Download App
3.6% I FEEL ALONE / Chapter 16: I FEEL ALONE - Arkan

Chapter 16: I FEEL ALONE - Arkan

Di lain sisi, saat Anna tengah membuatkan minuman untuk Peyvitta. "Dik, itu siapa?" tanya seorang laki-laki, sepertinya orang itu adalah Kakaknya Anna.

"Dia temen Anna," jawab Anna.

"Gak pernah liat," ujar orang itu lagi sambil memperhatikan Peyvitta dari dapur.

"Anna belum kenal dia Kak, Anna sulit buat bergaul dengannya," jawab Anna.

"Kenapa?" tanya cowok itu lagi.

"Dia orangnya tertutup banget Kak," jawab Anna.

"Nama dia siapa?" Cowok itu begitu penasaran akan Peyvitta.

"Peyvitta Kak," jawab Anna.

"Cantik," ucap dia sambil tersenyum menatap Peyvitta dari kejauhan.

"Minum dulu Vitt," ucap Anna sambil menyimpan minuman di meja.

"Makasih," jawab datar Peyvitta. Peyvitta memang termasuk anak yang jarang basa-basi, tapi dirinya masih tahu diri, jadi gak mungkin ia mengabaikan orang yang sudah membuatkan minuman untuknya.

"Hai," ucap cowok yang tadi berbincang-bincang dengan Anna, cowok itu berjalan menghampiri Peyvitta.

"Hallo," jawab Peyvitta datar. Peyvitta melirik orang yang sedang berada di hadapannya sebentar.

"Oh ya Vitt, kenalin ini Kakak aku namanya Arkan." Anna memperkenalkan Kakaknya pada Peyvitta.

"Arkan."

"Peyvitta," ucap Peyvitta yang kemudian mereka berdua bersalaman. Peyvitta tersenyum sekilas, meski dalam hatinya ia malas untuk melakukan ini semua.

Jangan berpikir buat deketin gue!

"Anna." "Anna." "Anna." Dita, Indah, dan Lala sudah sampai di depan rumah Anna, mereka berteriak memanggil nama Anna.

"Aku keluar dulu bentar ya Vitt." Anna pamit keluar, ia ingin mengajak masuk teman-temannya.

Di dalam sana Arkan tengah menatap Peyvitta dari atas hingga bawah. Arkan merasa gadis yang tengah berada di depannya sangat berbeda, kalau cantik sih sudah jelas, namun Arkan merasakan sesuatu yang berbeda dari Peyvitta. Mungkin bisa dibilang kalau Arkan menyukai Peyvitta pada pandangan pertama.

Peyvitta hanya menatap Arkan dengan tatap yang sangat biasa. Peyvitta tak sedikit pun menunjukkan kesan yang manis pada Arkan.

Peyvitta tak mau jika nantinya Arkan harus jatuh hati padanya, karena Peyvitta tak mau kalau harus terus-terusan mematahkan hati yang hadir.

Peyvitta sudah lelah bila ia harus terus-menerus menolak banyak hati yang hadir. Lagian dia juga gak mau membuat banyak lelaki jatuh hati padanya, karena pada akhirnya mereka akan tertolak atau bahkan terusir.

"Minum dulu Vitt," ucap Arkan.

"Makasih." Peyvitta mengambil gelas yang berisikan orange juice itu.

Peyvitta nampaknya mulai merasa risih saat sadar kalau dirinya menjadi titik pusat perhatian Arkan. Arkan berusaha mencairkan suasana dengan Peyvitta.

"Boleh kenalan lebih dekat?" tanya Arkan.

"Maksudnya?" tanya Peyvitta seolah bingung, padahal dalam hatinya ia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan Arkan kali ini.

"Boleh minta ID Line atau nomor Whatsapp?"

Ya Tuhan, sebenarnya gue gak mau kalau gue harus ngasih kontak gue ke dia, tapi gak enak juga kalau gue harus bilang enggak. Ya Tuhan , tolonglah hamba-Mu ini.

"Boleh," ucap Peyvitta dengan ragu.

Peyvitta membuka layar ponselnya dan hendak memberikannya pada Arkan, namun Anna dan yang lainnya sudah masuk hingga akhirnya Peyvitta menghentikan kegiatannya itu. Peyvitta benar-benar merasa lega, karena akhirnya dia tidak memberikan kontaknya pada Arkan.

Peyvitta POV

Mereka semua masuk dan seperti yang sudah gue duga sebelumnya kalau mereka semua membawa alat-alat yang bakalan digunakan nantinya, sedangkan gue? Gue hanya membawa diri gue saja haha.

"Mau di kamar aku atau di sini?" tanya Anna.

"Hai Kak," ucap Dita sambil melambaikan tangannya ke arah Arkan. Bukannya menjawab pertanyaan Anna, dia malah menyapa Arkan.

"Hai," jawab balik Arkan.

Respons yang dia berikan pada Dita sangat jauh berbeda dengan respons yang dia berikan pada gue. Ok, ini aneh dan gue gak suka!

"Kamar lo." Gue sengaja memilih untuk di kamarnya Anna, karena dengan begitu gue gak bakalan merasa risih oleh sikap Arkan, karena gak mungkin kan dia bakalan ikut ke kamarnya Anna.

"Yah, kenapa gak di sini aja sih? Kan bisa sambil liat pemandangan," ucap Dita.

"Iya kan kalau di sini bisa liat Kak Arkan," lanjut Indah.

"Lo mau kerja kelompok atau mau liat Kakaknya dia?" Gue mulai merasakan malas sekarang, gue gak suka sama orang yang suka mencari kesempatan.

"Gak papa donk, kerja kelompok sambil liatin Kak Arkan." Gue memutar bola mata gue malas.

"Ya udah di kamar aku aja yuk," ucap Anna menengahi. Untung deh lo ngerti sama sifat gue, kalau enggak gue bakalan balik lagi.

Sesampainya di kamar Anna, ternyata mereka masih membahas apa yang bakalan di presentasikan besok. Emosi gue sempat naik sih, tapi untunglah gue masih bisa menetralkannya.

Gue emosi karena gue pikir mereka sudah merundingkannya tadi pada saat jam pelajaran matematika, terus sedari tadi mereka ngapain? Bingung gue.

Gue enggan untuk membuka mulut untuk menyatakan pendapat, gue mau tahu sampai mana otak mereka bekerja, dan ternyata gue rasa yang punya otak di sini hanya Anna. Gue sudah sangat bosan akhirnya gue mau membuka mulut untuk mengajukan pendapat.

"Kalau persebarannya mau menggunakan peta, siapa yang mau gambar petanya?" tanya Dita saat gue bilang kalau persebarannya dipresentasikan menggunakan peta.

"Gimana kalau Vitta aja," usul Indah dengan nada yang sangat enteng.

"Gue?" Seenaknya lo langsung nunjuk gue?

"Iya lo," benar Indah sambil menganggukkan kepalanya.

"Mana karton sama spidolnya?" tanya gue, karena gue sadar kalau gue gak bawa apa-apa.

Gue mulai menggambarkan jalur persebaran tentang manusia purba pada masa lalu. Gue memang gak bisa gambar tapi gue gak mau kalau mereka tahu kelemahan gue, karena apa? Karena gue yang sekarang aja tak mudah buat diterima oleh mereka, apalagi kalau mereka tahu tentang kekurangan gue.

Melihat Indah, Dita dan Lala yang tengah asyik mengerjakan bagian tugasnya, membuat gue merasa iri. Iri dalam artian gue juga ingin berada di posisi mereka, mereka asyik bersama bahkan sesekali mereka tertawa riang bersama.

"Vitt itu jalurnya salah," ucap Anna, saat melihat bahwa jalur yang gue buat barusan ternyata belok, yang seharusnya adalah lurus.

"Dih kok salah sih? Mana so-soan langsung pake spidol lagi, trus kalau gini mau gimana?" tanya Dita dengan nada yang langsung sinis.

"Udah Dit, salah sedikit kok," bela Anna. Eh, bukan bela sih, memang salahnya cuman belok ½ cm doang dari jalur yang seharusnya dan gue rasa guru sejarahnya juga gak bakalan peka kalau jalur yang gue gambar itu salah.

"Tetep aja salah Anna!" bentak Dita.

"Sini biar gue yang lanjutin, kalau emang gak bisa gak usah so bisa!" sinis Dita.

"Ditta, ini salah," ucap Indah saat melihat deskripsi yang sudah Dita buat tadi.

"Ini ketuker Dit," ucap Lala menambahkan.

Mendengar itu gue sepintas tersenyum miring. Hahah, gue tertawa sebentar dalam hati gue.


CREATORS' THOUGHTS
Van_Pebriyan Van_Pebriyan

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

Kenapa Peyvitta malah tersenyum? Tunggu aj di next Chapter!

Bbye lov u.

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C16
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login