Download App
24.41% Married With CEO Playboy / Chapter 21: Bab 21

Chapter 21: Bab 21

🥳🥳🥳 Yey... up date guys... Happy Reading....

Pagi pun tiba, kini Elang dan Elita sedang makan bersama keluarga Elang di restourant yang ada di hotel tempat mereka menginap. "Jadi, kalian akan honeymoon kemana?" tanya Arifka sambil menatap Elang dan Elita bergantian.

"Belum tahu, ma," jawab Elang singkat kemudian ia kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulut.

"Kalau kamu sendiri mau honeymoon-nya kemana El?" tanya Elita yang kini menatap menantunya.

"Saya terserah sama Abang aja, ma. El sama sekali enggak ada tempat yang ingin di kunjungi."

"Hum, bagaimana jika ke Italia?" usul Arifka menatap menantunya.

"El, ikut Abang aja, ma."

"Lang?" Arifka menatap anaknya yang terlihat begitu santai memakan makanannya.

"Udah lah, sayang. Biarkan saja mereka mau honeymoon kemana. Mereka udah bukan anak kecil lagi," ucap Hanan.

"Aku, kan, pingin segera punya cucu mas," ucap Arifka dengan wajah memelasnya.

"Udah nikah, sekarang minta cucu. Satu-satu dong, ma. Kita juga butuh proses kali," ucap Elang malas seraya menatap mamanya.

"Ya kalau bisa, cepet, lah. Bulan depan Mama pingin dapat kabar bahagia dari kalian berdua," ucap Arifka membuat Elita tersedak makanannya. Elita segera meraih gelas minumnya dan menegak minumnya hingga tersisa separuh.

"Udah Ka, lihat menantumu langsung tersedak. Lebih baik selesaikan saja dulu sarapan kita," ujar Hanum untuk menghentikan pertanyaannya.

Hanum yakin, untuk sekarang Elita dan Elang masih memikirkan Aldebaran. Butuh penyesuaian untuk Aldebaran menerima orang baru dalam kehidupannya, buktinya saja di hari bahagia ibunya anak itu sama sekali tidak datang ke acara.

Selesai sarapan bersam, mereka berbincang-bincang dengan para keluarga. Elang berpamitan pada para keluarga dengan alasan dia masih mengantuk dan ingin tidur. Orang tua pun mengerti dengan keadaan Elang, mereka pun membiarkan Elang kembali kekamar bersama istrinya. Sampai di kamar, Elang meminta Elita untuk membereskan barang-barangnya kemudian cekout dari hotel dan pergi ke rumah sakit.

Elita merasa bahagia dengan perlakuan Elang padanya. Apalagi Elang memikirkan Aldebaran yang sedang di rumah sakit, hatinya merasa menghangat mendapat perlakukuan baik seperti ini. Ia sama sekali tidak membayangkan jika Elang bisa menerima Aldebaran. Selama ini ia takut jika orang-orang menilai buruk anaknya, itu sebabnya ia tidak mau jika teman-teman sekantornya tahu tentang keberadaan Aldebaran. Ia yakin teman sekantornya akan menggunjingnya. Apalagi jika gunjingan itu sudah menyangkut Aldebaran, ia tidak terima.

Dalam perjalan menuju rumah sakit Elang lebih banyak bertanya ini dan itu tentang Aldebaran, membuat Elita tersentuh di buatnya. Ia tidak menyangka Elang akan seantusias ini menanyakan tentang Aldebaran. "Wah, ternyata apa yang Al suka sama denganku," ucap Elang membuat Elita bingung.

"Maksdu bapak?"

"Dari makanan yang ia suka, aktifitas yang dia suka itu sama sepertiku. Sewaktu aku seusia Al, aku hanya sibuk belajar dan belajar. Jika orang tuaku pergi keluar kota, aku lebih baik tinggal bersama nenek. Aku tidak mau di ajak pergi walau posisinya sedang berlibur. Aku juga tidak banyak teman ketika SMP. Semenjak SMA, barulah aku memiliki beberapa teman dekat bahkan ada yang sampai saat ini masih berteman baik. Hanya saja karena dia sedang dinas di luar kota dan mendapatkan istri orang sana kita tidak lagi berkomunikasi karena di sana susah sinyal."

"Hum," jawab Elita hanya bergumam.

Elita kini mengalihkan pandangannya ke arah depan, memandang jalanan kota Jakarta yang sepagi ini sudah sangat padat. Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka berdua. Hanya musik yang di putar di mobil itu lah yang menemani perjalanan mereka sampai di rumah sakit.

Mereka berdua kini berjalan beriringan menuju ruang perawatan Aldebaran. Ketika ia membuka pintu, dokter baru saja selesai memeriksa keadaan Aldebaran. Dokter mengatakan jika kondisi Aldebaran sudah lebih baik, hanya saja mungkin Aldebaran akan menjalani terapi berjalan. Saraf-saraf kakinya yang hanya diam selama beberapa bulan membuat Aldebaran harus menjalani terapi.

Setelah mengatakan hal itu, dokter pun pamit pergi dari sana. Elita kini duduk ditepi ranjang sambil menatap putranya yang sedang makan dengan lahap. "Ma, kapan Al bisa pulang. Al udah engga betah. Apalagi, nih, ngapaian masih pakai infuse, sih. Al udah sehat, kok, Ma," ucap Aldebaran mengungkapkan keinginannya untuk segera keluar dari rumah sakit.

"Kalau kamu udah sehat, dokter pasti akan melepas infuse dan kamu boleh pulang. Kalau masih belum di ijinkan pulag, berarti kondisi kamu belum baik-baik saja. "

"Tapi, Al udah enggak betah, Ma," ucapnya sedikit merengek.

Elita turun dari ranjang kemudian berjalan mendekat ke samping kepala Aldebaran. Ia mengusap puncak kepalanya kemudian mencubit gemas pipi putranya. "Keras kepala banget, sih. Anak, Mama, ini, hum?"

Aldebaran hanya menekuk bibirnya ke bawah. Merasa percuma saja ia merengek, sungguh ia sudah merasa baik-baik saja. Selain itu, ia tidak mau membuat mamanya khawatir jika ia masih di rumah sakit. "Udah, sekarang kamu habiskan sarapan kamu. Apa mau mama suapi?" tanya Elita dengan nada menggoda.

"Al udah gede, bisa makan sendiri!" kesalnya dan ia pun memasukkan satu suapan besar ke dalam mulutnya. Elita hanya terkekeh kemudian mengacak puncak kepala putranya. Elang tersenyum menatap ibu dan anak di hadapannya. Entah mengapa melihat hal seperti ini di hadapannya, ia merasa bahagia.

Ia semakin menghargai Elita walau Elita memiliki anak dari hasil di luar nikah, tetapi Elita memiliki pendirian yang teguh dan ia bertanggung jawab pada anak yang tidak berdosa. Laki-laki brengsek yang menghamili Elita hanyalah seorang pecundang dan banci karena tidak bertanggung jawab.

Aldebaran akhirnya sudah menyelesaikan sarapan paginya. Ia pun meminum obat yang sudah di siapkan. Ayu sendiri tadi sudah pergi sebelum Elita dan Elang datang. Ia ada kelas pagi di kampus, jadi ia tidak bisa menunggu sampai Elita dan Elang datang.

"Al harus cepat sembuh ya, supaya kita bisa jalan-jalan bertiga," ucap Elang ketika Aldebaran memberikan gelas minumnya pada Elita.

"Om aja. Eh, maksudnya Papa," ucap Aldebaran tersenyum tidak enak menatap Elang. Elang hanya tersenyum saja mendengarnya. Aldebaran pastilah masih membutuhkan waktu untuk menerima dirinya sebagai Papanya.

"Papa sama Mama aja yang pergi. Al, kan harus sekolah," ucap Aldebaran.

"Ngomong-ngomong sekolah, gimana kamu bisa sampai kecelakaan?" tanya Elita menatap serius ke anaknya.

Aldebaran sedikit terdiam ketika Elita menanyakan bagaimana ia bisa celaka. Ia bingung harus berkata apa. "Al lagi ngelihat handphone, Ma. Enggak lihat kanan kiri waktu nyebrang, hanya saja orang sebelah Al jalan, ya Al ikut jalan," jawabnya seraya tersenyum menampilkan deretan gigi putihnya.

"Astaga Al.... Bisa enggak, kalau nyebrang itu lihat kanan kiri. Enggak main handphone aja kamu!" marah Elita yang tidak habis pikir dengan anaknya ini. "Kalau kamu nanti udah masuk sekolah, mama sita handphone kamu. Enggak ada handphone sebelum pulang sekolah!" tegas Elita.

"Enggak, asyik, ih mama!"

"Biarin aja. Memangnya kamu pikir, kamu masuk rumah sakit ini asyik? Kalau memang asyik, ya udah kamu di rumah sakit aja!" marah Elita.

"Mamanya siapa, sih, ini. Ngambekan?" tanya Aldebaran dengan wajah menggoda. Ia tersenyum menatap Mamanya sambil mengerakkan kepalanya kekanan dan kekiri supaya mamanya bisa tersenyum. Walau kepalanya berdenyut nyeri ketika di gerakkan seperti itu, tetapi ia menahannya karena tidak mau membuat Mamanya khawatir. Ia tahu, kejadian yang menimpanya pasti sudah membuat mamanya begitu khawatir.

Elang hanya terasenyum menatap Aldebaran yang membujuk Mamanya seperti itu. Sungguh manis menatap pemandangan di depannya ini.

TBC....

Yey... adem ayem yes... Hayuklah, ramaikan Koment, Vote dan Power Stonenya ya guys... Supaya aku lebih semangat. 🤭🤭


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C21
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login