Download App
100% Hesitate / Chapter 12: Ciuman pertama

Chapter 12: Ciuman pertama

[Dion]

Aroma bayi yang kuhirup terasa berbeda kali ini, rasanya memabukan membuatku merasa nyaman seperti dipelukan ibu. Aku mengeratkan pelukanku, mendusal wajahku pada sesuatu yang lembut, menghirup dalam-dalam sembari mendengar alunan suara yang memanggilku seperti lullaby. Panggilan itu semakin lama semakin jelas, terdengar seperti seseorang yang kukenal. Tapi siapa?

"Dion... bangun. Be-berhenti! Kamu membuatku geli."

Geli? Apa yang geli? Aku masih mendusal wajahku dengan mata terpejam. Aku suka aromanya yang harum. Tapi suaranya semakin mirip seseorang, siapa sih? Suaranya kaya Luna.. Luna? Tunggu... membuka mata dengan cepat aku terlonjak mendorong tubuhku sendiri hingga jatuh dari sofa.

"Aduhhh kutu sakit!!!" Teriakku ketika kepalaku membentur ujung meja. Aku mengusapnya, sementara Luna terlihat panik meraba pundakku.

"Dion sakit? Apa yang terbentur?" Tanyanya cemas, salah satu tanganku menggenggam tangan Luna. "Gapapa Na gapapa. Cuman kebentur dikit."

"Apanya?"

"Kepala, tapi udah gak sakit. Cuman pusing sedikit bekas mabuk semalam mungkin" jawabku sambil bangkit lalu kembali duduk disamping Luna. Kini wajahnya menghadapku, kasihan dia kelihatan cemas banget, lagian kambing banget pake acara jatoh, bikin malu negara api aja. Tiba-tiba Luna menangkup wajahku dan mendekatkanku ke wajahnya. Seingatku ini kedua kalinya kami sedekat ini, tadi sebelum kembali tidur dipangkuannya perempuan itu juga mendekatkan wajahnya seperti ini. Gak tau aja ini efeknya bikin jantung degdegan. Sengaja biar kena serangan jatung apa?

"Bagian mana yang sakit?" Tanyanya, dengan bego aku menunjuknya dengan jari telunjuku. Lupa aing! Lunakan gakbisa lihat, jadi aku menggiring tangannya di kening atasku.

"Disini.~" Najis Dion... kaya bocil ngadu abis jatoh!! Luna terkekeh cantik banget, dia semakin memajukan wajahnya. Aku semakin berdebar karenanya, ini kenapa sih? Kenapa jadi berdebar gini elah?? Aku memejamkan mataku saat kupikir yang tidak-tidak tapi setelah merasakan hembusan di sudut kening, aku membuka mata dan ternyata Luna tengah meniup bagian keningku yang sakit.

Ya Tuhan Luna. Istri gue cantik banget... aku terus memujinya juga terlalu fokus pada bibirnya yang terus meniup keningku. Entah atas dorongan apa, setan mana yang lewat terus mampir, dorongan untuk mencicipi bibir Luna semakin besar. Aku penasaran, ingin tahu bagaimana rasanya berciuman dengan seorang wanita. Apakah rasanya sama? Saat aku melakukannya dengan Ray? Perlahan aku mendekat, semakin maju sampai akhirnya aku bisa merasakan bibirnya yang lembut. Bibir kami hanya menempel, Luna menghentikan tiupannya. Ekspresinya terlihat sangat terkejut.

Meski begitu, dia hanya diam tak bergerak, mungkin terlalu kaget, tapi dia terlihat menggemaskan. Aku tersenyum tipis, memiringkan wajahku perlahan. Aku belum puas hanya menempelkan milikku di bibirya, rasa ingin mencecap semakin besar. Aku benar-benar ingin merasakannya, bagaimana rasa bibir yang lembut ini, apakah terasa manis? Tidak tahan hanya menempel maka tanpa keraguan aku mulai melumatnya, secara perlahan bergantian bibir atas dan bawahnya. Rasanya manis! Ini... ini.. terasa nikmat dan berbeda. Bibir Luna benar-benar lembut.

Tangan kananku memeluk pinggangnya, sementara tangan kiriku menekan pelan tengkuk Luna guna memperdalam ciumanku. Awalnya Ciuman ini hanya sepihak, Luna tidak membalas dan aku tidak peduli, aku hanya ingin mencecap seluruh isi mulutnya. Tapi ketika dia mulai membalas, ribuan kupu-kupi seperti berterbangan dalam perutku. Luna tidak bisa berciuman, dia hanya membalasku dengan bibir bergetar, tapi sekali lagi aku tidak peduli, kurasa hanya perlu melakukan beberapa kali, aku yakin dia dapat memuaskanku. Gila! Aku tidak pernah membayangkan hal ini, aku bisa berhasrat tinggi hanya karena sebuah ciuman. Aku semakin tidak dapat menahan diri, kubaringkan tubuhnya perlahan diatas sofa. Tanganku mulai mengusap pelan lengannya, dan ciuman kami semakin panas.

Saat Luna menepuk lenganku pelan, dengan terpaksa aku melepas ciuman kami. Aku tersenyum melihat dia yang terengah kehabisan nafas. Damn! Ini menyenangkan, apalagi melihat wajah Luna yang memerah.

"Ini belum seberapa Luna. Kamu bilang ingin merubahku. Hmm?" Tanpa perlu menunggu jawaban aku kembali menciumnya, kembali melepasnya untuk mencium lehernya yang putih. Kami hampir saja lepas kendali, maksudku aku, ketika suara ibu tiba-tiba saja mengagetkanku dan refleks membuatku menjauh dari Luna.

"Oh Shit!!! Ibu!!!" Teriaku tanpa sadar, ibu menutup wajahnya sembari terkekeh.

"Ya ampuuun!!!!! Ma-maaf sayang, ibu... ibu gak tahu kalian.... aduh gimana ini Dion? ah sudahlah kalian lanjutkan saja. Ibu pergi lagi." Katanya berlalu begitu saja, meninggalkan kami dalam kecanggungan yang bodoh. Luna telah duduk menjauh diujung sana sembari menundukkan wajahnya yang memerah. Ah sialan!!!! Aku mengusap wajahku. Ibu merusak suasana!!

Kini kami telah berhadapan kembali, setelah kejadian memalukan tadi, aku duduk berseberangan dengan Luna di meja makan. Tidak ada hal apapun yang terjadi setelah kami kepergok ibu bermesraan. Aku bahkan meninggalkan Luna, berkata padanya ingin membersihkan diri tanpa mengatakan sepatah katapun tentang ciuman kami. Terlalu malu gila! Jangankan bertanya untuk sekedar basa basi dan berlama-lama disana saja rasanya seperti berada di kuali yang dibakar, rasanya panas dan tidak tahan ingin cepat keluar.

Dan Ibu benar-benar meninggalkan kami. Beliau tidak kembali lagi hanya mengirim pesan untuk mengatakan bahwa beliau menantikan seorang bayi. Apanya yang bayi? Tadi saja mungkin aku hanya khilaf, eh khilaf? enggak bego! Apanya yang khilaf aku bahkan tidak bisa berhenti memandang bibirnya yang merah merekah. Arghhh kenapa jadi gini sih? Masa iya aku berubah secepat itu? Aku bahkan seperti berperang dengan diriku yang lain. Sebagian mengatakan padaku untuk berhenti tersesat namun sebagian lagi meyakinkanku bahwa aku hanya mencintai Ray.

Ah ya Ray! Brengsek, dia tidak ada di apartemennya tadi malam. Aku yang ingin bertemu dam meminta penjelasannya malah harus pulang dengan tangan kosong. Mungkin benar, perasaanku setengahnya lagi kini bukan milik Ray.

"Dion?" Aku tersentak dari lamunanku karena panggilan Luna.

"Ya?"

"K-Kamu kenapa? Kok diem aja?" Tanyanya gugup, meski begitu dia kelihatan jelas mencoba mengabaikannya. "Gapapa, aku cuman lapar."

"Lapar? Di meja ini ada makanankan? Bu Siti tadi yang memasaknya. Kalau lapar kenapa gak dimakan?"

"Aku gakmau makan ini Luna." Luna mengernyit tampak kebingungan.

"Terus mau makan apa?"

"Kamu!"

"Hah?" Luna terperanjat begitupun aku.

"Hah? Ma-maksudku, aku mau makan makanan yang kamu rekomendasiin Luna." Ya Tuhan... kata apa yang paling pas untukku Tuhan selain kata bego? Kudengar bu Siti yang tengah merapikan pantry terkekeh. Sumpah rasanya malu banget sampai kaya pengen copotin kepala, terus disembunyiin dimana kek yang gak kelihatan orang.

"Saya paham Tuan muda, namanya juga pengantin baru." Bu siti mengatakannya sembari terkikik kemudian meninggalkan kami berdua. Fix ini sudah sangat memalukan, aku mengusap wajahku untuk kesekian kali. Tapi melihat wajah Luna yang memerah hingga telinganya, rasanya terbayarkan bertindak bodoh seperti ini.

"Bu Siti emang suka sok tau. Sudah Luna jangan dengarkan, aku makan ini saja."

"O-oh oke kalau gitu. Selamat makan Dion." Katanya sembari tersenyum manis. Kalau boleh, aku ingin terus melihatnya tersenyum seperti itu. Rasanya menenangkan sekaligus membahagiakan. Aneh, hari ini terasa aneh untukku, hanya dengan senyuman, oh jangan lupakan juga karena ciuman aku bisa merasa sangat bahagia. Dan karena aku tidak ingin kehilangan momen ini, Kuraih ponselku, lalu memotret pemandangan paling indah yang pernah kuihat diam-diam. Menatap hasilnya yang bagus aku merasa sangat puas, Luna akan terlihat cantik dari sisi manapun..

"Ya Luna. Ini kamu makan juga." Aku menuangkan beberapa lauk tambahan ke piringnya. "Biar cepet gede." Luna terkekeh suaranya terdengar renyah. "Terima kasih Dion." Aku tersenyum tipis.

"Dion?"

"Ya?"

"Eung, Lukanya... semalam habis bertengkar?" Menghentikan kunyahanku, aku mengangguk. "Hmm. Biasa laki-laki."

"Kamu baik-baik ajakan? Maksudku ada sesuatu yang mengganggumu?" Aku diam, ada! Tentu saja, perkataan triplek hidup itu sangat menggangguku. Aku tidak akan puas jika belum bertemu dengan Ray.

"Ah maaf Dion, kamu tidak perlu mengatakannya. Maaf aku lancang." Kata Luna merasa bersalah saat aku hanya diam saja. Aku menggelengkan kepala, "Bukan begitu, memang ada yang menggangguku. Tapi aku masih harus memastikannya lagi. Tidak apa-apa Luna. Ini bukan masalah besar." Ya seharusnya memang begitu. Aku harus percaya dengan Ray. Setelah Luna mengerti bahwa aku tidak ingin membahas terlalu jauh masalah ini, kami tidak membicarakan apa-apa lagi dan sibuk menyantap sarapan kami. Yah setidaknya rasa canggung setelah ciuman itu sudah hilang.

***

Plin-plan bangetkan si Dion tuh? 😂😂


Load failed, please RETRY

New chapter is coming soon Write a review

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C12
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login