hampir kehilangan keseimbangan dan tersandung dengan salah satu kaki teman perempuanku. Untung saja aku dapat menghindari teman perempuanku yang lainnya lagi yang tepat di bawahku. Hei sebagai penulis fantasi, aku tidak butuh romansa dalam hidupku.

"Awas ya kalian lain kali, usil."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C376
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login