Saat ini aku sedang berada di ruang tengah. Mengganti Chanel tv yang semua terasa membosankan. Sekarang sudah pukul satu siang. Mas Niko, ah rasanya ada yang aneh memanggilnya mas. Tadi pagi setelah pulang dari masjid dia membeli nasi pecel untukku dan bubur ayam untuknya.
Setengah jam kemudian dia pamit pergi kerja. Yeah karena kemaren cuma ijin cuti menghadiri pernikahan saudaranya. Jadi aku sendirian di rumah ini.
Aku bingung mau ngapain sebenarnya. Makan udah, nyapu udah, nyuci udah.
Aku mematikan televisi dan berjalan menuju belakang rumah. Cukup luas halaman belakang rumah ini. Selain bisa buat jemuran ada juga pohon jambu dan belimbing. Buat rujak enak nih.
Aku mengambil beberapa jambu air dan jambu batu serta belimbing. Kemudian aku ke dapur mengambil cobek dan ulekan serta cabe,gula merah, dan garam secukupnya. Simple aja. Yang penting seger.
Setelah jadi semua aku membawanya ke halaman belakang di sana terdapat gazebo kecil bisa dimanfaatkan untuk santai-santai. Aku menikmati rujak dadakan ini dengan hikmat. Ditemani es teh menambah kesegaran siang ini. Sempurna.
"Loh kamu disini ternyata." Suara tersebut mengejutkanku hingga membuat aku tersedak. Duh tau kan kalau makan pedas terus tersedak gimana rasanya tenggorokan dan hidung. Perih banget.
Mas Niko membantuku minum air putih dan mengelus pelan punggungku. Aih ngelus punggung? Aku melihat sorot matanya yang khawatir dan merasa bersalah.
"Masih sakit?" Tanyanya.
"Udah baikan mas." Jawabku.
"Maaf. Maaf mengagetkanmu." Ucapnya tulus.
Aku hanya mengangguk dan menawarkan rujak itu padanya. Dia mengiyakan dan berakhir kita makan rujak bersama. Peluh menetes di keningnya. Menambah kesan .... Maskulin? Sexy?
Aih... Aku menggeleng pelan merutuki pikiran gak jelasku.
"Pedes banget dek sambalnya. Kamu kasih cabe berapa si?" Tanyanya. Lah udah tau pedes masih aja dilanjut itu makannya.
"Lima." Bohongku. Gak mungkinkan aku jujur bilang sepuluh?
"Cabe apa sih kok pedes gini?"
"Itu." Tunjukku pada pohon cabai di pot samping jemuran. Disana memang ada cabe merah dan rawit.
"Udah berbuah ternyata." Sahut mas Niko sambil tertawa renyah.
Tawanya kok nambah kadar ketampanannya ya? Duh ini jam berapa sih kok pikiranku absurd banget.
"Yuk masuk. Udah jam empat." Ujarnya sambil melangkah ke dalam membawa cobek dan tempat buah tadi.
*****
Sesudah salat isya aku dan mas Niko berada di ruang tengah. Kita menonton siaran televisi. Tepatnya cuma aku yang nonton. Mas Niko memangku laptopnya dan berkutat dengan benda tersebut dari setengah jam yang lalu.
Kebiasaan burukku ternyata tidak berubah. Saat jam seperti ini biasanya aku memangku setoples keripik atau sebungkus biskuit untuk menemaniku menonton. Tadi siang waktu membuka lemari penyimpanan gak ada apapun kecuali mi instan. Itupun aku makan tadi siang. Tadi pun kita makan malam delivery.
Mau izin pergi beli, aku takut. Mau minta temenin juga gak enak. Aish aku harus gimana?
Aku mencoba menikmati stand up komedi yang di lakoni artis dari ajang hal serupa. Tapi kok rasanya masih kurang ya tanpa itu cemilan?
"Kenapa?" Tanya mas Niko tiba-tiba.
"Ha?" Aku terkejut. Banget malah. Aku pikir dia fokus dengan benda itu.
"Kenapa duduknya kayak gelisah?" Ulangnya.
"Owh... Ini anu mas emm gak ada cemilan ato makanan ringan ya mas?" Cicitku.
Dia tersenyum tipis kemudian membereskan laptopnya dan masuk ke kamar. Saat keluar dia sudah memakai jaket dan membawa sebuah krudung instan model simple. Punyaku. Lah buat apa?
"Mau beli keluar?" Ujarnya.
"Gimana?"
"Beli makanan di luar. Belanja juga. Di kulkas bahan makanan abis kan?" Aku mengangguk. "Ayok, ini pakai dulu."
Aku menerima kerudung itu. Tanpa berdandan aku dan mas Niko keluar.
*****
Aku sebenarnya bingung belanja di supermarket. Maklum aku di desa terbiasa belanja di pasar atau gak di toko. Desaku jauh dari supermarket atau mall. Aku kerjapun jarang ke tempat seperti itu. Itupun hanya menemani temenku.
Untung saja mas Niko mengetahui dimana letak barang yang kita butuhkan. Aku membantu memilah barang yang kita beli. Ternyata mas Niko cekatan juga tentang bumbu dapur dan masalah masak memasak.
Apa mungkin karena dia hidup sendiri jadi terbiasa? Entahlah. Kita belum mengobrol lagi setelah tadi pagi.
Mas Niko mendorong troli dan ketika sampai di peralatan mandi mas Niko mengambil pencuci muka,sabun,shampo serta keperluan dia. Aku mengambil barang yang sekiranya aku butuhkan. Tak lupa aku mengambil pembalut untuk stok bulan ini. Sedia payung sebelum hujan. Walau aku sedikit kikuk waktu mengambil itu dan meletakkan di troli. Tapi sikap mas Niko yang tenang membuat aku bernapas lega.
Tak lupa aku mengambil cemilan seperti keripik, roti gandum, biskuit, bahkan eskrim. Mas Niko mendorong troli ke kasir dan aku keluar terlebih dahulu.
Mas Niko menenteng dua kantong plastik besar dan berjalan tenang ke arahku. Mukanya selalu tenang begitu ya? Mas Niko meletakkan belanjaan ke motor bagian depan dan yang satunya aku bawa dan aku letakkan d tengah antara aku dan dia.
Kami ke sini memang dengan motor. Jarak supermarket dengan rumah hanya lima belas menit. Tapi kata mas Niko kita lewat jalur berbeda dari waktu kita berangkat. Katanya ada yang ingin dia tunjukkan padaku.
Sampai di tempat yang dia maksud aku tertegun melihat pemandangan lampu-lampu yang ada di sana. Indah. Benar-benar indah. Aku belum pernah cerita ke dia tentang kesukaanku ini. Tapi dia membawaku menyusuri jalanan ini.
Kita menikmati perjalanan ini. Terlebih aku. Aku bisa melepaskan kegundahan dan kesedihan yang aku alami kemaren dan berharap semoga yang aku jalani ini yang terbaik dari-Nya. Senyum terukir dibibirku dan itu harapan yang aku aminkan.
*****
Sampai di rumah mas Niko menata barang belanjaan ke kulkas dan aku menata bagian barang ke kamar mandi. Setelah selesai aku keluar dan ke ruang tengah dan melihat mas Niko menikmati secangkir minuman. Entah teh atau kopi. Aku belum tau apa kesukaannya.
Ternyata dia juga membuatkanku secangkir coklat panas. Kita bersantai sambil menonton televisi bersama dengan diselingi pertanyaan-pertanyaan kecil diantara kami.
Tak lupa aku mengambil keripik singkong yang dibeli tadi menemani nonton kami. Bunyi notifikasi ponselku menandakan ada yang mengirim pesan. Pas aku buka ternyata itu dari Reina, adekku.
Aku menunjukkan pesan yang dikirim Reina pada mas Niko dan setelah membaca itu mas Niko tampak berpikir sebentar dan mengecek kalender di handphone nya.
Dia mengangguk tanda setuju dengan pesan yang dikirim adekku tadi. Aku merasa senang dengan yang dilakukannya. Dia seakan tau apa yang aku rasakan saat ini. Aku membalas "iya" pada adekku.
"Hari apa mas?" Tanyaku.
"Jum'at." Singkatnya.
Aku memberitahu Reina kalau kita pergi hari itu.
"Mas." Panggilku. Yang hanya dijawab deheman olehnya saja.
"Mas.." Rengekku. Eh? Aku merengek?
"Kenapa?" Tanyanya. Tapi aku melihat dia tersenyum? Kenapa?
"Itu, ini sudah malem aku tidur dulu ya?"
"Hem? Mau ditemani?"
"He??" Kagetku
Ini dia menggodaku? Eh kok??
Aku menggeleng cepat lalu pergi setelah mengucapkan selamat malam padanya.
Ada yang salah?