Pagi hari yang cerah—itu perkiraanku.
Namun, kenyataannya adalah kondisi kamarku yang sangat dingin. Badanku menggigil biasa—tidak seperti tadi malam. Saat kemarin malam bukan ini rasa dinginnya, tetapi jauh berbeda dari biasanya.
Aku menghela napas dan uap putih juga ikut terlihat. Sedingin ini ternyata saat matahari belum terbit. Ah, aku ingin tidur lagi di bawah selimut. Rasanya badanku malas sekali digerakkan.
Plak!
Aku memukul pipi, menyadarkan untuk segera sadar dari sifat biasaku, yaitu kemalasan. Di tempat seperti ini aku tidak boleh malas. Demi keselamatan!
Aku beranjak dari kasur dan segera berganti pakaian. Pandanganku untuk mencari gaun, sedikit sulit karena lilin yang menyala sudah hampir habis. Aku meraba-raba dan akhirnya menemukan sensasi lembut gaun yang diberikan Nenek itu.
Aku segera memakainya dan langsung keluar dari kamar. Berjalan mengendap-endap nan pencuri. Menahan napas dan melihat kondisi sekitar. Sekarang misi pertamaku adalah mencapai pintu keluar atau pagar yang mengelilingi Mansion ini.
Tak lama aku berhasil pada tahap satu misi pertama. Aku dapat keluar dari tempat penginapan sementaraku. Selanjutnya ...
—Ah, lampu di taman masih menyala rupanya. 'Hum? Lampu? Sudah ada lampu?!'
Aku baru menyadari hal besar. Namun, mengapa di kamar para pelayan tidak dipasang lampu? Hanya lilin penerangan di kamar itu. Sekali tertiup angin malam, pasti langsung mati. Yah, walaupun di kamar itu tidak ada jendela, tetap saja angin malam pasti bisa masuk dari sela-sela atap.
Kakiku berjalan ke tempat terakhir kali dikunjungi. Ketukan pelan aku lakukan. "Nek, ini aku."
Aku menunggu beberapa menit. Jawaban tak kunjung datang. Apa Nenek masih tidur ya?
'Hah ... Sayang sekali—bantuan satu-satunya yang dapat aku andalkan sekarang.'
Aku berbalik dari balik pintu dan berpikir untuk mencari jalannya sendiri. Akan tetapi, tepat setelah aku berbalik, aku seperti menabrak sesuatu.
"Ah–Nenek ..?! Eh, bukan!" Aku terkejut, ternyata bukan Nenek yang tertabrak denganku.
"Maafkan aku. Aku kira kau tidak langsung berbalik seperti itu." Tangan kanan menyentuh dadanya dan sedikit menunduk.
Rambut cokelat tuanya bergoyang saat angin dingin pagi hari menerpa. Poninya ikut sedikit terbang dan memperlihatkan mata biru langitnya yang berkilau. Mata kami saling menatap. Aku merasa pernah melihat wajah ini ... Di mana itu—
—Ah! Tuan Muda! Yang sewaktu itu memberikan libur kepada para koki.
"Nona, Anda tidak apa-apa?" tanyanya menyandarkanku yang berpikir keras mengingatnya.
"I-iya, Tuan Muda. Maafkan saya yang menabrak Anda." Aku menunduk 90 derajat di hadapannya.
"Tuan Muda? Apa kamu pelayan di sini?" tanyanya lagi.
"Iya(?)" jawabku sekaligus disisipkan nada bingung. Memang benar aku bukanlah pelayan dan pemilik tubuh ini.
"Oh, hmm." Dia bergumam sembari memegang rahang menutupi mulutnya.
'Apa dia sedang berpikir? Buat apa?'
"Kalau begitu kamu di pagi buta seperti ini mau ke mana?" selidiknya lagi.
"..."
Sial ... Aku tak bisa menjawabnya. Ayo cari alasan yang bagus!
"...?" Dia seakan-akan menungguku menjawab.
'Bekerjalah, otak yang sudah lama tidak dipakai!!' Aku mencari jawaban yang tepat.
"Saya ingin pergi ke luar. Kebetulan saya mempunyai urusan "Pribadi" yang sangat penting," tegasku di bagian 'Pribadi' supaya dia tidak bisa bertanya lagi—
"Ah. Ka, kalau, maksudku, bagaimana jika aku menemanimu? I, itu di luar itu sangat berbahaya ji, jika perempuan berjalan sendiri ..." tawar Tuan Muda ini dengan sedikit rona di wajahnya.
'Hum ... Kenapa dia malah mau ikut sih? Perasaan aku sudah sangat menekankan bahwa jangan ikut campur.'
"Tidak usah. Saya bisa sendiri, Tuan Muda." Aku pun sampai mencampur bahasa tidak formal padanya. Bikin orang kesal saja. Bisa tahu urusan pribadi orang tidak sih Tuan Muda ini?
"Apa kamu khawatir karena aku adalah majikanmu, malah mengawalmu yang seorang pelayan? Tidak perlu khawatir, kita tidak akan ketahuan," ujarnya dengan senyuman polos.
"Kalau Anda ingin membantu saya. Saya hanya ingin sebuah tudung yang menutupi wajah dan seluruh tubuh saya. Apa Tuan Muda punya?"
Aku langsung menyerangnya terang-terangan.
"Ah, ada kok." Dia langsung melepaskan kain hitam yang menempel di tubuhnya, lalu menaruhnya pada bahuku dan memasangkan tudung kepala.
"Nah, pakai ini," ucapnya yang masih diiringi senyuman.
"..." Aku terpaku melihatnya yang terlihat sangat tersenyum cerah. Terlebih lagi, dia memakaikan tudung padaku. Ini seperti adegan di novel-novel romansa.
Warna wajahku memerah dan terasa panas. "Te, terima kasih, Tuan Muda."
Mendongak menatapnya lagi, wajah Tuan Muda ini malah terlihat semakin keren dan tampan—bukan, tidak! Apa-apaan ini?! Dadaku berdegup kencang.
"Sepertinya aku tidak bisa menemani. Aku baru ingat ada tugas yang harus diselesaikan. Semoga tudung ini berguna ya." Dia langsung berlari menjauh semakin melambaikan tangan dan anehnya ... Aku membalas lambaian dan dia langsung tersenyum sumringah lebih cerah.
'Ha! Kenapa tanganku ini?! Seperti otomatis bergerak tanpa persetujuan otakku!'
Lalu, degupnya tidak mereda semenjak melihatnya. Aku menyentuh detakan dan mendengar suaranya. Sangat nyata.
'Aaa, apa aku menyukainya? Ah, mana mungkin! Tidak mungkin jatuh cinta hanya dalam beberapa detik.'
Aku menepuk keras pipi. Sadar! Kembali ke tujuan utama. Matahari juga semakin keluar dari tidurnya. Aku harus bergerak cepat.
Aku berlarian mencari pagar untuk keluar di sekitar taman. 'Pasti ada jalan keluar di sini. Konsentrasi!'
Dari Mansion utama, pintu gerbang utama pasti tidak jauh. Tetapi, aku tidak bisa memakai gerbang utama itu. Aku harus mencari jalan belakangnya. Pintu keluar bagian belakang biasanya dekat dengan dapur. Pasti di sekitar atau lebih jauh dari dapur.
Aku mengambil semua kemungkinan dan akhiry menemukan pintu keluar kecil. Lalu, beruntungnya tidak digembok! Lucky!
Aku kembali melihat taman yang tidak ada orang dan dapur yang terlihat kecil di pandanganku sekarang. 'Tidak ada orang. Yosh, misi pertama, clear!'
***
Aku menutup kembali pintu besi kecil seperti semula dan sedikit menjauh beberapa meter. Sekarang ...
'Aku harus ke mana ...?'
Aku merasa tampangku seperti orang bodoh diam melihat jalan yang terpecah menjadi tiga bagian.
Memejamkan mata dan merasakan hembusan angin yang sedikit membuat rambutku keluar dari tudung. Setelah terasa tidak ada hembusan lagi, aku kembali membuka dan menetapkan tujuan.
"Mari ke kanan!" Dengan langkah kaki yang semangat, aku berjalan cepat mengikuti jalan ke arah kanan.
Menurut orang-orang zaman dahulu. Kanan adalah hal baik. Jika kamu memilih jalur kanan dapat dipastikan akan mendapatkan keberuntungan.
'Yah, aku nggak percaya sih ... Tapi mau gimana lagi.'
Jalanan ini tanah kering turunan. Dapat dipastikan lagi Mansion itu ada di perbukitan. 'Ah, merepotkan naiknya lagi.'
Setelah berjalan beberapa menit dan melewati pepohonan. Pandanganku menemukan sebuah kota atau desa? Aku tidak tahu pastinya, tetapi aku menemukan permukiman dari atas sini.
Matahari terbit dari ujung permukiman itu dan tempatku adalah paling cocok untuk melihat keindahan matahari terbit.
"Indahnya ..."
Keindahannya juga sangat nyata. Aku tersenyum simpul, "Yah, tempat ini tidak buruk juga."
Awalnya aku tidak pernah menganggap ini adalah kenyataan, tetapi sekarang—aku yakin sepenuhnya. Dunia ini nyata. Keinginan ingin kembaliku bagaikan meredup. Apa aku bisa keluar dari tempat ini? Dan melihat tempatku sebelumnya dengan mudah?
"Yang pasti ada sebuah pintu—wajib aku buka! Yeah, semangat!!" Tidak ada pilihan lain.