Download App

Try To...

"Tolong jaga dia.."

" jaga…Dia…"

"Kuberikan nyawaku…. "

"berikan cintamu…"

Leon terbangun dari tidurnya. tubuh Leon basah dengan keringat, lagi-lagi 'mimpi' buruk jam 01.15. Ia baru tertidur selama 2 jam. Suara dalam mimpi itu terus berulang sejak ia sadar dari masa operasi.

Leon menyandarkan tubuhnya pada pada kepala ranjang, sambil menekan dadanya. Sesak terus kembali setiap ia mendengar bisikan itu dalam tidurnya.

'Kenapa seperti ini?' Mencoba berpikir jika mimpi hanya bunga tidur, tapi sepertinya ada pengecualian kali ini. Bisikan-bisikan itu terus saja mengganggu tidurnya, dan entah kenapa intensitas mimpi itu semakin sering terjadi belakangan ini.

Malam ini tidak hanya suara, tapi Leon melihat bayangan tubuh seseorang. Samar tidak terlihat begitu jelas. Jika diingat dari perawakannya dia terlihat seperti seorang laki-laki. tapi Leon masih tidak yakin.

Leon bukan seorang dengan kemampuan khusus, tapi ia dapat merasakan dengan jelas ada perasaan aneh dari setiap mimpi itu muncul. tenggorokannya terasa kering. Menyadari gelas dsebelahnya kosong, Leon memilih turun dan membuka lemari es. ia benar-benar membutuhkan air dingin.

Hembusan nafas lega terdengar setelahnya. usai menenggak dua gelas air dingin, Ia mengusap wajah dan rambutnya kasar, kemudian meraih ponsel di saku celananya. menekan tombol untuk menelepon seseorang.

"ada apa menghubungiku di pagi buta seperti ini?" terdengar suara dentuman musik yang cukup keras dari balik telinga Leon.

"aku mendengar bisikan itu lagi." Ucapnya langsung.

"ohh… Ayolah Leon… sudah hampir enam bulan kau membahas ini, mungkin hanya bunga tidur" balas suara dibalik telepon, setengah berteriak

"kau dimana?" malas rasanya jika membalas argumen orang di telepon.

"La on Pier" sebuah nama bar di pusat kota

Dalam pikiran Leon saat itu, sepertinya ia butuh menenggak beberapa minuman 'Panas' untuk membakar isi otaknya.

"Aku ke sana"

Leon menutup sambungan Telepon, berjalan menuju kamar berniat berganti pakaian, dan mengambil kunci mobil. Jika kalian ingin tahu, Leon adalah sosok pria yang berfikir semua aspek secara logika. Yah, mengalami hal tidak masuk diakal ini akan terdengar sangat menyebalkan untuk Leon , membuat ia benar-benar tidak nyaman.

Langkah Leon terhenti sesaat melihat kucing peliharaannya bisa tertidur dengan damai di kasur. Entah kenapa ia merasa iri. ia lupa kapan terakhir kali bisa tidur senyenyak itu.

Suasana bar malam ini terlihat begitu ramai, dentuman musik seakan membius para hambanya di lantai dansa. Pandangan tajam Leon tajam seperti sedang mengeluarkan laser yang dapat menghancurkan botol-botol minuman itu dalam sekejap.

"Apa kau baik-baik saja meminum semua ini?" Steve mengetahui riwayat kesehatan Leon, dan terdengar mulai khawatir.

Steve mengenal Leon cukup baik, mereka sudah berteman jauh sebelum Leon mengenal Cellest. Steve adalah sosok pria yang akan sangat mencuri perhatian setelah Leon, bagaimana tidak betapa mudahnya bagi Steve untuk memberikan senyum.

Wajah tampan, pembawaan Flamboyan. Bohong jika pria seperti ini akan merasa kesepian saat pergi sendirian ke Bar. Saat ini pun Steve tengah berusaha mendorong beberapa wanita untuk menjauh sedikit darinya.

"Entahlah aku tidak perduli, kau tahu aku sudah cukup lelah dihantui seperti ini" seraya menenggak habis minuman di tangannya.

"Dengar Bro, aku mencoba paham dengan semua ceritamu… bukannya aku bertingkah seperti seorang cenayang, sepertinya 'itu' ada hubungannya dengan cangkok yang kau lakukan beberapa waktu lalu" Leon menatapnya,

Steve mengetahui setiap detail yang sudah di lewati Leon. mengenai penyakit bawaan yang awalnya Leon sembunyikan, hingga saat Leon terkapar tak sadarkan diri nyaris kehilangan nyawa.

Memang hubungan mereka tidak seperti lagu persahabatan indah, bahkan mereka bisa tidak saling sapa ketika mereka sedang tidak ingin. Tapi Steve bisa terus menemukan tempat yang tepat untuk Leon, begitupun sebaliknya.

"mungkinkah pemilik sebelumnya tidak benar-benar ikhlas memberikannya padamu" lanjut Steve sambil ikut menenggak habis minumannya.

Leon tampak berpikir keras, terdengar tidak mungkin dan masuk akal di saat bersamaan.

"tak usah kau seserius itu, aku hanya asal berbicara… Sepertinya aku mulai mabuk," wajah Steve mulai memerah.

"kau juga sebaiknya pulang… kau baru saja pulih saudara ku! jaga baik-baik benda ini" ucap Steve mengetuk pelan dada Leon.

Saat ini ia seakan dihadapkan dengan pecahan Puzzle yang berserakan, selain itu terlalu banyak pertanyaan yang baru saja ia sadari. sejak masa operasi dan pemulihan yang ia lewati, banyak hal yang terjadi.

"Sebaiknya kau jangan terlalu percaya pada cerita yang mereka katakan pada mu" Ucap Steve sebelum akhirnya berjalan menjauh.

sebuah fakta menarik, Steve memiliki intuisi yang sangat tajam. terkadang ia bisa menilai segala hal dengan sangat baik. tapi terkadang apa yang diucapkan Steve bertolak belakang dengan apa yang Leon pikirkan.

kembali kata-kata Steve membuat Leon berfikir apakah mungkin ada hal yang ia tidak ketahui. ia sangat percaya Cellest sudah menangani semua hal dengan sangat baik untuknya. tapi kenapa ucapan Stevie membuat Leon sedikit meragukan Cellest.

"tolong berikan aku segelas air dingin" terdengar suara wanita di sebelah Leon duduk.

saat bartender memberikan segelas air, wanita itu langsung menenggak habis isinya. ia terlihat gusar. nafasnya tidak teratur. sepertinya ia sedang kesal akan sesuatu. tapi untuk apa Leon peduli.

"Kenapa semua laki-laki itu pandai berbohong." ucap wanita itu tiba-tiba.

Leon hanya meliriknya sekilas, dan kembali meminum alkohol di tangannya.

"hei.. tuan anda masih sangat muda dan anda seorang pria. jadi apa yang ada didalam pikiran seorang pria saat ia berbohong kepada wanita yang dia cintai?" wanita itu tiba-tiba menatap menunggu jawaban darinya.

Leon melihat sekilas wanita yang ternyata masih sangat muda, dengan rambut panjang keemasan. wajah yang sangat kental asia. baju yang terlampau terbuka untuk wanita seumurannya, dan sepertinya wanita ini sering ditipu karena dia terlalu polos untuk umurnya.

"Apa anda juga sering membohongi wanita" Tanya gadis itu lagi tiba-tiba.

"Jangan samakan semua orang" Komentar singkat Leon.

"kau benar juga, kau tahu seharusnya aku tidak berbicara hal ini pada orang yang baru kutemui. aku memiliki seorang kakak Laki-laki. dia selalu berkata pada ku bahwa aku terlalu naif karena itu sering ditipu." Ucapnya.

Leon tersenyum singkat, "Sebaiknya kau dengarkan kata-katanya"

"kau pun berpikir seperti itu? sudah kuduga, ternyata semua pria sama" ucap wanita itu tegas. sepertinya akan sangat percuma jika Leon menanggapi wanita muda yang keras kepala yang sedang mabuk ini.

"hei, boleh aku bertanya sesuatu?" Leon mengerutkan dahi, 'bukankah sejak tadi dia sudah banyak melontarkan pertanyaan'

"silahkan" Leon sebenarnya tidak ingin terlalu menanggapi, tapi rasanya wanita ini menarik juga untuk hiburan.

"apa kau tahu bagaimana cara agar wanita bisa hamil dalam sekali berhubungan?"

Leon tersedak saat mendengarkan apa yang diucapkan wanita ini. bagaimana mungkin pertanyaan random itu ditanyakan pada orang asing.

"Dengar nona, semua hal itu mungkin saja terjadi, selama pria itu mengeluarkan benihnya di.... ah, sudah lupakan. sebaliknya kau pulang, dan beristirahat. Dengan berada disini dan hanya minum air dingin, tidak akan menyelesaikan masalahmu." Jawab Leon, seraya mengeluarkan kartunya dan membayar semua minuman yang sudah ia pesan.

"Satu lagi, tidak semua akan bersikap baik dan sopan pada wanita di tempat seperti ini. jadi sebaiknya jangan ajukan pertanyaan seperti itu pada sembarang pria asing." Ucap Leon meninggalkan wanita muda yang hanya terdiam menatapnya pergi.

Wanita itu benar-benar masih memandang Leon pergi sampai tidak terlihat dari kerumunan orang-orang di tengah lantai dansa.

"Jean" seorang laki-laki terlihat memanggil namanya.

"Astaga kenapa dia menyusulku." Jean meninggalkan beberapa lembar uang tunai. untuk kemudian pergi menjauh.

Jam menunjukan pukul 03.15, dini hari.

Leon berjalan perlahan berusaha menyeimbangkan tubuhnya, sepertinya efek minuman sedikit mulai menguasai pergerakannya.

Entah seberapa besar pengaruhnya, sampai ia mengarahkan mobilnya ke sudut lain jalan dan berakhir di Gedung Mewah 40 lantai ini.

Setelah keluar dari Elevator, kemudian menekan kode pada salah satu pintu dan berjalan masuk. Dengan hati-hati menyusup ke balik selimut dan menarik tubuh di sudut lain kasur mendekat padanya

"Leon~" suara seraknya menandakan pemilik tubuh itu terbangun dari tidur lelap

Perlahan Leon mendekatkan wajahnya di antara tengkuk Cellest, "Aku sulit tidur, biarkan aku tidur disini bersamamu malam ini"

"Kau habis Minum Leon?" tidak ada jawaban. Cellest menghembuskan nafas pelan, lalu menarik selimut agar dapat menghangatkan tubuh Leon. sepertinya akan sangat percuma jika ia memulai perdebatan sekarang.

Usapan di kepala membuat tubuh tegang Leon mulai tenang. "Aku mencintaimu" ucap Leon yang terdengar seperti gumaman.

"Aku tahu, tidurlah…" Cellest membiarkan Leon mendesak lebih dalam pelukannya, dan perlahan ikut tenggelam kembali dalam buaian malam.

//

Aster yang menghabiskan akhir minggunya dengan cukup menyenangkan, kini harus pupus karena di awal hari ia sudah ditugaskan kembali untuk ikut pada rapat divisi bersama tuan Leon. Manusia Singa, yang sangat menyebalkan

Sebuah permulaan hari yang sungguh tidak terduga. Aster seakan terus saja dihadapkan pada orang-orang yang ingin ia hindari. mengingat semua hal yang terjadi saat ia harus berurusan dengan Leon tidak pernah berjalan lancar.

tapi jika dipikir bagaimana cara menghindari temanmu saat kamu masih dalam gedung yang sama. dan disinilah Ia sekarang, Aster sudah memilih untuk masuk dahulu sebelum yang lain kedalam ruangan, memilih posisi yang tidak terlalu mencolok. Sudut kiri ruangan adalah tempat yang sempurna. pikir Aster.

Tak selang berapa lama, karyawan lain masuk dan menduduki kursi secara melingkar. siapa sangka sebagai anak Magang, penampilan Aster cukup mencolok hari ini. Rambut ikalnya di kuncir sempurna,

Bentuk wajah kecilnya tergambar jelas, walau ia sudah dengan sengaja memakai make up setipis mungkin tapi hampir semua yang masuk kedalam ruangan melihat dulu kepadanya. Niat berkamuflase, malah membuatnya menjadi pusat acara. 'Luar biasa' Tidak lama Leon masuk dengan tergesa-gesa. Moodnya terlihat buruk.

"Dengar semua... kita semua mendapat masalah" ucapnya terdengar jelas dan serius.

Seketika hening,

"Penerbitan buku the Bittersweet Sequel akan di launching secara bersamaan untuk kedua Versi bahasa... tetapi kenapa sampai saat ini hanya versi pertama yang baru sampai tahap percetakan??!"

Leon berbicara dengan nada cukup tinggi, suara yang berhasil membuat dada terasa nyeri karena adrenalin terlalu tinggi. beberapa staf yang terkejut hanya bisa menunduk diam. mereka dapat merasakan hal ini sangat tidak baik.

"Lizz...siapa penanggung jawab versi kedua??" Leon berusaha menarik nafas, agar lebih tenang.

Aster melihat Lizz mencengkram sudut roknya, Lizz terlihat sangat gugup.

"Penanggung jawab untuk versi kedua, sedang mengajukan Cuti selama satu minggu ini." Jelas Lizz

Leon mengeluarkan kembali tatapan yang membuat siapapun tidak nyaman di buatnya. Leon berjalan mendekati posisi Lizz duduk, menarik kursi di sebelahnya kemudian memposisikan diri tepat di hadapan Lizz.

"Bagaimana bisa kau membiarkan penanggung jawab mengambil Cuti... disaat jadwal pencetakan??" Leon mengintimidasi. Seperti seekor singa yang siap melahap korbannya.

"Itu...itu karena... ayahnya sakit, dan hanya dia anak satu-satunya." Suara Lizz bergetar, Aster yakin Lizz benar-benar ada di posisi tersudut.

"aku mengerti… apa menurutmu launching harus ditunda sampai ayahnya sembuh?? Begitu maksudmu??" Demi tuhan Leon benar-benar menyudutkan Lizz. Matanya kini mulai menggenang, tangganya semakin erat meremas rok. Aster mulai tidak tenang melihat semua itu.

"Saya akan menyelesaikan naskahnya Malam ini..." hanya itu tenaga yang tersisa dari Lizz.

"Baiklah, sekarang katakan padaku bagaimana kau menyelesaikan sunting 550 halaman dalam satu malam??" Leon berjalan menjauh, Lizz berusaha menatap sekeliling mencari bantuan. Tapi tidak satu pun orang yang menyambut tatapan memohonnya.

Aster membenci situasi seperti ini, kenapa tidak seorangpun yang mau menjadi Volunteer tambahan disaat teman kerja kalian membutuhkan bantuan.

"saya akan membantu!" Kata-kata itu keluar dengan lancar dari mulut Aster.

Leon menatap arah sumber Suara, "Apa yang kau bisa 'Anak magang' ?" ucapnya seakan merendahkan. Astaga, demi tuhan saat itu Aster tidak peduli jika ia harus mati dimakan singa gila itu nanti.

"Saya pernah bekerja lepas sebagai penyunting web blog, aku rasa tidak berbeda jauh. Jadi saya rasa tenaga saya bisa membantu" coba menawarkan Opsi. Sungguh Aster membenci tatapan itu.

Semua manusia terlihat saling pandang, entah apa yang ada pada kepala mereka. Aster tetap menunggu respon Leon, tidak bergerak sedikitpun.

"Baik, kita lihat seberapa baik kau dapat mengerjakannya. apa benar-benar seperti kepercayaan dirimu saat ini" Leon melepas kacamata dan memasukan kedalam kantong dalam tas nya.

Raut wajahnya tidak setegang sebelumnya, bahu Lizz pun tidak sekaku tadi. Apa artinya tawarannya diterima? dengan semudah itu? terlihat Lizz mengatakan 'Terima kasih' melalui gerak bibirnya. Aster balas senyum dan mengatakan "jangan khawatir"

Meeting berlanjut, materi selanjutnya terdengar lebih ringan dan bukan hal-hal mendesak. Hanya regulasi normal seperti pertemuan rutin lain. Semua pun berakhir tepat sebelum makan siang.

Aster berjalan menuju pantry yang sepi, banyak dari karyawan yang memilih makan di luar setelah rapat panjang tadi. Aster berpikir ulang apakah yang dikatakannya tadi akan berdampak baik atau malah menjerumuskan dirinya ke dalam hal yang jauh lebih buruk. Aster menemukan Lizz disalah satu sudut pantry. ia yakin rapat tadi setidaknya membuat perasaan Lizz kacau.

Aster memutuskan membuat coklat hangat, dan memberikannya pada Lizz "semua akan baik-baik saja Lizz"

"Terima kasih" Lizz menerima cangkir, dan coba meminumnya.

"Coklat hangat akan membantumu lebih tenang"

Lizz tersenyum, sepertinya coklat hangat itu berfungsi dengan baik. Aster tidak banyak bersuara, membiarkan Lizz untuk menikmati setiap detik ketenangan.

"Maaf membuatmu harus lembur hari ini" Lizz akhirnya mengeluarkan suara, setelah diam selama kurang lebih lima belas menit

"Aku tidak ada hal penting yang harus dilakukan. Jadi aku siap membantu" balas Aster

"Aku pikir hari ini kau ada kencan dengan pria di ponsel mu. karena kau terlihat luar biasa dengan jaket itu" terdengar mood Lizz sudah kembali.

Sudah Aster duga, niatnya untuk tidak terlihat malah berlaku sebaliknya karena jaket ini "Tidak, Aku tidak bisa pergi kencan"

Lizz mengerutkan keningnya, matanya menatap penuh tanya. Kemudian ia membulatkan mulutnya, seakan mengisyaratkan dia tahu sesuatu.

"Kalian Putus?"

"Apa?? Tidak bukan itu..." Aster coba mencari kata nyaman untuk menjelaskan keadaan pada Lizz.

Semakin lama Aster akan benci ditatap, selain Mr. singa kini Lizz menatapnya penuh tanya. Apa ia harus bercerita panjang kepada Lizz.

"Katakan Aster.... kau membuat ku penasaran"

Sesaat Aster akan menjawab rasa penasaran Lizz, seseorang memasuki pantry. Raut wajah Lizz juga berubah, Aster membalikan tubuhnya. Benar saja Leon sedang berdiri di depan pintu masuk.

"Apa aku terlihat seperti hantu untuk kalian, sampai harus ditatap seperti itu?"

Aster dan Lizz secara bersamaan menggelengkan kepala, yang dimana hati mereka mengatakan 'kau lebih menakutkan dari Setan'.

"Sebaiknya kita kembali ke ruangan, ayo Aster... sampai jumpa Tuan" Lizz menarik tangan Aster untuk mengikutinya keluar dari pantry.

'pip~ pip~' ponsel Leon berdering.

"Halo... tidak... aku akan lembur, aku tidak mungkin meninggalkan mereka sendirian... iya aku tahu.... baiklah sampai jumpa"

//

Jam menunjukan pukul 20.00, artinya sudah tiga jam dari waktu pulang kerja.

Leon memutuskan untuk tidak pulang, dan ikut lembur. Dia perlu memastikan penyuntingan buku bisa selesai tepat waktu. Sebenarnya ada hal lain yang mengganggu pikirannya belakangan ini, saat malam ia memutuskan tidur di apartemen Cellest.

Mimpi itu terus saja mengikutinya kemanapun dia pergi. dan dari hari kehari mimpi itu seperti berkambang, kali ini tidak hanya suara atau bayangan seseorang. ia dapat melihat dengan jelas, sedikitnya ada beberapa bagian yang dapat ia ingat.

Dalam mimpi, Leon menjadi sosok orang ketiga. dimana ia dapat melihat seluruh kejadian dalam mimpi seperti sedang menyaksikan dari dalam layar film. Leon berada dalam ruangan penuh dengan lampu gantung dan pohon-pohon kering. Suasananya hangat, mungkin karena begitu banyak cahaya yang menyinari.

Terasa sangat nyaman, tapi tidak ada seorangpun terlihat ada di sana. Leon terus berjalan menelusuri ruangan, hingga ia sampai pada sebuah pekarangan bunga. Insting memintanya untuk masuk kedalam taman terbuka itu.

Benar saja, Leon melihat seseorang sedang duduk. Sosok itu membelakanginya, ia coba untuk mendekat karena tidak terlihat jelas siapa itu. namun langkahnya terhenti saat terdengar langkah kaki lain mendekat. Leon memutuskan bersembunyi,

"Kau butuh tenaga untuk bermain peran seperti ini" suara wanita.

Ternyata itu suara langkah kaki seorang wanita, Tak lama terdengar suara tertawa ringan,

"lebih sering tersenyum, Aku suka senyummu" kali ini suara pria.

Leon merasa ia berada dalam sebuah opera sabun, sungguh canggung. sesaat ia sadar untuk apa dia bersembunyi di dalam mimpinya sendiri? ketika ia hendak keluar dari persembunyian terdengar suara seperti benda jatuh.

Leon membuka mata, ternyata ia tertidur. Ia mengulang lagi mimpinya semalam. bagaimana ini bisa terjadi. Sungguh sangat melelahkan, harus bermimpi hal yang sama terus menerus.

Leon memeriksa jam pukul 11.13 Malam. Ternyata mimpi sesingkat itu bernilai dua jam di alam nyata.

Ia memutuskan bangkit dari kursi, dan berjalan keluar ruangan. Saat membuka pintu Leon melihat seseorang sedang memungut kertas-kertas yang berserakan di lantai. Sepertinya suara yang ia dengar tadi nyata, dan ternyata berasal dari naskah yang jatuh di depannya.

"Apa kau selalu seceroboh ini, nona Moretz??"

Aster terkejut, ia sama sekali tidak menyadari sang tuan singa keluar dari kandang. Sebenarnya kalau dipikir tidak mungkin kalau ia tidak keluar, karena suara Aster terjatuh bersama Naskah-naskah itu cukup kencang.

"Maaf tuan, saya tersandung tadi" Aster berusaha menjelaskan.

Leon menghela nafasnya panjang, sembari memijat pangkal hidungnya menyatakan bahwa ia lelah. Tanpa pikir panjang ia mulai membantu memunguti satu persatu kertas yang sudah berserakan, dan mengumpulkannya jadi satu.

"Sudah sejauh apa Penyuntingannya??" Ucap Leon disela mengumpulkan kertas yang berserakan, membaca salah satu lembar kertas yang ia pegang. ternyata benar kata Cellest kerja gadis ini cukup baik juga,

"Hampir separuhnya tuan." Jawab Aster sedikit ragu, ia terus menatap Leon menunggu reaksi apa yang akan dia berikan.

Leon menatap jam tangannya, mempertimbangkan bahwa naskah harus masuk percetakan pagi ini. Sehingga acara launching dapat diselenggarakan tepat waktu. Kemudian Leon bergantian menatap Aster,

"bawa salinan naskah itu keruangan ku, kita lakukan penyuntingan sisa naskah bersama"

Aster terkejut dengan respon Leon, ternyata dia tidak sekejam pikirannya. melihat Leon dengan sangat telaten membantunya merapikan naskah yang berserakan, Aster coba mengembalikan kesadarannya.

"baik tuan, aku akan meminta Lizz datang ke ruangan mu" ucapnya penuh semangat, dan dia memberikan senyum terbaiknya hari itu.

Kini Leon yang tampak bingung dengan respon Aster. Kenapa ia harus sebahagia itu. Selesai mengumpulkan semua naskah, Aster berlari menuju ruangan Lizz untuk mengatakan bahwa mereka mendapat bantuan tambahan.

Awal, Lizz terdengar tidak percaya, tapi ketika ia sampai rungan Leon semua perkataan Aster benar. Leon bekerja sama dengan mereka, dia sungguh sosok anggota team yang sangat bisa diandalkan.

Tidak ada raut wajah berkerut dan menyebalkan lagi, hanya tatapan fokus yang tenang dan tampan.Sepertinya mulai saat ini Lizz harus berhenti mengatakan hal nyinyir tentang boss nya yang satu ini.

Pekerjaan terus berjalan sepanjang malam, entah sudah berapa gelas kopi dan coklat yang mereka habiskan. Tapi pengorbanan dan kerja keras memang tidak sia-sia, tepat pukul 04.00 pagi, semua penyuntingan selesai.

Mereka semua merasa lega, setelah merapikan naskah, Lizz mengatakan untuk izin pulang dan akan membawa naskah langsung ke bagian percetakan.

Aster merasa seluruh tubuhnya rontok, ia merindukan kasur hangatnya. Dilain sisi Leon masih berkutat dengan laptop dihadapannya. Terlihat sangat serius, seakan ia tidak merasakan lelah sedikit pun.

"Kau pulanglah Nona Moretz.... kamu dan Lizz bisa masuk setelah makan siang." Suara Leon memecah keheningan.

Aster senang mendengar tawaran Leon, ada apa dengan manusa menyebalkan satu ini. ternyata dia tidak terlalu buruk untuk seorang atasan.

"Saya akan taruh gelas-gelas ini ke pantry, sebelum pulang"

Leon menganggukkan kepalanya mengiyakan, setelah membawa gelas kotor dan membersihkannya Aster kembali keruangan Leon karena tas dan Ponselnya ia tinggal disana.

"Permisi Tuan, saya..." ucapan Aster berhenti tepat saat ia melihat Leon terduduk dilantai dan bersandar pada meja. Astaga apakah penyakitnya kambuh?

dalam kepanikan Aster berlari mendekati Leon, apakah pria itu masih bernafas? tetapi saat ia berlutut tepat di hadapan Leon, tiba-tiba ia tersadar. dan menatap Aster dalam.

"Anda baik-baik saja tuan?" bukan sebuah jawaban yang ia terima melainkan rasa seseorang merengkuh tubuh nya. Leon memeluknya dengan sangat erat.

Ia memang tidak merasakan berat dari tubuh besar yang mendekapnya, sebaliknya sebagian tubuhnya ditarik dalam dekapan dada bidang Leon. otak Aster seakan berhenti berfungsi saat itu. ia sama sekali tidak melawan.

"Aku merindukanmu... Aster" terdengar suara lirih kedua mata Aster membelalak. Suara yang memaksa air matanya keluar.

"Joan..."


CREATORS' THOUGHTS
Qkye_Pawiro Qkye_Pawiro

Creation is hard, cheer me up!

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login