Mata Meilana pun berkaca - kaca menatap Ayahnya yang berani menamparnya untuk pertama kali. "Ayah jahat sama aku! Baru kali ini Ayah menamparku hanya gara – gara hal sepele ini! Salahku apa Ayah jika aku mengatakan itu? bukankah itu memang benar sepertinya kenyataanya?" tanya Meilana.
"Baik! Apa yang inginkan sekarang!" tanya Santo.
"Aku ingin hidup bebas, tanpa ada Ayah!" teriak Meilana.
"Baik! Kamu mendapatkan hak itu, tapi ingat ketika kamu benar – benar menyesal jangan pernah datang untuk menemui Ayah! Karena Ayah sudah memperingatimu berkali – kali. Sekarang terserah kamu harus bagaimana! Kamu mau menikah dengan orang kaya silahkan! Dengan siapapun silahkan! Ayah tidak akan menghalangi jalanmu lagi!" kata Santo dengan marah dan pergi meninggalkan anaknya yang berdiri.
"Dasar orang tua bangka, tidak tahu diri. Seharusnya itu bisa menjadi sumber keuntungan untukmu! Dasar bodoh! Makanya sekolah itu lebih tinggi lagi! Jangan otaknya minim terus!" ejek Meilana.