Download App
7.42% Keep The Marriage / Chapter 21: Maaf, Aku Berbohong

Chapter 21: Maaf, Aku Berbohong

Zulfa melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah sederhana yang ia tinggali sejak dirinya masih kecil, namun sekarang sudah tidak lagi karena ia memiliki seorang suami. Ia tidak berhenti untuk mencengkeram ujung hijab panjangnya. Dadanya bergemuruh, namun ia berusaha tenang.

"Assalamualaikum, Ibu, Ayah." ucap Zulfa begitu melihat kedua sosok paruh baya yang tengah asik menonton televisi bersama, terlihat begitu mesra yang umurnya semakin beranjak tua. "Zulfa datang," sambungnya.

Untuk perkenalan, Ibu Zulfa bernama Rania Dwitama. Wanita yang pernah bekerja sebagai karyawan restoran bintang dua, hanya sekedar menjadi pelayan yang mengantarkan pesanan pelanggan ke mejanya. Sedangkan untuk Ayah Zulfa bernama Gito Marwan, kini bekerja sebagai tukang post setiap harinya --kecuali hari minggu yang di alihkan untuk hari libur bekerja--. Keluarga sederhana, dengan pekerjaan yang juga sederhana namun mampu membawa keluarga yang harmonis sampai pada detik ini.

Rania dan Gito tersenyum saat melihat kedatangan Zulfa, sang putri mereka yang manis. "Waalaikumsalam, sayang." jawab mereka dengan serempak.

Zulfa mencium kedua punggung tangan mereka secara bergantian. "Selamat ulang tahun, Ibu." ucapnya sambil menatap haru Rania, ia segera duduk di samping Rania dan memeluk tubuh ibunya dengan sayang. "Maaf kalau Zulfa baru sempat datang hari ini," sambungnya sambil mencium kedua pipi Rania.

Sedangkan Rania? Ia tentu saja menerima dengan lapang dada semua tindakan manis itu. "Kamu semakin cantik, pasti Farel membiayai segala kebutuhan kamu dengan sempurna." ucapnya dengan melemparkan sebuah tatapan penuh kehangatan, sangat menyentuh hati Zulfa yang paling dalam seolah-olah menyapa rasa sakitnya.

Gito tersenyum melihat pemandangan di depannya ini, ia merindukan sosok Zulfa. Sangat merindukan putrinya yang semakin beranjak dewasa. "Tunggu, dimana Farel?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alisnya, ia heran karena Zulfa datang sendiri tanpa ada laki-laki yang menyusul dirinya di belakang sana.

Akibat pertanyaan Gito membuat tubuh Zulfa membeku sesaat, lalu melepas pelukannya pada Rania dan beralih menatap manik mata ayahnya. "Mas Farel sedang bekerja, Yah." ucapnya sambil mengulas sebuah senyuman yang palsu.

Gito menyipitkan matanya. Ia curiga jika pernikahan mereka berada dalam posisi tidak baik-baik saja. "Seharusnya, sesibuk apapun sang suami, jika ingin bertemu dengan mertuanya pasti akan selalu menyempatkan waktu untuk datang." ucapnya sambil menelusuri lebih jauh manik mata Zulfa yang tampak teduh.

Rania ikut menatap Zulfa dengan penasaran. Benar apa yang dikatakan sang suami.

"Mas Farel ada meeting penting, Ibu, Ayah. Tidak bisa ditinggalkan, soalnya kolega penting. Orang besar yang menanamkan kerja sama di perusahaan Farel." ucap Zulfa dengan nada yang sedikit tercekat, ia menyembunyikan segala kebenaran di balik bumbu kebohongan.

"Apa dia tidak membatalkan acara meeting-nya untuk pertemuan keluarga kita? Kan tidak memakan waktu, dan sudah pasti jarang berkumpul bersama seperti ini."

"Ya mau bagaimana lagi? Mas Farel bekerja untuk keberlangsungan keluarga kita, nanti kalau kehilangan kerja sama dengan kolega lain bisa-bisa pemasukan perusahaan menurun."

Gito yang memang tidak pernah menginjakkan kaki di gedung pencakar langit pun hanya menganggukkan kepalanya. "Konsekuensi menjadi seorang bos, ya? Kalau Ayah jadi dia, Ayah akan melakukan hal yang sama untuk kita."

Terdengar sangat menghangatkan hati...

Rania menganggukkan kepalanya, setuju. "Dan Ibu akan selalu bersabar seperti kamu supaya rumah tangga terjalin sempurna, Ibu bangga dengan kamu." ucapnya, memberikan senyuman hangat.

Zulfa tersenyum tipis. Benar kata orang, kalau sekali berbohong pasti akan menghadirkan kebohongan yang lainnya. "Zulfa seperti ini juga menghargai perjuangan Mas Farel sebagai seorang suami, mencari nafkah tidak mudah."

"Benar, untuk yang satu ini Ayah setuju." ucap Gitu sambil merangkul Rania, meremas pundak wanita yang selalu menemani dirinya walaupun selalu di landa kesusahan ekonomi.

Entah kenapa rasanya sangat bersalah sekali mengetahui jika ia saat ini sedang membohongi kedua orangtuanya. Namun jika dirinya jujur... Ah jangan dibayangkan, pasti hubungan pernikahan mereka akan kandas di tengah jalan. Zulfa tidak ingin membiarkan hal itu terjadi!

Gito menyipitkan matanya meminta penjelasan yang lebih seolah-olah tidak percaya dengan perkataan Zulfa. "Kamu yakin tidak menyembunyikan apapun? Kalau ada permasalahan rumah tangga, cerita saja. Ibu dan Ayah pasti memiliki cara untuk memberikan jalan keluar," ucapnya dengan sangat lembut. Nada seorang Ayah yang sangat sayang pada anaknya terdengar jelas.

Zulfa di buat kikuk oleh ayahnya, ucapan itu sangat mengena seolah-olah dapat meramal pemikiran yang tersimpan apik di dalam otaknya.

"Apa, Yah? Memangnya Mas Farel sedang apa? Jangan berpikiran macam-macam, Mas Farel sangat baik terhadapku. Setiap aku masak pasti ia akan menambah dua kali lauk yang ku buat untuknya. Ia juga selalu memintaku untuk membenarkan letak dasinya saat ingin berangkat ke kantor. Ia adalah suami terbaik yang aku miliki, dan pasti akan selamanya seperti itu." ucap Zulfa panjang lebar yang lagi-lagi memutar balikkan keadaan. Jangan dihitung sudah seberapa banyak dosanya saat ini, tapi ia masih menjadi istri baik karena melindungi nama baik sang suami.

Rania dan Gito yang mendengar hal itu sontak langsung mengubah raut wajahnya menjadi ceria. Ia bersyukur jika putrinya tidak mengalami kendala dalam pernikahan yang termasuk ke dalam kategori pemaksaan ini. Mereka pikir, Zulfa tidak bahagia. Ternyata mereka salah.

Zulfa menghembuskan napas lega, lalu menyodorkan plastik yang berisikan kalung dan anting berlian. Ia menghabiskan cukup banyak tabungan untuk perhiasan ini, tapi tidak masalah, pasti Farel akan mengirimkan uang nafkah setiap seminggu sekali dengan jumlah nominal yang tidak bisa dianggap remeh. Walaupun hubungan mereka sangat terlihat gaib di mata Farel, namun tak ayal laki-laki itu masih memiliki tanggung jawabnya sebagai seorang suami.

"Untuk Ibu, dari Mas Farel dan aku. Oh iya, Mas Farel nitip salam dan mengucapkan selamat ulang tahun untuk Ibu. Dia laki-laki yang sempurna, Bu."

Bohong, membohongi semua orang dengan mulut manisnya. Ia hanya tidak ingin semua orang mengetahui jika dirinya kini sedang sakit hati. Ah membicarakan sakit hati, sedang apa Farel di rumah Rani?

Yang seharusnya menjadi perayaan ulang tahun terhebat bersama sang suami dan kedua orang tua yang paling ia sayang, kini kandas sudah hanya tertinggal harapan.

Rania tersenyum hangat, lalu menerima hadiah yang di berikan Zulfa dengan senang hati. Ia bahagia memiliki putri seperti Zulfa. "Seharusnya kamu gak perlu loh repot-repot membelikan Ibu perhiasan mahal ini,"

Gito yang melihat itu pun langsung saja terkekeh. "Gak papa Bu, toh menantu kita kaya raya. Sudah pasti untuk sekedar perhiasan berlian, tidak ada artinya bagi Farel."

Zulfa hanya mengulas sebuah senyuman tipis. "Iya betul kata Ayah, lagipula itu atas usul Mas Farel kok untuk memberikan ibu perhiasan berlian. Ya hitung-hitung sekalian pertanda maaf kalau suami ku itu tidak bisa datang ke sini,"

"Wah baik sekali Nak Farel. Ibu rasanya bangga mendapatkan menantu yang tidak pelit dan perhatian seperti Farel, apalagi selalu menjaga putri Ibu yang cantik ini." ucap Rania sambil menyusuri pipi Zulfa sampai berakhir di dagunya dengan jari tangan yang kulitnya sudah mulai keriput.

Zulfa Naraya yang sudah menyandang gelar Brahmana. Seorang wanita yang sangat tangguh sejak kecil, tidak pernah ingin menyusahkan kedua orang tuanya. Bahkan untuk uang jajan saja ia kumpulkan dari hari perhari dan lebih memilih membawa bekal untuk pergi ke sekolah.

Wanita yang menjunjung tinggi agama dari masa kuliah, namun baru memberanikan diri lebih kuat lagi saat sudah menikah dengan Farel. Hatinya yang selembut kapas membuat beberapa orang yang pernah bertemu dengannya bahkan yang sudah kenal lama, sangat menyukai dirinya karena selain baik dia juga sangat mudah di ajak bergaul, topik pembicaraan dengannya juga sangat beragam. Wanita yang sempat menjadi primadona di masa SMA sampai Kuliah karena wajah cantik bersihnya yang nyaris seperti tanpa pori-pori. Terlebih lagi wanita itu mengenakkan hijab, menambah poin plus di mata kaum adam.

Wanita seperti Zulfa, seharusnya bisa memiliki kebahagiaan yang lebih daripada yang sekarang. Namun dia lebih memilih melawan semua rasa sakitnya dengan sebuah senyuman yang sangat manis.

Seharusnya, Farel tidak berhak untuk bertindak seperti ini.

Ya, seharusnya seperti itu.

"Ibu selalu sayang sama kamu, Zulfa. Jika kamu memiliki masalah dengan Farel, tolong bicarakan baik-baik." Ucap Rania sambil mengelus pundak Zulfa dengan sayang.

"Tidak ada, Ibu. Kalaupun ada, aku harus berusaha untuk menyelesaikan permasalahan selagi masih bisa di atasi sendiri. Aku sangat berterimakasih pada Tuhan karena sudah di berikan kedua orang tua yang super perhatian,"

Gito yang tidak ingin tertinggal dengan momen ini pun beranjak dari duduknya lalu membungkuk untuk memeluk tubuh Zulfa. "Ayah juga sayang sama kamu, apapun yang terjadi, kita hadapi bersama." ucapnya.

Bayangkan nada seorang Ayah yang berbicara pada anaknya, selembut itu... masuk ke dalam indra pendengaran. Rasa haru langsung menjalar ke sekujur tubuh, banyak jasa yang belum bisa di balas sebanding dengan perjuangan mereka.

Zulfa beruntung sekali memiliki kedua orang tua yang sebegitu sayang pada dirinya.

Ia bersyukur dengan hidupnya.

Sudahkah kalian bersyukur hari ini?

"Zulfa juga sayang sama kalian, aku janji setelah ini akan menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mengabdi pada sang suami dengan penuh perhatian dan kasih sayang,"

Zulfa akan membuktikan kalau dirinya sudah pantas menjadi seorang istri yang akan menjaga martabat suaminya di mata orang lain, berusaha menjaga nama baik walaupun Farel sudah pasti tidak akan pernah membanggakan dirinya di hadapan banyak orang.

Kebaikan tidak memerlukan timbal balik, dan itu adalah kalimat yang selalu di genggam erat oleh Zulfa supaya tidak perlu menanamkan pengharapan yang terlalu tinggi.

'Maaf, untuk kali ini aku berbohong lagi.' batin Zulfa yang menghadirkan senyuman tipis pada permukaan wajahnya.

Disakiti Farel memang menimbulkan luka dalam, namun membohongi kedua orang tuanya yang paling ia sayang menimbulkan rasa sakit 10x lipat daripada dalam segi percintaan.

...

Next chapter


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C21
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login