Download App

Chapter 3: Sebuah Misi

Galang mengulurkan garpunya dan menunjuk sepiring udang di depannya. "Kenapa tidak dimakan?" Luna melihat bahwa itu adalah sepiring udang, dan berkata tanpa berpikir, "Aku tidak menyukai udang."

Pria itu hanya diam menatapnya.

Galang heran. Luna itu sangat suka dengan udang, bahkan dia selalu makan udang setiap kali gadis itu makan, dan saat ini dirinya mengatakan bahwa dia tidak suka udang!

Galang meletakkan sendok dan garpunya, kemudian menyilangkan tangannya di atas meja makan, dan matanya tertuju pada Luna.

Saat Gisella dipandang oleh pria itu, dirinya menjadi gugup.

Setelah makan dengan canggung, dia meletakkan sendok, garpunya, dan berkata, "Paman, aku sudah kenyang."

Pria itu hanya berkata, "Naiklah dulu."

Setelah selesai berbicara, Gisella bangkit dari duduknya dan naik tangga menuju lantai atas.

Galang duduk dengan tenang di meja makan untuk waktu yang lama, lalu berdiri dan berkata, "Bibi, bereskan semua ini."

"Baik, Tuan." Bibi Emi yang merasa terpanggil keluar dari dapur dan mulai membereskan meja makan.

Wanita itu juga sudah curiga dengan Luna.

Ada apa dengan Nona Muda hari ini? Dia pulang dengan basah kuyup, berpakaian 'normal', dan tidak bertengkar dengan Tuan Muda.

Pada hari biasanya, dia juga memakan udangnya sampai habis, tapi sekarang Nona Muda bahkan tidak menyentuh udangnya sama sekali.

Namun, Emi tidak berani mengatakannya langsung pada Galang, karena takut pira itu akan malah marah padanya.

Sedangkan, di lain tempat, tepat setelah Gisella mandi dan hendak pergi tidur, dia mendengar ketukan di pintu dan membuka pintu untuk melihat bahwa itu adalah Galang.

Gadis itu juga sudah mendengar dari Hilman jika, 'Luna' dan Pamannya bertengkar hebat kemarin.

Dia bertanya-tanya, apakah Luna jarang pulang ke rumah?

Dan apa mereka juga sudah berbaikan?

Memikirkan hal ini, dia tersenyum manis dan berkata, "Paman, ada apa?"

Namun wajah tampannya itu tidak tersenyum sama sekali, matanya sedikit menyipit, dan dia tidak menjawab, dan malah berjalan maju mendekati Gisella.

Gisella yang ketakutan ditatap seperti itu, dan mundur tanpa sadar.

Pria itu terus berjalan maju mendekatinya, saat Gisella mundur darinya.

Sampai kakinya merasakan benda keras di belakangnya, yang ternyata adalah ranjangnya sendiri.

Tidak ada jalan lagi.

Gisella mengulurkan kedua tangannya dan menahan tubuh Galang.

"Paman, kau … " Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, gaunnya sudah dirobek dengan kuat oleh Galang.

Kemudian, sebuah tangan diletakkan di bahunya yang telanjang, dan Gisella dengan cepat membalikkan punggungnya, sehingga membelakangi Galang.

Galang menghela napas lega ketika dia melihat tanda lahir berbentuk bunga di punggung putih gadis itu.

Gisella menyilangkan tangannya di sekitar dadanya, dan tubuhnya sedikit gemetar.

Bahkan suaranya bergetar dengan sedikit ketakutan, "Paman, apa yang kau lakukan?"

Galang yang tersadar segera mengendurkan pegangannya. Dia ingin memberikan sebuah pelukan dan meminta maaf padanya. Namun, hal itu tidak dilakukannya.

Pria itu menjambak rambutnya sendiri dengan kesal, kemudian mengambil selimut dari ranjang dan menyelimuti tubuh setengah telanjang Luna.

Suaranya penuh dengan rasa bersalah saat berkata, "Luna, maafkan paman. Aku tidak bermaksud seperti itu."

Sedangkan, Gisella yang mendengarnya hanya terdiam.

Apa dia tidak sengaja juga merobek gaunnya? batin Gisella.

Galang juga sepertinya merasa bahwa apa yang dia katakan salah, jadi dia dengan lembut memeluk Luna, "Tidurlah, Luna. Selamat malam."

Setelah berbicara, pria itu berbalik dan berjalan keluar dari kamar.

Setelah Gisella menutup pintu kamarnya, dia tidak terburu-buru untuk berganti pakaian, dan segera pergi ke meja riasnya.

Saat melihat tanda lahir berbentuk bunga di punggungnya yang terpantul dari cermin, gadis itu langsung mengerti maksud Galang.

Dia menutupi dada telanjangnya dengan selimut dan menghembuskan napas pelan. "Hampir saja."

______

Ketika Galang kembali ke ruang kerjanya, dia menelepon Dokter Fredi, seorang Psikiater kepercayaannya, dan menjelaskan secara singkat semua perubahan tingkah laku Luna.

Satu kesimpulan yang dapat diberikan dari Dokter Fredi adalah bahwa Luna mungkin bertemu seseorang yang disukainya dan bertekad untuk berubah agar mengesankan orang itu.

Setelah menutup teleponnya, Galang mengetukkan jarinya ke meja sambil berpikir.

Luna menyukai seseorang?

Di sisi lain, Gisella yang sedang berbaring di ranjang, gelisah dan tidak bisa tidur.

Dia tidak pernah membayangkan jika dirinya akan berada dalam tubuh gadis ini. Luna.

Apa ini hanyalah sebuah kesalahan?

Dulu, sejak kecil, dirinya diminta oleh guru-gurunya untuk melatih berbagai keterampilannya. Mulai dari seni bela diri, menembak, piano, komputer, kaligrafi, golf, berlayar, belajar bahasa dari berbagai negara, dan lain-lain, dari umur lima hingga dua puluh lima tahun. Dua puluh tahun lamanya dia sudah mempelajari semua itu.

Mereka memaksanya untuk mempelajari segalanya, baik yang dilakukan oleh laki-laki ataupun perempuan dan setiap memaksanya untuk bisa maksimal dalam melakukanya, terutama dalam hal pesona dan kemampuan aktingnya.

Pasalnya, setelah dia terjun langsung di dalam masyarakat, semua kemampuannya itu sangatlah berguna pada saat-saat tertentu.

Mereka melatihnya menjadi mata-mata yang memenuhi syarat, hanya untuk satu tujuan, yakni mendekati Galang dan membuatnya jatuh cinta padanya.

Gisella selalu tahu bahwa dia diadopsi oleh seseorang yang nama dan usianya tidak diketahui.

Setiap hari dirinya hanya bisa melihat guru yang berbeda dan kepala pelayan dengan wajah yang selalu terlihat serius dan kaku.

Kepala Pelayanan selalu memanggilnya Nona Muda.

Sampai saat dalam misinya, dan dia akhirnya bisa bertemu dengan Galang.

Walaupun Aldo juga tampan, masih kalah jauh jika dibandingkan dengan wajah tampan Galang. Terutama bagian matanya yang biru dan menawan itu dan berpikir jika pria itu terlihat seperti pangeran dalam mitologi Yunani Kuno.

Gisella menghela napasnya.

Dia melihat foto-foto Galang setiap hari, dan menurutnya dia adalah pria paling tampan yang pernah dilihatnya.

Dia sudah terlatih selama dua puluh tahun, tetap saja gadis itu bisa tewas dalam kecelakan pesawat, namun akhirnya dia dilahirkan kembali lewat tubuh gadis ini, Luna. Dia tidak ingin melewatkan kesempatan emas ini.

Dirinya yang dulu sebagai agen rahasia, sudah lama mati.

Dia tidak bodoh seperti dahulu! Gisella tidak ingin dikendalikan oleh orang itu lagi. Dia ingin hidup dengan tenang.

Kemudian, dia tertidur dengan nyenyak.

Ketika Gisella bangun keesokan harinya, Gisella melihat langit masih agak gelap, dia melihat ke arah jam dan masih menunjukkan pukul lima pagi.

Dia tersenyum dan sadar itu juga masih menjadi kebiasaannya dulu, bangun lebih awal.

Setelah bangun, Gisella berjalan di sekitaran rumah untuk membiasakan diri dengan lingkungan.

Lingkungan rumahnya ternyata cukup besar. Dia berpikir jika membutuhkan waktu lima belas menit berjalan dari gerbang ke depan pintu rumah.

Berjalan terus, Gisella kemudian tiba di kolam renang.

Dia melihat bahwa ada kursi berjemur dan minuman di tepi kolam renang, dan berjalan ke arah itu. Ketika dia sampai di tempat itu, dia duduk dengan nyaman di kursi berjemur.

Gadis itu Mengulurkan tangan dan mengambil minuman es di sampingnya, kemudian meminumnya sedikit.

Dirinya agak terkejut saat mendengar suara 'byur' keras dari dalam kolam renang.

Gisella buru-buru mengambil majalah di sebelahnya untuk menutupi wajahnya agar tidak terciprat air kolam. Kemudian, setelah tidak mendengar apapun lagi, dia meletakkan majalahnya.

Setelah melihat sosok atletis di depannya, Gisella hampir kesal dan merasa bisa mimisan!

Bagaimana tidak? Pria di depannya memiliki sosok yang lebih sempurna dari model internasional.

Tubuh tegapnya basah, memiliki bahu yang lebar, serta lengan dan perutnya yang berotot.

Walaupun tidak terlalu berotot seperti para binaragawan sana, dia terlihat cukup atletis. Terlihat bahwa pria itu banyak berolahraga.

Gisella melongo memandangnya.

Saat sudah sadar, Gisella mengambil majalahnya lagi dan menutupi wajahnya dan berkata dengan nada kesal, "Paman, aku bukannya dengan sengaja ingin mengintipmu! "


Chapter 4: Luna

Galang yang melihat Luna bertingkah malu-malu seperti ini, lalu menatap dirinya sendiri, kemudian dia tidak bisa menahan tawanya.

Dirinya hanya mengenakan celana renang biasa, dan reaksi gadis itu sama seperti dia bertelanjang saja.

Dengan bunyi 'byur' lagi, Galang keluar dari kolam renang.

Pria itu selangkah demi selangkah menuju Luna.

Saat sudah di sebelahnya, Galang mengulurkan tangannya dan mengambil majalah di wajah Luna.

"Oke" ujar Galang pelan.

Sedangkan Luna melirik Galang, lalu tiba-tiba menutup kedua matanya.

Bagaimana dia bisa seperti itu? Tidak bisakah dia memakai baju dulu? bantinnya kesal.

Meskipun Luna telah belajar banyak, setiap guru yang datang untuk mengajarinya, apapun jenis kelaminnya, dia selalu diajarkan untuk tetap berpakaian dengan sopan dan formal.

Kerah kemejanya pun juga harus selalu dikancingkan.

Luna sudah terbiasa melihat orang yang berpakaian rapi. Namun, saat melihat Galang yang bertelanjang dada seperti ini, dia merasa malu.

Kedua pipi putihnya memerah perlahan, dan dia tidak berani memandang pria di depannya ini.

Melihat Luna yang sangat malu, Galang berhenti menggodanya dan mengenakan jubah mandi di sampingnya.

Kemudian, pria itu Duduk di sebelahnya. Galang meminum minuman dinginnya, dan berkata, "Kenapa kau ada di sini pagi-pagi sekali hari ini? Tumben."

Gadis itu menggenggam erat kedua tangannya karena gugup, kemudian membuka matanya perlahan. Dia berdehem untuk menyembunyikan rasa malunya. "Aku tadi jogging untuk menurunkan berat badanku."

Galang sedikit mengangkat alisnya ketika dia mendengarnya berkata seperti itu.

Kaki putihnya yang panjang dan celana pendek olahraga hitam ketat yang digunakan Luna, membuat dirinya merasakan sesuatu yang aneh.

Saat Galang tersadar, dia mengalihkan pandangannya ke tempat lain untuk menyembunyikannya.

Kemudian, dia dengan lemah berkata, "Kau tidak perlu menurunkan berat badanmu."

Setelah mengatakan itu, Galang menjadi memikirkan perkataan Dokter Fredi kemarin yang berkata bahwa Luna mungkin sedang menyukai seseorang.

Pria itu berpikir jika Luna sudah jelas sangat kurus, tapi kenapa gadis itu masih ingin menurunkan berat badannya? Apa dia ingin berubah demi pria itu?

Memikirkan hal ini, dia bertanya dengan santai, "Apa Luna sudah punya teman di sekolah?"

Mendengar ini Luna tertegun dan berpikir jika Galang sedang mengujinya.

Dia berpikir sejenak tentang beberapa petunjuk yang dia tahu tentang Luna kemarin. Gadis itu tampaknya tidak terlalu disukai di sekolahnya, apalagi terlihat seperti seseorang yang memiliki teman.

Kemudian, gadis itu menjawab, "Belum."

Galang memandangnya sejenak, dan berkata dengan lugas, " Apa Luna memiliki seseorang yang dikagumi, seperti… seorang pria mungkin?"

Luna yang baru saja meminum minumannya, menyemburkannya kembali. "Paman, jika kau sangat penasaran hubungan cintaku, katakan saja terus terang? Kenapa berbelit-belit seperti ini? "

Sedangkan pria itu masih menatapnya dengan pandangan curiga. "Jadi, Luna punya seseorang yang disukai atau tidak?"

Luna ingin berkata tidak, lalu mengingat perkataan seorang gadis kemarin bahwa Luna menyukai seorang pemuda populer bernama "Rangga".

Gadis itu mengerang sedikit, memikirkan tujuan pertanyaan tiba-tiba dari pamannya.

Apa karena perubahan tingkah lakunya itulah, Pamannya menyimpulkan bahwa Luna mungkin ingin berubah untuk orang yang dia suka?

Dengan cara ini, alasan ini juga merupakan alasan yang cukup baik untuk menjelaskan perilakunya yang berbeda dari pemilik asli tubuhnya, Luna.

Setelah itu, dirinya mengangguk dengan sungguh-sungguh. "Paman, aku sedang menyukai seseorang. Dia itu laki-laki populer di sekolahku."

Galang tidak berharap Luna begitu terus terang, sehingga membuatnya sedikit tertegun.

Jika Luna mengatakan bahwa dia menyukai seseorang kemarin-kemarin, dia tidak akan terlalu berlebihan.

Bahkan dirinya memiliki keinginan untuk menikahi gadis merepotkan ini lebih awal.

Tapi gadis itu mengalami serangkaian perubahan sejak kemarin. Luna berperilaku baik dan bijaksana, dan seperti tidak ada yang salah dengan itu.

Tiba-tiba, Galang merasa bahwa jika Luna seperti ini terus selanjutnya, alangkah baiknya dia terus berada di sisi gadis itu

Tetapi ketika dia berpikir bahwa perubahannya saat ini adalah karena orang lain, Galang tanpa sadar merasa sangat kesal karenanya.

Tidak lama kemudian, Hilman datang.

Dia menyerahkan sesuatu ke Luna dan berkata, "Nona, ponselmu sudah diperbaiki."

Luna berterima kasih padanya, lalu melihat ke Galang lagi, "Paman, aku pergi dulu."

Luna akan mengecek riwayat panggilan telepon Luna.

Dia juga sudah memeriksa komputer gadis ini di kamar kemarin. Walaupun tersandi, Luna berhasil membukanya.

Komputernya sepertinya jarang digunakan.

Gisella memiliki keterampilan komputer yang setara dengan seorang hacker, jadi dapat dengan mudah membuka komputer gadis itu yang tersandi.

Sebelum Luna pergi Galang berkata, "Apa Luna punya rencana akhir pekan ini?" Gadis itu terlihat berpikir sejenak, lalu balas tersenyum.

"Kalau begitu, biar Pak Hilman yang mengantarmu kemanapun kau mau." Lanjut Galang.

Hilman yang heran menunjuk ke hidungnya sendiri dan bertanya, "Saya?"

Galang mengangguk dan berkata, "Katakan saja padanya untuk pergi kemanapun dia mau." Setelah Luna pergi, Hilman mendengar Galang berbisik, "Apa yang Luna lakukan hari ini, kau harus melaporkan semuanya padaku. "

Hilman menundukkan kepalanya dan berkata," Ya, Tuan. "

Luna menyalakan ponselnya dan dapat dia lihat wallpapernya adalah sosok pemuda yang membelakanginya dan mengenakan seragam sekolah.

Gambarnya agak kabur dan terlihat seperti difoto dengan diam-diam.

Dia mengusap layarnya, kemudian ada perintah untuk memasukkan sebuah sandi.

Luna memikirkan sesuatu dan tersenyum.

Satu menit kemudian, ponsel itu berhasil dia buka.

Gadis itu menjelajahi semua informasi sosial media Luna dan mendapatkan sebuah gambaran umum.

Pemilik asli tubuhnya adalah seorang siswa di kelas 2C dari SMA Swasta Mahardika, dan satu-satunya teman yang sering berbicara atau berkomunikasi dengannya adalah "Anya".

Hanya ada satu kontak di bagian komunikasi keluarga, yakni "Galang". Tanpa embel-embel apapun.

Tampaknya gadis ini sangat tidak menyukai pamannya.

Memikirkan itu, Gisella berpikir jika Luna masih membenci Galang.

Bagaimanapun, Luna akan percaya bahwa Galang yang mengadopsinya dan ibunya meninggalkannya.

Tapi situasi sebenarnya tidak seperti ini …

Dia memeriksa kembali, dan nama menemukan nama "Rangga" di kontaknya.

Dia melihat riwayat panggilannya dan ada nama "Rangga" disitu.

Gadis itu menekan tombol panggil, namun panggilannya tidak terhubung, hanya dijawab oleh operator selama tiga detik dan kemudian terputus.

Luna berpikir jika gadis ini, Luna, mendapatkan nomor ponsel Rangga entah dari mana.

Dia kemudian juga melihat catatan-catatan Luna dengan kata-kata cinta untuk Rangga.

Wah, Luna benar-benar ..

Gadis ini sungguh menyedihkan, batinnya

"Nona, bagaimana?" Ternyata itu adalah Hilman, kepala pelayan di sini.

"Aku akan pergi ke salon untuk merapikan rambutku."

Satu hal lagi, Luna akan membeli beberapa peralatan untuk "melakukan hal-hal buruk lainnya" jika dia membutuhkannya.

Tapi dia tidak mengatakan ini pada Hilman.

Sedangkan, Hilman yang mendengar kini merasa gembira karena Luna telah kembali terbuka padanya.

Dia gembira karena Luna sudah seperti Luna yang dulu!

Tapi ada yang terlintas di benaknya, kemudian dia mengingatkan,"Nona tidak harus pergi ke salon secara langsung untuk potong rambut, panggil saja stylist untuk datang ke sini."

Luna berdehem pelan dan berkata, "Aku juga ingin pergi berbelanja."

Dia tidak bisa mendapatkan peralatan yang dia butuhkan nanti.

"Tentu saja, saya akan menyiapkan mobil." Hilman tidak memprotes dan segera pergi.

______

Setelah menyelesaikan rambutnya, Luna pergi ke Perpustakaan Kota terlebih dahulu.

Hilman, yang menunggu di luar, merasa bahwa Luna telah berubah dalam dua hari ini.

Dia berkata ingin belajar menyulam, namun buku yang dicari Luna tidak ada hubungannya sama sekali dengan sulam-menyulam.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT