Download App
22.22% PHOBIA / Chapter 4: Part 4

Chapter 4: Part 4

Fiona kembali ke Caffe Anak Muda dan lebih memilih duduk di luar agar dia bisa menikmati suasana pemandangan jalan Ibu Kota, tak lupa ia memesan segelas minuman dingin di Caffe tersebut. Fiona memandangi jalan tersebut dengan pandangan kosong dan sesekali dia menyeruputi minumannya.

"Ikut Mami ke Jerman, terus Stay disana". Permintaan Mami nya masih terngiang di telinga Fiona. Ia mengepalkan tangannya penuh kekesal.

"Eh menurut lu si Anna gimana?" kuping Fiona tanpa sengaja mendengar seseorang yang berada di belakang nya. Alis Fiona mengerut ke laki-laki tersebut menyebut nama Anna. Fiona memasang kupingnya untuk mendengarkan pembicaraan mereka lebih lanjut.

"Ya biasa saja sih, lagian kenapa lu yang nanya ke gue?, harusnya gue yang nanya kaya gitu ke lu". Terdengar suara laki-laki lainnya.

"Ya gue kan juga mau tau pendapat lu. Kalau menurut gue sih, si Anna biasa saja, tapi bisa lah di manfaatin. Lagian gue sama dia mah enggak bakalan mau lanjut ke hubungan yang serius paling kalo gue sudah dapat hatinya gue porotin dia langsung gue campakin dia ha ha ha".

"Emang lu yak cowok breng**k, enggak ada taubat-taubatnya lu. Kasihan tahu setiap kali lu kenalan sama cewek, lu cuma mau nyakitin mereka doang. Ingat dosa lu, entar lu kena karma nya baru tahu rasa".

"Ha ha ha ellehh... Lu enggak usah munafik deh, kaya lu enggak pernah aja. Apa lagi tadi gue perhatiin lu ngeliatin temannya si Anna, siapa namanya?"

"Fiona"

"Nah lu ingat nama tuh cewek. Berarti lu demen kan sama dia? Ha ha ha. Tapi, gue boleh jujur ya kalo Fiona itu aduhai banget, tubuhnya kayak gitar Spanyol, salahnya saja dia anaknya jutek kalo enggak sudah gue embat juga tuh dia he he he. Hemmm coba saja badan si Anna kayak Fiona, sexy, putih mulus, wahhh tambah plus plus tuh ha ha ha".

"Enggak usah macam-macam deh lu. kasian anak orang".

"Ah bising amat sih lu, santai saja lah, yang penting kan happy menikmati masa muda kita apa salahnya sih punya gelar Puck Boy ha ha ha keren tau".

"Itu mah lu saja, gue kagak ikutan. Ya sudah kita cabut yuk, satu jam lagi gue ada kelas nih".

"Ya sudah yuk..."

Secepat kilat Fiona menutupi wajahnya dengan sapu tangannya ketika kedua lelaki itu melewati nya. Fiona melirik mereka dan benar dugaannya bahwa ke dua laki-laki itu adalah lelaki kenalan Anna yang tak lain ialah Dion dan Felix.

"Issss... Dasar cowok breng**k". Fiona geram mengepal kencang sapu tangan yang ia pegang.

***

Anna dan Raya yang sudah sampai di ruang kelas melihat Fiona yang sudah tiba di depan pintu kelas. Seperti biasanya, dengan gaya jutek dan cuek nya ia ngelengos seperti tidak ada siapa pun yang berada di dalam kelas.

"Ehh Fi..." Anna menepuk pundak Fiona usai dia duduk di bangku Anna dan Raya. Fiona menoleh ke belakang.

"Elo ya buat malu gue aja kemarin, gara-gara elu gue jadi kikuk ngadapin Dion dan Felix. Gue malu banget tau". Ucap Anna.

Fiona memutarkan bola mata nya dan berbalik badan tidak peduli apa yang di katakan Anna.

"Fi... Gue masih belum siap ngomongnya". Anna menepuk pundaknya lagi.

"Apa lagi sih". Fiona mulai kesal.

"Kalo loe masih mau ngebahas cowok-cowok breng**k kaya mereka, mending loe cerita nya sama orang gila saja sana, enggak sama gue".

"Kalian ini bahas apaan sih? Gue enggak ngerti". Raya kebingungan yang sejak tadi memperhatikan kedua temannya itu.

"Apa loe bilang? cowok-cowok breng**k?" sentak Anna berdiri.

"Mereka memang pantas dengan sebutan itu. Lagian ya loe itu cari teman yang beneran dikit napa sih. Jangan ngasal saja pilih teman. Sudah kaya barang obralan saja". Tegas Fiona.

"Apa". Suara Anna bernada tinggi sehingga seisi kelas mendengar tertuju pada mereka. Tak terkecuali Diky dan Raja yang baru muncul di dalam kelas, mereka juga beralih melihat mereka. Teman sekelas mereka berbisik-bisik membicarakan mereka.

"Eh mereka kenapa tuh?".

"Mereka bertengkar ya?".

"Heh... Fi, enggak semua cowok-cowok yang ada di muka bumi sama seperti apa yang elo pikirin. Gue tahu apa yang elo pikirin. Gue tahu elo itu cantik, keturunan bule, pintar, no satu di sekolah ini, tajir, terkenal, tapi elo enggak bisa se enak jidat lu saja meremehkan orang lain tanpa elu tahu orang itu dengan jelas. Asal elu tahu, mereka yang ngejar-ngejar elu dan pengen berteman dengan elu itu sebenarnya punya tujuan lain, mereka cuma ada maunya saja sama loe, bukan karena mereka suka sama loe, malah mereka menganggap lu cewek  freak". Anna meluapkan emosinya.

"Kalo bukan karena gue dan Raya, mungkin lu enggak akan pernah punya teman di sekolah". Anna semakin nyolot.

Fiona tertawa kecil. Fiona menanggapi nya dengan santai, sesekali ia menyunggingkan senyumannya.

"Ha ha ha, enggak salah? Bukannya kalian salah satu dari mereka juga, yang berusaha ngedeketin gue biar bisa berteman dengan gue".

Anna terdiam karena kick oleh Fiona. Sedangkan Raya dan lainnya hanya terdiam melihat pertengkaran mereka.

"Jangan elu pikir gue enggak tahu, gue bukan orang bodoh, percuma donk gue selalu jadi siswi terpintar di sekolah ini kalo gue enggak bisa tahu apa tujuan dan maksud kalian selama ini, selama ini gue cuma pura-pura tutup mata saja soal itu, karena gue pengen tahu sampai mana tujuan kalian. Dan gue peringatin sama elu untuk terakhir kalinya, elu harus hati-hati sama kedua cowok breng**k itu. Kalo tidak? yaaaa... Elo bakal tanggung penyesalan dan akibatnya sendiri. Gue udah berusaha ngingetin elo. Tinggal elo saja mau terima atau tidak itu terserah loe. Oh ya satu lagi, gue sama sekali gak butuh kalian semua. Terutama elu, yang ada gue kasihan dan prihatin sama loe semua".

Fiona menunjukkan jarinya ke wajah Anna, lalu mengambil tasnya dan beranjak keluar kelas meninggalkan mereka yang kikuk serta tertegun dengan ucapan Fiona. Anna sendiri tak bersuara sedikit pun, matanya berkaca-kaca melihat sekitar.

Langkah kaki Fiona bagaikan langkah kaki seribu, ia menyusuri koridor sekolah tanpa menghiraukan orang sekitar termasuk laki-laki paruh baya yang berwibawa yakni wali kelasnya, yang berselisih jalan dengannya, ia sudah siap-siap ingin menyunggingkan senyuman terbaiknya.

"Fiona... Kamu mau kemana? Kelas akan dimulai sebentar lagi". Beliau bertanya namun Fiona tak menghiraukan beliau, Fiona tetap ngelengos melewatinya.

"Fiona... Fio..." teriaknya memanggil Fiona yang sudah berjalan sampai ke pintu gerbang.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C4
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login