Lagi - lagi aku merasa semua tindak tanduk Naren sedang Nadine awasi. Bagaimana perubahan ekspresi wajah wanita itu begitu sangat kentara. Saat Naren bicara atau tertawa, dia akan tersenyum, tapi ketika Naren sedang memberi perhatian kecil padaku rautnya akan berubah datar. Lalu saat Arsen mulai usil lagi, dia akan menekuk wajahnya dengan sebal.
Saat dua lelaki itu pamit ke toilet secara bersamaan, aku menggunakan kesempatan itu untuk tahu suatu hal.
"Rasanya pacaran sama Arsen gimana, Mbak?" tanyaku memulai.
Nadina yang sedang mengorek-ngorek isi piringnya menggeleng. "Nggak gimana-gimana, kami pacaran seperti orang pada umumnya."
Tapi aku tidak melihat pada umumnya seperti yang dia maksud.
"Kalau aku jadi kamu, pacar flitring ke pelayan kayak tadi udah aku jewer, Mbak."
Nadine tampak menghela napas dan menatapku dengan pandangan sayu. "Mau bagaimana lagi? Aduh udah capek bolak-balik protes," ucap wanita itu meluruhkan bahu. "Jadi, sekarang terserah dia aja."