Download App
42.85% Like i Need

Chapter 6: Kau Menganggu!

Langit mulai berubah warna, Aster berjalan menuju salah satu sisi pemakaman. dengan seikat bunga ditangannya. sesampai di makam Joan, Aster mengganti bunga yang sudah kering dengan bunga yang ia bawa.

"senang rasanya aku bisa menemuimu." Aster memulai ritualnya, bercerita.

Aster mencoba membuat dirinya nyaman. dengan sangat mudah ia mulai menceritakan seluruh kejadian hari ini, termasuk dengan pertemuannya dengan Cellest dan pria bertato serta penyakitnya.

" Jo, aku benar-benar merindukanmu. apakah ada hal yang bisa aku lakukan, untukku bisa bertemu denganmu kembali walau hanya dalam mimpi?"

saat ini, Aster berkata dengan sangat sungguh-sungguh. seandainya ada cara untuknya. semua kenangan dengan Joan tiba-tiba saja berputar dalam kepala Aster. Aster coba mengingat sensasi yang ia rasakan disaat Joan memberinya ciuman terakhir malam itu.

Terdengar suara langkah kaki, mendekat padanya. "Aster?"

Seorang pria berseragam berdiri tidak jauh dari nisan Joan. Pria itu sersan Shige, salah satu detektif kepolisian yang membantu penyelidikan kecelakaan Joan. Sersan Shige, terlihat baru saja pulang dari tugasnya.

"Halo Sersan, lama tidak bertemu" Sapa sopan Aster.

"Yah, sudah cukup lama. kau masih rajin datang ke sini. dia pasti senang tidak pernah merasa kesepian." Ucap Sersan Shige mencoba memecahkan suasana canggung.

"Yah, saya harap seperti itu sersan. lalu apa yang membawa anda kemari? apakah ada yang anda kunjungi ?" tanya Aster penasaran

"Yeah, makam Istriku tidak jauh dari sini. sama sepertimu, datang untuk menyapa" ceritanya Sersan sambil tersenyum.

"Maaf Sersan, saya tidak tahu jika istri anda…"

"tidak perlu sungkan, kejadiannya sudah lama sekali. ia pergi karena berjuang melahirkan anak kami."

sebuah kisah yang indah, yang juga perih di waktu bersamaan. satu hal yang Aster dapatkan hari ini. setiap orang memiliki kisah pilunya masing-masing.

"Ayaaaahhh….." Terlihat seorang anak perempuan melambai dari kejauhan bersama wanita tua yang terlihat sangat ramah.

"Sepertinya anak anda sudah menunggu Sersan." Ucap Aster melihat antusias si anak itu melambai. manis sekali.

"Yah kau benar, sebaiknya aku pergi sekarang. sampai jumpa lagi Aster, sampaikan salam ku pada Deng dan Ross"

Aster mengangguk mengiyakan, Sersan mulai berlari kecil menuju anak berbaju merah muda itu. yah, sebuah pesan lain. selalu ada pelangi setelah hujan. selalu ada cerah setelah gelap. Sersan Shige kehilangan Istri, Tuhan menggantinya dengan gadis kecil yang sangat cantik. yah, Tuhan memang adil dengan caranya.

Hari berganti, gedung penerbitan terlihat sangat sibuk hari ini. rumor beredar jika pemimpin mereka akan berganti. sejak berita mengenai kesembuhan Leon beredar, mulai banyak karyawan yang meyakini atasan mereka yang terkenal keras, tegas dan digilai karyawan wanita itu akan kembali. Banyak karyawan Pria yang kini sedih, kehilangan fantasi mereka.

"kamu yakin?" Cellest menghentikan langkahnya memasuki pintu.

"Ayolah Cellest kau sudah mengurungku selama satu tahun ini." Leon terlihat sangat sehat dan mantap pada keputusannya. setelan jas biru navy membalut tubuh kekarnya. sedikit aksen berbeda, kali ini rambut sudah terikat rapi. ia benar-benar terlihat siap untuk kembali memimpin dan mengambil keputusan di setiap rapat.

Cellest masih mengkhawatirkan kejadian beberapa hari yang lalu, Ia terlalu takut akan kehilangannya lagi. tapi disisi yang berbeda, Cellest sangat mengenal betapa keras kepalanya pria dihadapannya ini.

"Baiklah, dengan satu syarat"

Leon tersenyum, akhirnya ia berhasil membujuk Cellest untuk membiarkannya kembali bekerja.

"katakan saja" penuh antusias.

Tidak munafik, menyenangkan bisa menghabiskan waktu seharian di rumah. Tumpukan buku dan berkas yang harus diperiksa, sungguh terasa sangat menggoda. gumam dalam kepalanya

"Kau perlu Asisten Pribadi" ,

"apa??"

Langkah mereka kembali terhenti, begitu Leon mendengar kata-kata yang baru saja terlontar dari mulut Cellest. Leon sangat tidak suka ada orang lain berada di wilayah privasinya. dengan ada Asisten di dekatnya, itu sebuah pelanggaran besar untuk prinsipnya.

Belum sempat mengeluarkan suara sanggahan, Cellest melanjutkan " Tidak ada bantahan, atau lupakan saja!"

Leon yang sungguh keras kepala memang tidak bisa banyak berkutik jika dihadapkan dengan wanita yang ia cintai. sungguh indikasi pria takut istri.

"Baiklah, selama kau yang memutuskan" Leon mengalah, Cellest tersenyum puas, dan mulai menggandeng lengan Leon, melanjutkan berjalan menuju Lobby yang mulai sibuk.

Leon terlihat mengawasi sekeliling, kantor ini tidak banyak berubah memang. Selain beberapa wajah baru yang ia tidak kenal. Sudah satu tahun ia terakhir kali memimpin rapat, dan rubuh tak sadarkan diri.

Kejadian hari itu, menyadarkan penyakit bawaan ini telah menguasai tubuhnya secara total. tidak lagi bisa ia sembunyikan dari siapapun termasuk Cellest. Jantungnya secara perlahan berhenti berdetak normal, banyak dokter yang menyerah menangani. Untuk pertama kali, Leon berfikir 'Apakah hidupnya akan berakhir?'

Kehilangan Ibu, berjuang hidup seorang diri. Dibuang, tak diinginkan, sedikit pun ia tidak pernah terpikir olehnya untuk berdoa dan memohon bantuan pada tuhan. Tapi jika harus berakhir meninggalkan Cellest, ia rela berlutut dan mengemis pada pemilik semesta minta untuk diberikan kesempatan hidup kembali.

Cellest adalah alasan lain ia berjuang. dan siapa sangka, Tuhan cukup baik padanya. Saat ini bahkan ia bisa kembali menggenggam tangan dari belahan jiwanya.

'Tidak ada lagi yang akan melepas dirimu dari tanganku'

Terdengar suara seseorang berlari saat suara mendekat, dianugerahi respon refleks yang bagus Leon menarik lengan Cellest kebalik punggungnya. Bersamaan dengan seorang gadis melintas beberapa senti dari posisinya dan Cellest berdiri sebelumnya.

"Ada apa Leon?" tanya Cellest terkejut.

"Sepertinya aku harus melarang karyawan untuk berlari di Lobby, sungguh berbahaya" ucapnya sambil terus tidak melepaskan pandang pada gadis berambut ikal yang sedang mengantri di depan lift bersama karyawan lain.

"Dia hanya buru-buru Leon"

"tapi bisa saja kau terjatuh karena ulahnya," Leon mengalihkan pandang pada Cellest

Cellest hanya tersenyum melihat wajah Leon yang terlihat kesal, 'Menggemaskan'

Lantai 16

Aster yang masih berusaha mengatur nafas, seharusnya ia tidak menghabiskan waktu dengan film -film lama itu. Ia menyesali perbuatannya semalam, dan membuatnya terlambat bangun pagi ini.

Aster melihat Liz berdiri dengan beberapa kotak besar berjalan ke arahnya

"kau datang tepat waktu Aster"

"biarkan aku menarik nafas dulu..." katanya sambil mencoba mengumpulkan tenaga untuk berdiri tegak. "ada apa dengan kotak-kotak ini??"

"Emm,Aster... Sebaiknya kau ke kamar mandi, kau terlihat... Kacau"

Liz benar, Aster melihat pantulan dari cermin disebelahnya. Beberapa helai rambut menempel tak tentu di kening dan pelipisnya, kemeja yang ia kenakan pun terlihat kusut dan keluar dari balik rok. Peluh di sekitar wajahnya sudah sebesar biji jagung.

ia benar-benar terlihat buruk, "aku ke toilet dulu"

Tanpa berpikir panjang Aster berlari ke toilet di ujung lorong. tak sampai lima menit, Aster selesai merapikan diri dan berjalan keluar toilet setelah memastikan kembali dia cukup baik , siap untuk bekerja hari ini.

'Bukk'

Aster menyadari dirinya membentur sesuatu,

"Cellest"

Cellest terlihat buruk, sebagian bajunya kotor oleh kopi. Aster terkejut dan mulai panik.

"Astaga Cellest maafkan... aku bantu bersihkan." Mengeluarkan saputangan dari balik roknya.

"Tak Apa Aster, aku juga salah berjalan sambil melihat ponsel"

Aster berlari ke dalam toilet mencoba membasahi sapu tangannya dan menggosokkan tepat di bagian gaun putih Cellest yang menjadi coklat karena cairan kopi. Nodanya tidak berkurang sedikitpun.

"Sepertinya tidak bisa hilang , aku harus ganti baju secepatnya" Cellest menyadari tidak banyak noda yang terangkat dari gaunnya.

Wajah Aster menegang, "maafkan , Biar aku laundry"

"tenang saja, aku punya baju ganti di mobil, aku akan ..."

"Cellest" terdengar suara seseorang dari ujung lorong.

Secara bersamaan Aster dan Cellest melihat ke sumber suara, Leon berjalan mendekat, raut wajahnya berkerut memandang noda coklat besar di tengah gaun.

"Apa yang terjadi?" Leon memandang Cellest dan Aster bergantian 'Gadis ini lagi..' ucapnya dalam hati

"aku menumpahkan kopi saat ingin ke toilet, Aster membantuku membersihkannya... Betul kan Aster?" Cellest mengedipkan matanya, Aster yang bingung menanggapi apa hanya mengangguk.

"Apa kau yakin?" Leon merasa ada sesuatu, ia yakin noda coklat yang cukup besar itu bukan sekedar kelalaian Cellest, ia tidak seceroboh itu.

"bukan masalah besar Le... aku akan ke mobil, dan mengambil baju gantiku"

Leon melepaskan jasnya dan memasangkan di bahu Cellest, sudut lain matanya menatap tajam Aster. Aster yang dipandang dengan cara menghakimi seperti itu pun mendadak salah tingkah.

"Aster, tolong bantu aku umumkan pada semua divisi. aku ingin adakan pertemuan sore ini, bisa?" Cellest menyadarkan Aster yang sesaat terpaku dengan tatapan Leon.

"Tentu.. Cellest" Jawab Aster sedikit kikuk. Sebelah alis Leon terangkat, 'Cellest katanya?' bagaimana ia bisa seakrab itu. tatapan Leon semakin membuatnya tidak nyaman. Aster memutuskan kembali ke tempat Liz dan yang lain berada.

"apa kalian seakrab itu?" Leon mempertanyakan

"dia anak magang di kantor kita, aku baru bertemu dengannya secara langsung beberapa hari lalu. ingat saat kau datang? tapi aku langsung menyukainya" jelas Cellest sambil berjalan menuju Lift.

Leon membantu Cellest membuka pintu lift, berencana kembali ke parking area.

"Sepertinya gadis itu selalu membawa celaka pada mu, firasatku sedikit tidak baik mengenainya. sebaiknya kau harus menjaga jarak darinya." Leon berkomentar

"Hanya kebetulan Leon... lagi pula sejak kapan kamu memikirkan orang lain? " Cellest tertawa ringan melihat respon Leon yang hanya bisa menghembuskan nafas pelan.

"Sudah Ayo aku temani kamu ke mobil" Leon merengkuh bahu Cellest dan membimbingnya masuk ke dalam lift.

/

Matahari mulai terbenam, ketika seluruh divisi berkumpul di ruang pertemuan utama yang cukup luas. seperti permintaan Cellest, Aster menginfokan meeting sore ini kepada divisi-divisi yang bertugas hari itu.

Seluruh karyawan dan Staff yang hadir, terlihat sedikit gusar karena jam pulang mereka terhambat oleh sesi ini. sebagian dari mereka juga terlihat antusias, mengingat rumor yang beredar belakangan ini sepertinya benar akan terjadi.

"Baik semuanya selamat sore" Cellest terlihat memasuki ruangan dan sudah mengganti bajunya, gaun berwarna Nila terlihat senada dengan senja dibalik jendela sore ini.

Aster seakan terus dibuat terpesona dan kagum pada Cellest, bagaimana bisa ia terus terlihat menarik dalam berbagai baju. tetapi ada hal lain yang menarik perhatiannya tatapan Leon sangat mengganggu dirinya. Terlihat seperti sangat tidak simpati dan merendahkan.

'Kenapa aku merasa sangat tidak nyaman dengan tatapnya' ucap Aster dalam hati.

"Besok adalah hari terakhir saya bekerja disini..." sesaat langsung terdengar bisik di antara pekerja lain dalam ruangan.

"Sungguh menyenangkan bekerja dengan kalian selama satu tahun ini. tenang saja kita tidak benar-benar berpisah, saya akan sering berkunjung pastinya" Cellest melirik Leon sekilas

"Mulai senin depan Tuan Leon akan menempati posisinya kembali"

Sontak beberapa pekerja bertepuk tangan, dan sedikit berteriak antusias saat Leon berdiri.

"sungguh menyenangkan bisa bekerja dengan atasan tampan lagi" , "besok aku yang mengantar dokumen padanya yah"

Terdengar bisik-bisik di antara pegawai wanita di belakang Aster, sepertinya pria itu punya banyak penggemar. sungguh tidak heran, membuat pria itu bersikap sangat angkuh, terlebih kepada karyawan magang sepertinya.

Secara tidak sengaja, matanya bertemu dengan mata Leon. cukup lama aksi saling tatap itu terjadi. entah apa yang ada di dalam kepalanya saat itu, Aster seakan terkunci tidak bisa mengalihkan dari tatapan menuntut yang semakin lama terlihat tidak asing untuknya. 'kenapa dia menatapku seperti itu' Aster benar-benar terganggu dengan tatapan Leon.

"Astaga ada apa dengan ku?" Aster terdengar seperti berbisik

"Ada apa Aster?" Lizz sedikit berkomentar, Aster menoleh menggeleng dan sedikit tersenyum - rasanya.

Aster merasa sepertinya ia harus menjaga jarak dengan atasannya itu. Mengingat masa magang yang masih lama selesai.

Setelah beberapa arahan dan membicarakan program kerja, satu persatu karyawan mulai meninggalkan ruangan bersiap untuk pulang. hanya beberapa perwakilan divisi yang masih terlihat bercengkrama dengan Cellest dan Leon, Sepertinya Aster juga harus bergegas.

Setelah mematikan komputer, memastikan semua rapi Aster meraih Tas dan Coat nya lalu berjalan menuju pintu Lift dan menunggunya terbuka.

'Ting~

Bersamaan dengan langkah Aster, "Tunggu tahan Pintunya"

Terlihat Cellest , Leon, Lizz dan beberapa Staf Divisi lain berjalan ke arahnya. Aster menekan tombol hold, berusaha merapat kedinding karena lift menjadi cukup sesak saat semua berusaha masuk dan turun bersamaan.

"Ah... bagaimana kalau kita semua makan malam bersama?" ucap Cellest memecah keheningan, seluruh staf dalam lift sepertinya terlihat sangat senang.

Cellest menoleh pada Leon, seakan meminta pendapatnya, "Terdengar menyenangkan" senyum puas terlihat dari wajah Cellest. diikuti seruan senang dari karyawan-karyawan lain.

Aster mengamati dalam diam, sungguh suasana yang tidak nyaman untuknya. terlebih pria dihadapannya ini seperti membangun benteng besar untuknya. Pintu lift terbuka, semua berjalan ke arah yang sama hanya Aster yang terlihat berjalan ke sisi lain gedung,

"Kau tidak ikut Aster??" suara Lizz menghentikan langkahnya.

"Apa?"

Staff yang lain ikut berhenti termasuk Cellest dan Leon, terlihat Cellest melambaikan tangannya tanda mengajak bergabung, berbanding terbalik dengan tatapan dingin pria yang merangkul pinggang Cellest. Aster terlihat berfikir, apa ia harus bergabung dengan mereka semua. Dia bahkan hanya anak magang.

'Astaga, sungguh mengintimidasi'

//

Waktu berlalu dan hari berganti, LANTAI 16

Pekerja hari ini terlihat sangat sibuk, terlihat sangat kontras dengan Aster yang bolak-balik menyusun tumpukan buku di dalam dus, hanya untuk terlihat ia juga sibuk. tapi jiwanya seakan kosong dan tak bertenaga.

"Aster... Bisa tolong antar salinan naskah ini keruangan tuan Leon?" Lizz memanggil tanpa memalingkan mukanya dari layar.

"Sebaiknya jangan aku.." ucap Aster pelan membuat Lizz akhirnya menghentikan kegiatan sementara. dan menghadapkan secara penuh pandangannya pada Aster.

"Aku tahu, kalau kau hanya pura-pura sibuk... dan kau juga tahu akan banyak orang yang dengan suka rela menggantikan posisimu. Tapi sayangnya kali ini kamu tidak punya pilihan Aster" tegas Lizz sambil menyodorkan naskah dari tangganya.

"Aku... hanya masih merasa tidak enak, Karena..." Aster masih merasa sangat ragu,

"dengar Aster itu sudah tiga hari yang lalu... lagi pula kau tidak sengaja. Aku yakin tuan Leon mengerti, atau bahkan dia sudah lupa" Potong Lizz dan memilih kembali menatap layar.

Benar ini sudah lewat dari tiga hari sejak makan malam bersama itu, sebenarnya jika bisa kembali Aster tidak ingin menahan pintu Lift, dan berakhir makan malam bersama mereka.

Aster masih mengingat betul kejadian dimana lagi-lagi ia 'mencelakai' Cellest, saat itu Aster memilih duduk di sudut meja.Hari itu, mereka memang memilih makan di salah satu restoran Shabu-Shabu di dekat area kantor. dan Aster akhirnya memilih untuk ikut bersama mereka.

Beberapa dari mereka terlihat berbincang akrab, bahkan sesekali Cellest terlihat tertawa terbahak-bahak. Yah, Cellest adalah gadis yang sangat menyenangkan. Bahkan Aster sebagai wanita pun menyadari pesona yang besar darinya.

'Ting~' Layar ponsel Aster tiba-tiba menyala.

Seorang Staf pria di sebelahnya menyadari hal itu, "Wah Aster kau sudah punya pacar ternyata. aku baru berpikir mengajakmu kencan" dengan nada menggoda. Seruan menggoda terdengar dari staf lain, Cellest melempar pandangan penasaran

" kembalikan" Aster merasa sangat tidak nyaman.

Dengan cepat tangan pria itu bergerak memperlihatkan layar ponsel kepada Staf yang lain, bersamaan terdengar riuh dan tawa dari mereka semua. Ingin rasanya Aster memiliki buntut penyengat seperti kalajengking, dan menusukan racun pembunuh pada manusia itu.

Beragam komentar terdengar, ada yang mengatakan patah hati, ada yang penasaran mengapa wajahnya hanya setengah. Aster memang belum mengganti Wallpaper ponselnya, atau lebih tepatnya ia tidak ingin menggantinya.

Ponsel Aster pun berpindah dari satu tangan ke tangan lain, ia mencoba untuk meraihnya tapi cukup sulit karena meja yang cukup besar dan tepat saat ponsel itu berpindah ke tangan Lizz, tanpa sengaja tubuh Aster menggeser meja mereka.

"Aaauuw~"

Sebuah wajan berisi Sup panas itu tumpah membanjiri meja, dan sebagian mengenai Cellest yang duduk tepat di seberangnya. Semua orang panik, beberapa mencoba memanggil pelayan untuk meminta bantuan dan sebagian menyelamatkan makanan yang lain.

Untungnya Leon dengan sigap langsung narik Cellest menjauh, "Kamu tidak apa-apa?"

"Hanya terkena cipratan sedikit" memperlihatkan tangannya yang memerah.

"maaf aku tidak sengaja... aku.." Cellest menyadari tatapan khawatir dan merasa bersalah dari mata Aster.

"Tidak apa-apa, sepertinya hari ini hari sial ku. Aku akan membasuhnya sedikit dengan air dingin" ucapan Cellest sebelum akhirnya pergi bersama Leon ke toilet.

Setelah itu, makan malam berlanjut dengan suasana yang menjadi sedikit canggung, Cellest memutuskan untuk pulang, karena tangannya terkena luka bakar ringan. Leon memberitahu untuk mereka bisa menghabiskan semua pesanan dengan tenang karena ia sudah membayarnya.

Lagi-lagi, tatapan menghakimi mendarat pada Aster. sesaat sebelum Leon berbalik untuk pergi. hingga hari ini Aster masih mengingat betul tatapan Leon saat itu, seakan sedang membuat perhitungan dengannya. Astaga kenapa ia harus bermasalah di kala masa magangnya masih begitu lama.

Tanpa terasa langkah Aster berhenti tepat di depan ruangan dengan pintu kaca yang cukup besar yang sebelumnya bertuliskan nama Cellest kini sudah berganti dengan Leonard D. Joan, ia menatap tulisan itu lama, mengingatkannya pada Joan 'nama mereka mirip, tetapi sifat mereka sangat bertolak belakang' itu yang ada didalam kepalanya.

Entah pikiran dari mana Aster bisa membandingkan Leon dengan Joan.

"Mau sampai kapan kamu berdiri depan ruangan ku, Nona Moretz?" terdengar suara bariton dari belakang tubuhnya.

Aster membalikan tubuh secara tiba-tiba, wajahnya berada tepat di hadapan dada Leon. Karena terkejut Aster memundurkan tubuhnya, dan kepalanya menghantam pintu kaca dengan cukup keras.

'Tidak sakit' Aster merasa ada bantalan yang menghalangi antara kepala belakangnya dengan Pintu kaca. Perlahan membuka kedua mata yang ia pejamkan rapat sekali. bersyukur (kembali) refleks yang bagus Leon, tangannya berhasil melindungi kepala Aster sebelum membentur.

Tapi sesaat setelahnya ia menyadari apa yang sedang dilakukan, Leon menarik tangannya dan berusaha mengembalikan Fokus.

"Cepat katakan kenapa anda datang kemari?"

"maaf tuan Leon.. saya hanya ingin menyerahkan naskah..." Aster menunjukan dokumen tebal dalam dekapannya.

"Letakan saja di atas meja, Saya mau ke pantry sebentar" ucap Leon bergegas meninggalkan Aster menuju pantry, ia butuh sesuatu untuk melegakan dadanya yang tiba-tiba sesak.

Melihat Leon berjalan menjauh, Aster memberanikan diri untuk masuk kedalam ruangan. Kini suasana ruangan berubah dengan cukup signifikan. sebelumnya ruangan terlihat hangat kini terlihat sangat kaku. tidak banyak pernak-pernik terpasang di sana seperti sebelumnya, hanya ada beberapa potret Leon di sudut ruang.

"Sungguh pria narsis" Ucap Aster tanpa sadar

Setelah meletakan naskah di meja, Aster memilih mengikuti insting keingintahuannya untuk mendekat ke salah satu sudut ruangan yang dipenuhi bingkai bergambar. ia melihat beberapa potret Leon dengan berbagai keadaan, bahkan ada Leon dengan anak-anak kucing. Gambaran atasanya terlihat sangat berbeda dengan apa yang ia lihat di foto dengan aslinya.

Selain itu terdapat foto Cellest juga yang terpajang, Cellest Gaun putih transparan terlihat sangat sexy. Luar biasa menawan, membuat Aster terkagum. benar-benar seperti model profesional dari majalah Voyage. Foto selanjutnya menampilkan pose yang membuat wajah Aster tanpa sadar memerah,

"Apakah kamu memiliki bakat memperhatikan barang pribadi orang lain nona Moretz ?"

Suara bariton itu terdengar bersamaan dengan sebuah tangan yang membalik bingkai pasangan yang sedang berciuman dengan pakaian renang. menyadari dirinya ketahuan, Aster langsung berdiri tegak.

"Tidak Tuan... maksud saya... Maaf... untuk kelancangan saya" ucapnya terbata-bata.

Leon tidak bergeming hanya menatap tajam kearah wanita berkulit coklat di depannya, entah kenapa wanita ini sangat mengganggu pandangannya. mengapa semua tingkahnya masuk kedalam list sikap-sikap seseorang yang ia tidak suka.

"Berhenti mengatakan maaf... Sebaiknya kamu kembali ke ruangan mu." Leon berusaha mengacuhkan isi kepalanya.

Gadis muda ini memang sangat bermasalah, dan bagaimana bisa dia bekerja di kantor miliknya. Akan lebih baik ia membuat peraturan lebih ketat mengenai syarat magang.

"Tuan Leon, ada yang ingin saya sampaikan" Aster coba mengutarakan rasa yang mengganggu beberapa hari ini.

Leon terlihat acuh, hanya menatap sekilas Aster dari sudut matanya, "Sebaiknya kau katakan dengan cepat"

Aster perlahan jalan mendekati meja kerja Leon, "mengenai kejadian tiga hari yang lalu...saya... Tidak bermaksud....untuk...itu.... saya... minta ma.."

"waktumu habis" Leon terdengar tidak tertarik.

"Apa??" Aster bahkan belum selesai berbicara.

Leon meletakan kacamata yang entah sejak kapan bertengger di wajah tampannya. Tatapan tajam yang mengganggu itu kembali di lihat Aster.

"Saya tidak nyaman, jika membicarakan hal kasual di waktu kerja. jika anda cukup penasaran dengan apa yang saya pikirkan saat ini. Nona Moretz anda sangat mengganggu"

Aster merasa gemuruh emosi mulai meletup. bagaimana mungkin pria semenyebalkan ini memiliki banyak penggemar.

"jika tidak ada hal lainnya, sekali lagi saya ucapkan silahkan kembali kemeja kerja anda" Leon memasang kembali kacamatanya, dan meneruskan membaca naskah ditangannya.

"Baik Tuan saya permisi" secepat kilat Aster meninggalkan ruangan.

Bersamaan dengan pintu ditutup Leon menatap ke arah Aster pergi. jika sekali lagi wanita itu membuat masalah, sebaiknya ia benar-benar akan membuat perhitungan dengannya.

Aster yang terlihat sangat kesal berjalan penuh emosi menuju Lift, sesaat pintu terbuka ia melihat Cellest berada didalamnya. ia tersenyum ramah. Aster yang tiba-tiba terlihat canggung.

"Hai Aster" Cellest menyapa dahulu, sambil melambaikan tangan yang terbalut perban.

"Hai, Nona Cellest. bagaimana dengan tangan anda?" ucap Aster melihat kelihatanya luka Cellest cukup serius.

"tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya luka ringan. aku membalutnya karena agar tidak terlalu banyak mengalami gesekan. tapi dokter mengatakan luka ini tidak akan meninggalkan bekas. Kau tidak perlu khawatir."

Aster mengangguk lega mendengarnya, "Syukurlah, saya senang mendengarnya. dan saya benar-benar minta maaf untuk itu." Aster masih merasa tidak nyaman membuat Cellest terluka.

"tidak ada yang perlu dimaafkan Nona Moretz" Cellest tersenyum.

"Panggil saya Aster saja."

"Baiklah Aster. Oh ya, apakah kamu melihat Leon? apa dia ada di ruangannya?" Tanya Cellest.

Aster baru saja ingin menjawab, Leon tiba-tiba muncul menarik pinggang Cellest posesif dan mendaratkan kecupan di puncak kepala kepala Cellest.

"Ya, aku disini." Ucap Leon pada Cellest. sepertinya dua insan dihadapan Aster lupa ada orang lain juga saat ini.

"Apa kau sibuk hari ini?" Cellest tersenyum menyadari pria yang ia cari sudah ada disamping sekarang.

"Tidak terlalu, apa ada hal yang sangat penting yang ingin kamu sampaikan? atau kamu hanya merindukan ku?" Leon terlihat sangat berbeda saat bersama Cellest. apakah pria ini punya tombol di tubuhnya. bagaimana ia bisa bersikap berbeda dalam waktu yang sangat singkat.

"Yah, untuk keduanya" Cellest memeluk pinggang Leon. sesaat Leon melihat jam ditangannya.

"Ayo kita bicara sambil makan siang" Ajak Leon yang melihat sudah mendekati waktu makan siang.

"tentu" Jawab Cellest.

"Em… Nona Moretz apakah sudah selesai mengamati kami. bukankah aku sudah memintamu untuk kembali kemeja mu." Ucapan Leon sangat dingin, menyadarkan Aster kalau ia belum beranjak dari posisinya.

"Leon, apa yang kamu katakan? jangan membuat Aster tidak nyaman. Mohon maaf, Aster sepertinya pria ini sedang dalam mood yang kurang baik" jelas Cellest yang merasa tidak enak dengan perlakuan Leon padanya.

"Em,.. yah tidak apa Cellest. mohon maaf aku harus kembali ke ruangan. sampai jumpa" pintu Lift terbuka, Aster masuk langsung menekan tombol tutup.

"Kau lihat, bahkan wanita itu langsung menutup pintu lift. saat kita juga ingin menggunakannya" Leon berkomentar sesaat setelah melihat pintu itu tertutup.

"Aku rasa kamu yang sudah membuatnya takut. kenapa kamu bersikap semenyebalkan itu?" ungkap Cellest

"Wanita itu benar-benar tidak punya aturan, aku sangat tidak menyukainya. dan sebaiknya kamu tidak terlalu dekat dengannya. firasatku mengatakan hal yang kurang baik tentang dia"

"Berhenti berpikir berlebihan Leon, aku rasa dia gadis yang manis, dan menyenangkan. pekerjaanya pun bagus. kau harus melihat sisi lain darinya. lagi pula semua hanya kebetulan. dan tanganku baik-baik saja. jadi padamkan rasa marahmu." Jelas Cellest,

lagi-lagi Leon tidak bisa berkomentar lebih jauh dan membiarkan semua berlalu. Jika bukan karena Cellest mungkin ia sudah berpikir untuk menghentikan kontrak magang wanita itu.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C6
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login