Download App
64.28% Like i Need / Chapter 9: Shadowman

Chapter 9: Shadowman

Perlahan tapi pasti pria itu menautkan bibirnya pada sang wanita. Pergerakan terlihat sangat canggung. Dapat dipastikan salah satu dari mereka belum pernah melakukan ciuman sebelumnya.

Dengan penuh kesabaran Si Pria membimbing wanita untuk dapat mengimbangi pergerakannya, ternyata tidak butuh waktu lama dari ciuman manis penuh cinta semakin memanas dan bergairah.

Perlahan kedua insan yang tengah berciuman itu bergerak menuju bagian dalam ruangan. Terlihat tidak ada ruang sedikitpun yang mereka berikan untuk udara berada diantara tautan mereka.

Pemandangan itu dapat menimbulkan debaran untuk Leon yang sejak tadi hanya memandangi dari luar jendela.

"Apa-apaan ini?? Kenapa dadaku panas?" Leon mengusap pelan dadanya dari luar berharap dapat mengurangi rasa tidak nyaman itu.

Kegiatan dua insan di balik tirai itu masih terus berlanjut, kini wanita membiarkan pria itu berada diatasnya. Memberikan kecupan demi kecupan antara bibir dan tengkuknya, hanya entah daripada dibilang sebuah tontonan pornografi, mereka lebih terlihat seperti pasangan sedang mabuk asmara.

Selain itu, Leon mengenali satu dari dua orang yang saat ini sedang bercumbu adalah orang yang sama dari mimpi sebelumnya. wanita itu terlihat sangat familiar.

Leon tidak melepas pandangannya dari mereka yang kini berbaring di Sofa. Mencoba mencari tahu siapa sebenarnya mereka berdua itu. Mengapa mereka terus menerus muncul di mimpinya, Apakah mereka saling mengenal?? Hingga tiba-tiba Leon dikagetkan oleh hembusan angin yang tiba-tiba muncul mengalihkan fokusnya. dan kemudian gelap.

Leon berusaha mendapatkan kembali kesadarannya, untuk kesekian kali ia memimpikan orang yang sama. sosok yang berhasil mengganggu tidurnya selama hampir satu tahun belakangan ini.

Usai memijat pelan pangkal hidungnya, rasanya semakin hari semua mimpinya semakin terasa nyata. lelah sekali rasanya, secara perlahan Leon coba menggerakkan tubuh dari dekapan lengan wanita disampingnya.

Bahkan setelah menghabiskan malam panas dengan Cellest, ia masih mendapatkan mimpi aneh yang lebih terlihat seperti memori seseorang.

Ia berusaha menggapai celana yang terlempar asal di lantai saat gairah menguasainya. Leon perlahan turun dari kasur, berusaha tidak menimbulkan gerakan yang terlalu besar yang mana dapat membuat Cellest terjaga.

Usai mengenakan Celananya dan berjalan menuju dapur untuk mendapatkan Air dingin, juga beberapa butir obat penenang yang Leon sembunyikan dalam kotak kacamata miliknya. Sebagai seorang yang terlalu memikirkan segala hal, kejadian-kejadian belakangan ini berhasil mengambil alih sebagian isi otaknya. Leon berharap paling tidak obat ini bisa sedikit membantu.

Apa dia harus mulai menyelidiki siapa pendonor jantung untuk dirinya?? dan apa hubunganya dengan segala keanehan dalam dirinya??

Usai menelan dua butir obat, Leon berjalan menuju ruang kerjanya. mencari-cari dokumen yang diharapkan dapat sedikit memberi penjelasan. ia mulai coba membuka semua laci, ia tidak dapat menemukan satu dokumen pun mengenai riwayat penyakitnya.

"Kemana perginya semua dokumen itu? Apa aku memindahkannya??" Leon adalah seorang OCD, ia pasti akan selalu menata barang dengan baik, seseorang sepertinya memindahkan dokumen-dokumen itu.

sempat terpikir apakah Cellest memindahkannya? Leon terpikir untuk coba menanyakan pada Cellest saat sarapan nanti. karena ia tidak dapat menemukan dokumen itu Leon mematikan lampu meja, dan berniat untuk keluar dari ruang kerjanya.

saat lampu mejanya mati, ruangan hanya diterangi cahaya dari lampu taman di luar jendela. hujan tiba-tiba saja turun cukup deras. sebelum Leon melangkah keluar dari ruangan, ia merasa sedang diperhatikan. Leon membalik tubuhnya, coba memastikan apakah benar ada orang lain disana.

Kosong.

tanpa berfikir panjang, Leon mengabaikan perasaan itu dan pergi meninggalkan ruang kerja. setelah terbangun satu jam yang lalu, Leon belum bisa kembali tidur. terlalu banyak hal yang mengganggu di pikirannya.

ekspresi Aster terus terbayang didalam pikiran Leon, wajahnya terlihat seperti sedang melihat makhluk halus. ia masih mengingat tubuh wanita itu bergetar hebat, dia benar-benar ketakutan. sekilas Leon mengingat hal kecil lain. tanda kemerahan di leher Aster.

Leon terfikir apakah saat ia mengalami sleep paralyze, ia sudah melakukan hal yang tidak senonoh? bagaimana mungkin. Leon sejenak terdiam, dadanya tiba-tiba terasa nyeri.

Sepertinya obat penenang itu memberikan efek yang buruk pada kerja jantungnya. Leon coba menopang dirinya yang tengah berdiri pada pintu kaca di hadapannya. lagi-lagi Leon melihat bayangan mendekat padanya. bayangan itu berjalan pelan dari taman gelap di depannya.

semakin mendekat, perawakan laki-laki dengan jaket hitam, celana jins biru tua yang sedikit terkoyak di bagian lutut. Leon sulit mendapatkan konsentrasinya, dadanya mulai sesak. ia masih berusaha menjaga kesadarannya, perlahan ia mulai berlutut dengan nafas yang terengah-eangah.

"Sakit sekali.." rasanya udara sangat sakit saat masuk kedalam paru-parunya.

samar-samar Leon mulai melihat pria itu berdiri dihadapannya. bajunya tidak basah, padahal Leon yakin sekali bahwa hujan sedang lebat diluar sana. Ia coba melihat wajah laki-laki itu, tapi semakin dadanya semakin sakit. seperti jantungnya kan meledak.

'aku... didalam .... dirimu'

Leon dengan sangat yakin mendengar pria itu berbicara padanya. tapi rasa sakit dan sesak di dadanya, cukup menghilangkan konsentrasinya untuk memahami kalimat itu.

"Leon, ada apa denganmu?" Terdengar suara Cellest memanggil dirinya.

"Leon...bertahan… Leon… aku akan panggil ambulan" Cellest berlari menuju kamar untuk mengambil ponselnya.

kini Leon sudah terbaring meringkuk di lantai, bayangan Pria di luar pintu kaca itu masih terlihat, ia tidak bergerak sama sekali. wajahnya gelap, terhalang bayangan. Leon sempat melihat sebuah tato di punggung tangan kiri pria itu, sebelum akhirnya ia kehilangan kesadaran.

//

Tubuh Leon penuh keringat, nafasnya terlihat tidak teratur dan pendek. Cellest membawa Leon yang sedang tidak sadar itu kesalah satu unit gawat darurat. Cellest sungguh dibuat ketakutan, ia tidak mau kehilangan Leon lagi.

terlihat petugas rumah sakit datang, dan mulai memeriksa keadaan Leon. salah seorang perawat berkata untuk Cellest mendaftarkan pasien di bagian registrasi. rasanya ia tidak ingin pergi, tapi saat ini Cellest perlu berfikir rasional.

Dokter mulai memeriksa keadan Leon, ia menggunting kaos yang digunakan Leon saat itu. sesuai prosedur penyelamatan mendesak, salah seorang perawat menempelkan alat pendeteksi detak jantung dan oksigen di dada dan jari Leon.

Pemeriksaan dan penanganan yang cukup intensif terjadi, setelah 30 menit nafas Leon mulai teratur. keringat tidak lagi mengalir keluar dari pori-pori kulitnya. Leon sudah terlihat tenang dan terkendali.

"Dokter Rose, Saya menemukan ini di kantong celana pasien." Salah seorang perawat memberikan bungkus obat yang sudah terbuka.

Dokter melihat dengan seksama, itu adalah bungkus obat penenang. obat yang seharusnya tidak dikonsumsi oleh pasien dengan riwayat penyakit jantung bawaan.

"Coba tolong panggilan keluarga pasien ini" ucap Dokter, usai memastikan pasien terselimuti perawat itu pergi meninggalkan ruangan.

Cellest terkejut mendengarkan penjelasan dokter Rose, ia tidak menyangka Leon masih mengkonsumsi obat itu. kini Leon sudah dipindahkan keruangan rawat biasa. Leon masih terlihat tertidur dengan tenang. paling tidak Leon sudah dapat tertangani dengan baik, Cellest sudah bisa merasa sedikit tenang.

Jam menunjukan pukul 10:15, Leon terlihat mulai membuka matanya. ia kaget saat tersadar, Leon sudah berada dalam ruangan rumah sakit. matanya coba melihat ke sekitar, tidak terlihat siapapun disana.

Leon berusaha bangun dari posisinya, dengan bantuan kasur otomatis ia menekan salah satu tombol. pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. Leon melihat seorang Dokter wanita dan seorang perawat masuk kedalam ruangan.

"Selamat Pagi, anda terlihat sudah cukup baik. apakah masih terasa sesak? " sapa Dokter

Leon membuat duduknya lebih nyaman, ia hanya menggeleng ringan. Dokter mencoba memeriksa keadaannya.

"Apakah ada orang yang membawaku kesini?"

Dokter menurunkan stetoskop dari telinganya, "Yah, Tunangan mu sedang keluar untuk mengambil baju ganti. aku rasa sebentar lagi ia akan kembali."

Cellest pasti akan mencecarnya dengan banyak pertanyaan saat kembali.

"yah, keadaan anda sudah cukup baik. setelah satu sampai dua hari anda sudah boleh pulang. oh ya, sebaiknya anda menghentikan konsumsi obat penenang itu. kandungan didalamnya berefek kurang baik pada kerja jantung anda" Jelas Dokter Rose.

seperti anak yang baru saja berbohong, Leon hanya diam dan mengangguk mendengar penjelasan Dokter disampingnya. usai pemeriksaan perawat dan dokter meninggalkan ruangan.

Leon menarik nafas panjang, selain ia harus mencari cara menjelaskan mengenai obat itu pada Cellest. sepertinya ia harus mulai mencari tahu tentang siapa pendonor jantung untuknya. ia mulai merasa muak dengan semua gangguan ini.

Suasana kantor jauh lebih kondusif, setelah semua date line berhasil terpenuhi tepat waktu.

Beberapa karyawan bahkan terlihat santai, ada yang bermain pinball di sudut ruangan, beberapa berkumpul di salah satu bilik kerja untuk bergosip, menonton film bersama menggunakan Projector, dan hanya berdiam menatap keluar jendela seperti, Aster.

Belakangan ini banyak hal yang mengambil alih pikiran Aster, Jane terus memohon padanya untuk bekerja di Kantor Joan. Disaat bersamaan segala hal menyangkut Joan, sedang coba ia sangkal dan hindari.

Semakin ia melangkah banyak dari bagian dirinya yang tidak menerima kenyataan, sejujurnya entah kenapa semua terasa berat. Semua memori mengenai Joan, masih sangat ingin ia simpan sama seperti sebelumnya.

Pikiranya melayang jauh pada pagi saat penyuntingan di ruangan Leon, Aster sangat yakin ia sempat mendengar suara Joan keluar dari mulut Leon. dan mengenai kecupan di lehernya masih bisa Aster rasakan. untung saja bekasnya menghilang dalam 2 hari.

"Aster, Ayo temani aku ke rumah sakit XXX"

Lizz menarik tangan Aster, menyadarkan dari semua lamunan siangnya. kening Aster mengerut mendengar penjelasan Lizz kalau ia harus menemui Leon yang tengah dirawat disana.

"kenapa kau meminta ku pergi dengan mu?" Tanya Aster dalam taxi yang tengah berjalan menuju rumah sakit.

Lizz memaksa Aster untuk menemaninya. padahal sudah dengan sangat tegas ia menolaknya. benar-benar pilihan untuk bertemu atasan singanya itu bukan opsi yang baik. karena ia masih tidak punya nyali untuk bertemu, terlebih setelah kejadian pagi itu.

"Kira-kira kapan kita akan makan enak bersama Boss Tampan Leon" kicau Lizz menghiraukan pertanyaan Aster.

"Dia sedang dirawat Lizz, bagaimana mungkin kau berpikir untuk makan bersama dengannya?" Aster benar-benar dibuat tidak habis fikri dibuatnya.

mereka tiba di rumah sakit, setelah bertanya pada resepsionis rumah sakit dan mendapatkan lantai serta nomor kamar, Aster dan Lizz berjalan menuju lokasi yang sudah diinfokan.

"Menurutmu apakah ia akan meninggal muda?" Pertanyaan Lizz berhasil membuat Aster terkejut luar biasa.

"Astaga, kenapa kamu bertanya seperti itu Lizz? Bagaimana jika ada yang mendengarmu?" Aster yang panik mulai memperhatikan pandangan orang lain dalam lift yang menatap mereka aneh.

Akhirnya pintu Lift terbuka. Aster bergegas menarik tangan Lizz untuk segera keluar dari Lift itu dan berjalan menuju ruangan di sudut lorong. Aster menghentikan tangannya untuk membuka pintu.

"Ada apa denganmu? Kau harus mendengarkan ini sudah bulat." Aster mendengar seseorang sedang berdebat di dalam ruangan.

"Tidak! aku tidak akan pernah mau! aku tidak mengizinkan orang asing mengikuti ku kemana-mana!!" Aster mendengar Leon berkata dengan nada tinggi. Aster yakin suara wanita yang sebelumnya adalah suara Cellest.

"Kenapa kau tidak buka pintu?" Lizz yang sejak tadi menunggu di belakang Aster muali tidak sabar.

"Mereka sedang bertengkar. apa kau yakin ini waktu yang tepat?" Aster ragu kedatangan mereka akan membuat suasana semakin buruk.

"Tapi kita tidak ada waktu lagi, sudah biar aku saja yang masuk" Lizz langsung mendorong pintu hingga terbuka lebar.

Cellest dan Leon yang tengah berdebat terkejut melihat pintu yang tiba-tiba terbuka. Lizz dan Aster hanya bisa mengucapkan Maaf dan tersenyum kaku saat itu.

usai menjelaskan kedatangan mereka, Leon menandatangani berkas yang Lizz bawa. Cellest terlihat menyajikan buah potong disalah satu sudut meja. sedangkan Aster hanya duduk canggung di sofa.

"Aku sudah memutuskan Leon, kalau kau akan menggunakan Asisten untuk mendampingi juga mengawasimu selama jam kerja" Cellest berkata memecah kesunyian yang terjadi.

Leon tidak berkomentar, ia hanya menaikan sebelah alisnya dan rahang menegang. Cellest tahu ini adalah cara yang terbaik untuk membuat Leon setuju dengan pilihannya. saat ada orang lain Leon tentu tidak akan berani berargumen dengannya.

"Baiklah, karena kamu diam saja. artinya kamu setuju."

Cellest berjalan menuju pinggiran kasur dan mulai menyuapi Leon dengan sepotong apel. "Dan aku menunjuk Aster untuk mengisi posisi itu mulai besok" ucapan Cellest berhasil membuat Leon tersedak, tak percaya dengan apa yang dia dengar.

Tak kalah terkejut, Aster dan Lizz yang tengah merapikan dokumen. perasaan yang luar biasa tidak enak menyeruak dari dada.

Aster menyadari sepertinya ia akan terkena masalah besar.


CREATORS' THOUGHTS
Qkye_Pawiro Qkye_Pawiro

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Just Info :

Novel sedang dalam perbaikan, jadi mohon maaf jika setelah ini cerita akan berubah. tapi tenang saja semua akan segera baik.

terima kasih atas pengertiannya

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C9
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login