Selamat membacaaa~
.
.
.
.
^-^
Ambulance, polisi, wartaman, dan semacamnya datang ke tempat kejadian rumah roboh yang dikarenakan gempa bumi.
"Ini berbahaya. Tolong menjauhlah."
"Tolong, semuanya jangan saling dorong. Ini berbahaya, tolong menjauhlah."
"Ayah! Ayah, jawablah jika kau bisa mendengarkanku!" Teriak Lucas sambil mencari Jongin dibawah runtuhan menggunakan kekuatannya.
"Tuan, berbahaya berada di sini. Biarkan kami menanganinya." Ucap petugas agar Lucas diam dan tenang.
"Berhentilah menggangguku! Kita bicara tentang ayah nya haechan di sini! Siapa yang akan menyelamatkan dia? Hah?!" Lucas marah-marah dan mengangkat petugas tersebut.
"Tenang. Tolong tetaplah tenang." Dengan suara yang tersenggal karena tercekik oleh bajunya yang diangkat Lucas.
Lucas melepaskan tangannya dan pergi melanjutkan mencarai Jongin.
"Ayah! Jawab aku! Ayah!"
"Heii!" Terdengar suara samar-samar dari samping Lucas, dari runtuhan rumah tersebut.
"Ayah?" Suara Lucas melemah
"Heii!" Teriak Jongin lagi.
"Aku datang. Dimana kau?" Sambil mulai mencari Lucas melihat ada celah di sela-sela reruntuhan tersenut.
"Apakah kau di bawah sana?"
"Ya. Ada papan diatasku, jadi aku tidak bisa bergerak." Jawabnya
"Syukurlah. Aku akan menyelamatkanmu sekarang." Lucas sangat senang.
Ada petugas yang melihat Lucas berjongkok dan menghampirinya
"Tuan, disana ada yang bertahan hidup?"
"Baiklah! Jangan bicara padaku! Jangan mengalihkan perhatianku!" Ucap Lucas sambil mengangkat runtuhan tersebut yang terbilang sangat besar. Sampai membuat petugas itu merasa kaget dan kagum secara bersamaan.
"Ayah!"
"Uhuuk uhukk" Jongin terbatuk
"Hai" sapa Jongin pada Lucas, padahal Lucas masih memegangi runtuhan itu tapi Jongin tak kunjung keluar.
"Kau baik-baik saja?" Sambil memegangi runtuhan Lucas bertanya antara sedih dan senang.
"Tolong cepatlah keluar."
"Aku mencoba untuk menyelamatkanmu ibu, tetapi sebaliknya, aku malah dilindungi olehnya." Jongin berdiri sambil memeluk foto.
"Ayah! Aku sangat senang!" Lucas memeluk Jongin sangat rapat.
"Awas! Hati-hati!" Peringat petugas yang masih melihat adegan barusan. Runtuhan tadi yang tiba-tiba dilepaskan Lucas jatuh. tengan kerasnya, untung mereka tidak tertimpa.
"Korban telah diselamatkan." Ucap seorang polisi yang bertugas memberi kabar menggunakan corong (gk tau namanya, maap) di dalam mobil.
"Syukurlah." Haechan berucap masih dengan mata yang berkaca kaca dan dipeluk oleh renjun.
"Tapi ini benar-benar aneh"
"Rumah baru itu baru dibangun kan?"
Kerumunan yang melihat rumah keluarga Haechan berbisik berbagai hal, jika diliat di wilayah tersebut tudak ada bangun yang roboh bahkan goyah pun tidak ada. Hanya rumah itu saja yang roboh sampai tk terbentuk seperti rumah lagi. Bangunan di sebelahnya juga baik-baik saja.
"Mungkinkah hanya rumah kami yang runtuh?" Haechan bertanya bingung.
"Ya, tampak seperti itu." Jawab Jaemin.
"Tidak mungkin..." Dengan tidak percaya.
.
.
.
.
^-^
"Tadi malam pukul 8:40 terjadi gempa bumi. Gempa tersebut berada pada level 2. Karena gempa tersebut ada sebuah rumah baru dan roboh." Berita tersebut sudah sersebar bahkan di sekolah.
Di sekolah
Haechan, Renjun, dan Jaemin berangkat bersama, saat mereka memasuki wilayah sekolah banyak suara-suara terdengar yaang membicarakan tentang Haechan. Mereka berjalan dwngan tidak nyaman dengan melihat sekeliling, Haechan terus menundukkan kepalanya merasa malu.
"Apakah kau melihat berita?"
"Sudah, sebuah rumah runtuh meski itu hanya gempa bumi kecil?"
"Ah, itu lee donghyuck!"
"Dan dia baru ditolak oleh minhyung kemarin, sungguh bencana untuknya."
"Nasib buruk tidak berakhir yaa?"
"Iya kasihan."
Seperti itulah contoh dari pembicaraan pagi ini di kawasan sekolah. Wajah Haechan sudah memerah.
"Kau jadi target gosip setiap pagi ya?" Jaemin berujar dari belakang Haechan.
"Maafkan aku. Aku menyebabkan masalah bagi kalian juga." Menoleh kebelakang sambil tetap berjalan.
"Tapi tentu saja hal itu sangat luar biasa." Renjun menimpali.
"Jadi, apakah kalian sudah memutuskan dimana kalian berdua akan tinggal?" Tanya Jaemin pada Haechan.
"Kita mungkin akan tinggal di rumah teman ayahku. Kami tidak mungkin tinggal di hotel selamanya." Haechan
"Oh begitu. Pasti sangat sulit." Renjun
Haechan merasa aneh seperti ada yang memperhatikannya, dia menoleh kesamping ke arah tiang dan mendapatkan seorang memfoto dirinya diam-diam. Dia memakai baju yang tertutup, masker hitam, topi hitam, celana panjang, dan pastinya dengan kamera di tangannya.
"Maaf." Orang aneh itu langsung berlari setelah ketahuan objek yang difoto sambil tertawa dan meninggalkan mereka, para siswa siswi melihatnya bingung termasuk Haechan dan para sahabatnya.
"Kau benar-benar selebriti sekarang." Ucap Jaemin yang masih melihat orang aneh itu bingung.
"Itu tidak membuatku bahagia sama sekali." Haechan bilang dengan suara pelan dan sedih.
"Teman-teman, kami dengan hormat meminta bantuan dari kalian semua." Lucas berdiri besama teman-temannya di depan gedung sekolah berteriak dan membawa sebuah kotak.
"Lucas? Apa yang dia lakukan?" Haechan melihat semuanya dan matanya terfokus ke kotak yang bertuliskan
"Penggalangan dana cinta?" Gumam Haechan membaca tulisan di kotak tersebut.
"Untuk lee donghyuck yang rumahnya rusak karena gempa." Lanjut baca temannya.
"A a-pa?" Haechan terkejut terbata-bata dengan mulut terbuka.
Lucas tidak menyadari Haechan ada disana dan masih melanjutkan kegiatannya mencari donasi tersebut kepada teman-teman sekolahnya sebelum masuk ke gedung yang memberikan ilmu tersebut.
Haechan menghampiri Lucas dan seketika Lucas diam dan melihat ke arah datangnya Haechan.
"Dia di sini sekarang!" Ucap Lucas pada teman-teman sekolahnya.
"Meskipun telah mengalami bencana l, dia masih riang untuk bersekolah. Apakah itu tidak membuat kalian menangis?"
"Hentikan ituu!!" Haechan teriak keoada Lucas dan Lucas langsung diam memperhatikan Haechan yang marah-marah.
"Kami tidak bisa melakukannya. Aku sedang menebus dosaku. Jika aku tidak memukul kayu dinding rumahmu.." belum sempat Lucas melanjutkan bicaranya Hachan memotongnya
"Tak ada hubungannya dengan hal itu."
"Tentu saja ada! Aku melakukan ini untukmu." Lucas berteriak.
"Hei!" Seseorang datang dan berkata yang membuat Haechan dan Lucas menolehkan kepalanya.
"Bisakah aku lewat?"
"M ma mark?" Haechan melompat kebelakang karena terkejut.
"Kau! Kau pikir salah siapa sehingga haechan sekarang menderita seperti ini?" Lucas menghampiri Mark dan menunjuknya.
"Hanya kesalahan dari gempa bumi kecil kan?" Dingin Mark.
Mata Haechan berkedut mendengar ucapan Mark yang dingin dan menyebalkan. Yaa walaupun perkataannya benar.
"Diamlah! Itu karena kau mengatakan hal-hal buruk pada Haechan! Hal itu adalah penyebab di balik berbagai bencana yang Haechan alami!" Teriak Lucas tidak jelas.
"Kau mengatakan bahwa aku yang menyebabkan gempa?" Masih dengan wajah datar dan ucapan dinginnya khas Mark.
"Benar!"
"Lucas, sudah cukup! Tolong hentikan!" Haechan menghampiri Lucas dan memeganginya.
"Baiklah." Mark memasukkan tangannya ke saku celananya dan mengambil uang
"Kau takkan mengeluh lagi jika aku mengumbang kan?"
Haechan menaikkan alisnya dan melihat Mark mengulurkan uang yang diambilnya. Haechan merasa direndahkan dan menepis tangan Mark kasar sampai uang tersebut terlepas dari tangan Mark dan terbang. Mark sempat terkejut namun dia dengan cepat mengembalikan wajah datar dan dinginnya agar tak terlihat.
"Jangan membuatku terlihat bodoh! Sungguh sia-sia, aku sudah menyukai seseorang sepertimu selama 2 tahun ini! Aku takkan menerima sumbanganmu, bahkan jika aku mati!" Teriak Haechan dengan wajah yang merah dan mata berkaca-kaca. Dia sudah muak mendengar Mark yang selalu merendahkannya.
"Apakah kau yakin tak apa-apa karena mengatakan sesuatu seperti itu?" Jawab Mark tenang tidak merasa tersinggung dengan ucapan Haechan.
"Tentu saja! Tidak ada alasan bagiku untuk diperhatikan olehmu! Jangan perlakukan aku seperti orang bodoh hanya karena aku bodoh!" Nafas Haechan tersenggal-senggal karena berteriak teriak.
Mark membalikkan tubuhnya menjadi membelakangi Haechan dan menahan tawanya karena melihat reaksi Haechan atas ucapannya.
"Apa itu? Kau tidak seharusnya tertawa!" Haechan dalam hati karena melihat Mark.
.
.
.
.
^-^
Happy reading!!
.
.
.
.
^-^
Mobil Jongin melaju di sepanjang jalan di malam hari. Bersama dengan Haechan, mereka pergi menuju tempat teman Jongin yang akan menjadi tempat tinggal mereka sementara karena tawaran dari teman Jongin sendirilah setelah mendengar berita di tv dan melihat Jongin mengalami musibah. Di sepanjang jalan Jongin bercerita kepada Haechan dan bersyukur karena tiang bisa menahan bangunan yang menimpa badannya sehingga ada ruang untuknya bergerak dan tidak secara langsung tertimpa oleh runtuhan rumahnya itu. Jongin ditipu oleh orang yang mengurus untuk pembuatan rumahnya.
Haechan merasa tidak enak kepada teman ayahnya walaupun mereka teman tetapi mereka sudah lama tidak bertemu sejak kelulusan sekolah karena teman ayahnya pindah ke luar negri untuk melanjutkan sekolahnya dan mengurus perusahan cabang di Amerika tepatnya di Canada. Jongin kemudian menceritakan kedekatannya dengan temannya semasa sekolah dulu dan berhubung temannya lah yang mengundang dan menyuruh Jongin dan Haechan tinggal di rumahnya. Haechan merasa senang melihat ayahnya yang juga senang saat menceritakan teman lamanya.
"Namanya sehun lee, dia benar-benar baik."
"Sehun lee?" Haechan bertanya sambil berpikir.
"Sebenarnya, ia merasa sangat senang setelah aku bercerita tentangmu."
"Tentangku?"
"Ah di sini! Tolong hentikan!" Teriak Jongin kepada supir saat melihat alamat rumah temannya.
Mobil berhenti di depan rumah keluarga lee. Jongin dan Haechan memperhatikan rumah itu.
"Anak sehun bersekolah yang sama sepertimu."
Haechan masih terkejut melihat eumah yang besar itu dengan mulut yang menganga lebar berbentuk bulat sempurna dan juga matanya berbinar. Saat melihat pagar dia kembali berpikir dan bertanya-tanya, pagar itu bertuliskan keluarga lee.
"Apa yang kau lakukan? Cepatlah!" Teriak Jongin saat melihat anaknya yang masih berdiri di depan pagar tanpa berniat untuk melangkahkan kakinya masuk.
"O oh huum." Haechan berlali menghampiri ayahnya dan berjalan disampingnya.
"Sepertinya anaknya sudah menyetujui kita tinggal bersama mereka."
"Tidak mungkin kan?"
"Sangat bagus kan haechan?" Jongin memencet bel rumah di depan pintu.
"Tidak akan mungkin. Sesuatu yang konyol seperti itu tidak mungkin terjadi." Haechan masih berperang dalam hatinya memikirkan hal yang tidak-tidak.
"Oh jongin ah! Selamat datang! Ayo masuk!" Sehun membukakan pintu dan menyambut sahabatnya dengan semangat.
"Sehun ah! Maaf tentang ini." Jongin merasa tidak enak.
"Apa yang kau katakan? Jangan sungkan seperti itu. Terlihat aneh bagiku kau menjadi begitu ragu."
Haechan memperhatikan sahabat ayahnya yang berwajah ramah dan sopan, dilihat dari sifatnya sahabat ayahnya berbeda jauh dengan Mark yang dingin dan sombong. Jadi Haechan merasa tenang dengan kemungkinan yang dia pikirkan.
"Oh, jadi ini haechan?" Sehun melihat kearah belakang Jongin dan melihat Haechan yang hanya diam.
"Senang bertemu anda." Haechan membungkukkan badan sebagai reaksi terkejutnya.
"Selamat datang. Minhyung kemarilah. Haechan dan ayahnya di sini!" Teriak Sehun memanggil anaknya.
"Minhyung?" Haechan mulai berdiri tegak dan melihat ke dalam rumah sahabat ayahnya, dia terkejut melihat Mark berdiri disana saat dipanggil. Mata Haechan membulat.
"Selamat datang." Ucap Mark yang masih berdiri di dalam rumah.
"Senang bertemu denganmu. Aku Jongin." Ucap Jongin pada Mark.
"Aku anak tertua, minhyung. Senang bertemu anda." Mark memperkenalkan diri. Seakan dia tidak melihat Haechan disana.
"Tudak mungkin. Apa yang harus kulakukan?" Haechan terkejut, dia memegangi wajahnya dengan kedua tangannya. Wajah Haechan saat terkejut sangat menggemaskan namun memuakkan.
"Haechan anak yang baik kan?" Tanya Jongin pada Mark.
"Aku sungguh kagum." Jawab Mark
"Aku heran, ternyata kau jauh lebih manis daripada di foto." Ucap Sehun
"Foto?" Tanya Haechan
"Selamat datang! Terima kasih sudah datang haechan ah. Kami sudah menunggu." Datanglah seorang laki-laki mungil dari rumah. Wajahnya begitu cantik melebihi wanita dan menyambut Haechan dengan semangat. Haechan bengong melihatnya.
"Benar papa? Dia anak yang manis seperti yang aku katakan." Sambil menunjukkan foto ditangannya.
Haechan terkejut dan seketika mengingat kejadian tadi pagi di sekolah yang ada seseorang mencurigakan memotret dirinya secara diam-diam.
"Aku hanya tak sabar menunggu. Jadi aku melakukannya tanpa berpikir panjang. Hihihi." Tawa Luhan sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya.
"Tapi, bagaimanapun Jongin si pasti sulit. Nah, ayo masuk!" Ajak Luhan.
"Kalau begitu aku akan masuk. Ayolah Haechan. Kau juga katakan sesuatu." Jongin
"Aku masuk!" Ucap Haechan seperti yang dikatakan ayahnya gugup.
"Mark, kau kenal dia kan?" Tanya Luhan pada Mark.
"Ah. Kelas kami agak berjauhan." Jawab Mark dengan wajah yang menyebalkan bagi Haechan dan nada yang merendahkan.
"Tetapi banyak hal yang terjadi belakangan ini. Benarkan Haechan si?" Wajah Haechan memerah dan matanya berkaca-kaca.
"Tapi aku sangat senang. Mulai sekarang di rumah ini akan benar-benar menyenangkan! Aku akan pergi berbelanja dengan Haechan, memanggang bersama, dan juga.." Luhan sangat senang dan mengoceh hal yang bahkan belum dia lakukan.
Luhan berhenti bicara saat mendengar suara pintu dibuka. Disana ada anak kecil melihat tidak suka kearah orang dewasa berkumpul.
"Ah jisung. Kemarilah dan sapa mereka!" Ucap Luhan semangat tanpa mengurangi rasa senang sebelumnya.
"Ini teman baik papa. Paman Jongin dan anaknya Haechan hyung."
"Apakah dia adik mark?" Tanya Haechan dan dijawab oleh Luhan.
Jisung menghampiri Haechan dengan wajah yang datar tanpa niat berkenalan namun Luhan memaksa.
"Senang bertemu dengan kalian. Aku Jisung Lee. Aku kelas 5 sd." Masih dengan wajah yang datar Jisung memperkenalkan dirinya.
"Uu sungguh anak yang cerdas." Ucap Jongin
"Dia terlihat seperti mark versi miniatur." Haechan membungkukkan badannya untuk menyamakan tinggi badan Jisung yang tak jauh beda darinya.
"Aku Haechan. Senang bertemu denganmu, Jisung ah." Berucap sambil tersenyum sampai matanya tak terlihat namun hanya kecanggungan yang didapat, Jisung tidak bereaksi apapun.
"Haechan hyung, sekarang aku sedang mengerjakan PR ku, bisakah tolong ajari aku cara membaca ini?" Jisung memberikan buku nya pada Haechan.
"Tentu." Haechan mengambil buku tersebut.
"Biar kulihat. Apakah kita mempelajari bahasa mandarin ini di sekolah dasar?" Gumam Haechan.
"Ah, babi laut mungkin?" Jawab Haechan gugup namun semangat.
"Bagaimana dengan yang kedua?"
"Eh! Babi sungai?"
"Dan yang ketiga?"
"Burung pencuri."
"Yang keempat?" Jisung memejamkan matanya
"Sapi pot?" Jawab Haechan dengan wajah polos.
"Itu lumba-lumba, ikan kembung, cumi-cumi, dan siput." Jisung membenarkan jawaban Haechan.
"Kau 17 tahun tapi kau bahkan tidak bisa membaca ini. Apakah kau terbelakang?" Jisung merebut bukunya dari tangan Haechan.
"Jisung, itu terlalu keras. Minta maaf!" Perintah Luhan pada Jisung sambil memegang pundak Jisung.
"Tidak! Bodoh! Aku membencimu!" Jisung melepaskan diri dari Luhan dan berteriak sambil berlari. Haechan melihat Jisung tercenggang, kaget karena ditolak oleh 2 saudara lee itu.
"Jisung!" Panggil Sehun namun Jisung hanya membalikkan tubuhnya dan mengejek menggunakan matanya yang dibuka menggunakan jarinya dan bilang 'wlee' sambil menjulurkan lidahnya dan kembali berlari naik tangga menuju kamarnya.
"Maaf tentang itu Haechan ah." Sehun merasa tidak enak.
"Maaf. Anak itu terlalu nakal." Ucap Luhan sambil memegangi pundak Haechan yang masih terkejut.
"Aku ditolak oleh dua orang kakak beradik.."
"Baiklah Haechanie. Mari kutunjukkan kamarmu. Aku menggunakan segenap hatiku untuk mempersiapkannya."
"Baik."
Luhan membawa Haechan ke kamar atas
"Masuklah. Ini dia.
Pintu kamar dibuka. Kamar itu begitu besar denga desain yang bagus sangat lah feminim. Semuannya berwarna berwarna biru muda dari kasur, bantal, sofa, gorden, sampai lantai, dindingnya kuning. Terdepat cendela besar di setiap sisi yang membuat bisa melihat keluar. Disana juga ada balkonnya. Sangat mewah. Mulut Haechan terbuka lebar melebihi besar telapak tangannya dan matanya membulat berbinar melihat itu.
"Jadi, apakah kau menyukainya?" Luhan berkata yang membuat Haechan kembali pada kesadarannya.
"Ya. Ini benar-benar lucu. Hehehe." Tertawa canggung.
"Aku selalu ingin punya anak perempuan ataupun laki-laki manis. Aku selalu merindukan sesuatu seperti ini." Luhan
"Kamar ini sebenarnya milik jisung." Ucap Mark yang tiba-tiba disana sambil bersender di pintu kamar.
"Terimakasih kepadamu, aku harus memindahkan barang-barangnya ke kamarku, dan sekarang kamarku menjadi begitu sempit."
"Mark, jangan mengatakan hal-hal seperti itu! Jangan pedulikan dia haechanie." Luhan menegur Mark dan menenangkan Haechan agar tidak tersinggung.
"B ba-ik" ucap Haechan terbata.
"Bantu Haechan membereskan barangnya, ya? Aku harus menyiapkan makan malam. Sampai jumpa lagi hachanie." Luhan keluar dari kamar dan meninggalkan mereka berdua.
"Baiklah, apa yang harus kubantu?" Mark bertanya dan menghampiri Haechan.
"Tidak apa-apa. Aku bisa melakukannya sendiri." Mark yang sudah membungkuk untuk mengambil tas Haechan tidak jadi.
"Ah, benar juga. Tidak ada alasan bagiku untuk membantumu, kan? Kau berada disini ataupun tidak bukan urusanku. Kuharap kau tak menggangu hidupku." Ucap Mark dingin lalu menutup pintu kamarnya sendiri bersama Jisung disampingnya.
"Wleee!!" Jisung
Haechan mendudukan dirinya dilantai dan meratapi nasibnya yang sangat sial semenjak dia memberikan surat itu dan sekarang dia tinggal di atap yang sama dengan orang yang menyebalkan dingin dan sombong itu.
"Aku yakin, aku telah datang ketempat yang sangat mengerikan.. mungkin.."
.
.
.
.
^-^
Tbc
.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-._.-
You may also Like
Paragraph comment
Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.
Also, you can always turn it off/on in Settings.
GOT IT