Abim mengangguk. "Iya lah. Masa ke rumah saya.. kan bukan muhrim." Kekeh Abim.
Dan Dira hanya mampu berdehem kecil.
"Mau pulang?"
'Iya lah. Masa nginep di sini??!' Batin Nadira kesal. "Iya.." jawabnya singkat.
"Ada yang jemput kah?"
Dira menggeleng pelan. "Bang Rendra sibuk. Saya biasa naik taksi. Tapi tadi lupa belum pesen di aplikasi. Ini mau cegat." Ujar Dira agak lemah.
Abim juga dapat merasakan bahwa Dira sangat lelah dan suara gadis itu sudah mulai serak. "Ayo saya antar. Kan kita satu perumahan."
"Hah?" Tanya Dira tak percaya.
"Saya antar, Dira.." ulang Abim dengan kalem.
"Ah, gak ngerepotin mas?"
"Kamu kayak sama siapa aja. Udah tunggu di sini, saya ambil mobil dulu." Perintah Abim.
Dira mengangguk saja mau tak mau. Kalau boleh jujur, kaki Dira sudah benar-benar sakit sekali. Bahkan gadis itu tidak mau melihat lecetnya seperti apa, perih sekali rasanya walaupun lukanya kecil.