Download App
13.21% Prince Charming Vs Gula Jawa / Chapter 23: Part 22

Chapter 23: Part 22

Tanpa aku duga, Naren menyentak tanganku hingga tubuhku limbung dan sukses terjerembab tepat di dadanya.

Dia mendekapku sangat erat,  begitu erat membuatku yang tadi seketika kaget berubah tegang.

"Aku mohon, jangan tinggalkan aku," bisiknya pelan.

Aku seperti terlempar pada sebuah dejavu masa lalu. Ucapannya serasa baru kemarin terlontar dan kini aku mendengarnya lagi. Saat aku merasa muak dengan semua kata cintanya. Ketika aku ingin jauh dan lepas darinya.

Tapi sekarang, yang aku rasakan bukan seperti itu. Aku malah ingin semakin membenamkan diri dalam pelukannya.

"Kanya, stay with me, marry me, please...."

Aku masih membisu. Tidak tahu apa yang ingin aku katakan. Karena tiba-tiba saja wajah Nadine dengan tawanya yang renyah berkelebat.

"Naren, Nadine.... " Aku mendorong dadanya mundur. Dia menatapku dengan kening berkerut. Mungkin aneh, di saat seperti ini kenapa aku malah menyebut nama orang lain?

"Ada apa?"

Posisi kami masih saling menempel dengan kedua tangan Naren yang masih memeluk erat pinggangku.

"Nadine, di-dia menyukai kamu... "

Naren membuang napas, lalu mengendurkan pelukannya. Seolah apa yang aku katakan tadi itu mengganggunya. Tanpa aku duga dia melangkah pergi begitu saja,  dan menjatuhkan diri ke sofa. Aku menatapnya bingung. Apa dia tidak ingin mengatakan sesuatu?

"Bukan hanya Nadine, kalo kamu memang ingin tau." Naren menoleh padaku. Aku melihat ada raut tidak suka yang dia tunjukkan.

"Tapi kenapa itu seolah penting buatmu?"

"Karena Nadine itu temanku," jawabku mendekat padanya.

"Lalu?"

"Dia pasti terluka kalo kamu seperti ini."

Seperti tidak peduli dengan ucapanku, Naren beranjak, mengambil sesuatu kemudian langkahnya menuju balkon. Dia bersandar di sana. Beberapa detik kemudian, pandangku memicing saat ku lihat dia menjejalkan sesuatu pada mulutnya lalu memantik api. Detik berikutnya asap itu mengepul keluar dari mulutnya perlahan. Naren merokok!

Cepat-cepat aku berjalan mendekatinya.

"Sejak kapan kamu berani merokok?"

Aku masih tidak percaya. Naren bukan tipe laki-laki yang gemar merokok. Membaui asapnya saja dia paling anti. Lalu ini apa?

"Sejak aku kehilangan kamu," jawabnya tanpa menatapku. Pandangannya menerawang jauh ke gemerlap cahaya lampu malam kota Surabaya yang tampak indah terlihat dari atas sini.

Naren seolah menikmati isapannya pada benda bernikotin itu.

"Na-Naren, kamu nggak seharusnya seperti ini."

"Apalagi, Kanya? Setelah membawaku mencintai batang nikotin ini, kamu mungkin akan segera membawaku mencintai minuman beralkohol. Kamu nggak sadar atau gimana? dari dulu kamu selalu membuatku gila."

"Naren..."

"Apa kurangku Kanya? Apa harga diriku masih belum cukup untuk melawan ego kamu yang besar itu selama ini?"

Naren membuang rokoknya yang masih menyala, lantas menginjaknya hingga baranya mati.

"Aku nggak pernah memikirkan apa pun untuk mencintai kamu. Tapi kamu malah peduli dengan orang lain tanpa memikirkan perasaanku."

"Naren aku,  aku nggak bermaksud... "

Bibirku bergetar, aku selalu takut untuk memulai lagi. Hanya itu. Perasaanku terlalu dalam pada laki-laki ini. Hingga aku merasa takut untuk memulainya kembali jika pada akhirnya aku akan patah hati lagi.

Entah sejak kapan mataku terasa basah dan perih. Dadaku terasa terhimpit dan teramat sesak. Aku bukan sosok yang cengeng. Nyaris tidak pernah menangis di hadapan Naren. Tapi pertahananku kali ini sangat buruk.

"Kanya? Kamu menangis?" Suara Naren panik, dia mendekatiku segera. "Apa ucapanku tadi menyinggungmu? Kanya, sorry. Aku nggak bermaksud kasar..."

Berengsek. Kalaupun aku harus menangis, tidak seharusnya di hadapannya langsung seperti ini. Aku merasa payah. Air mata sialan ini malah semakin menjadi. Terus saja mengalir seolah tidak mau berhenti.

Bagaimana aku bisa bicara dengan baik kalau begini? Tapi aku memang tidak ingin bicara apa pun lagi,  terlebih sekarang Naren membawaku kembali pada pelukannya yang hangat. Rasanya tidak pernah berubah dari dulu. Sekuat apa pun aku menyangkal, nyatanya dekapan laki-laki posesif ini masih sangat menenangkan.

Tanpa mengucapkan apa pun lagi, Naren mengangkat tubuhku, dia membopongku dalam sekali sentak. Tanganku spontan mengalungi lehernya. Lantas kubiarkan langkah Naren membawaku menuju sebuah ruangan yang terdapat bed berukuran besar di tengahnya. Ada pintu kaca tinggi yang terbuka lebar dengan tirai melambai di terpa angin malam. Sepertinya itu balkon kamar.

Naren meletakkan tubuhku dengan pelan  ke atas bed. Lalu dia mengusap sisa air mata di sudut mataku.

"Aku minta maaf." Kubiarkan saat dia melabuhkan kecupan di keningku.

Jarak kami yang dekat seperti ini menyadarkanku  bahwa kenyataannya memang aku sangat merindukan kehadirannya.

Aku memejamkan mata, sedetik kemudian bibirnya menyentuh bibirku. Sudah sangat lama. Jadi rasanya bagiku seperti  baru mendapat ciuman pertama. Mendebarkan dan menghanyutkan.

NAREN

Penerimaannya pada sentuhanku seolah menjadi jawaban. Aku yakin, seyakin-yakinnya perasaannya masih ada untukku.

Tatapan matanya yang berubah sendu. Gerakan bibirnya yang seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tidak kunjung kudengar juga.

Ini gila. Tapi aku benar-benar merindukannya. Aku terus memagutnya mencurahkan segenap rinduku yang membuncah. Sesekali aku mengurai, tapi kemudian aku mencecap bibirnya kembali tanpa henti. Hingga sampai detik ini, Kanya masih saja candu buatku.

"Kanya... "

Sial! Kenapa suaraku terdengar serak seperti ini?

Mata beningnya menatapku, seakan menungguku mengatakan sesuatu.

"Kanya, apa aku boleh..."

Di luar dugaanku, Kanya membungkamku dengan bibirnya. Kenapa aku malah dibuat mabuk seperti ini?

Tanpa pikir panjang lagi, aku membalasnya. Kali ini lebih bersemangat dari sebelumnya. Bahkan saat tanganku membuka satu kancing kemejanya dia tidak mempermasalahkannya. Dan berengseknya aku, sebuah lolosan desahan Kanya membuat akal sehatku hilang saat aku bermain pada leher jenjangnya.

KANYA

Kami hampir saja melakukannya, jika saja Naren tidak dengan tiba-tiba memundurkan tubuhnya dari atasku. Aku tidak mengerti, dia memandangku sejenak lantas mengecup dahiku lama.

"Maaf, aku nggak bisa, nggak dengan cara seperti ini."

Aku belum membalas satu patah kata pun saat dia menutupi tubuhku dengan selimut. Pelan dia mundur, dan mengenakan pakaiannya kembali.

"Aku akan tidur di luar."

Dan kamu tahu apa yang aku rasa? Aku syok! Setelah dia melucuti semua pakaianku, dan bermain liar dengan bibir juga tangannya, dia meninggalkanku begitu saja. Dan bodohnya, aku cuma diam tanpa penolakan apapun. Aku tadi benar-benar hanyut bersamanya. Seolah tubuhku melebur jadi satu dengan tubuhnya. Aku yakin, bukan hanya aku saja yang merasakan itu. Dia juga sama. Tapi kenapa tiba-tiba dia berubah pikiran? Apa karena dia mengingat seseorang? Entahlah.

Aku bangun dari tidurku. Menatap diriku sendiri. Betapa buruknya aku. Secara tidak langsung aku menerima laki-laki itu kembali. Reaksi tubuhku benar-benar tidak sinkron dengan otak. Agak menyebalkan tapi sulit aku kendalikan. Aku mengusap wajah pelan. Mungkin memang harus aku mulai kembali semuanya dari awal. Menerima kehadirannya kembali di hidupku.


CREATORS' THOUGHTS
Yuli_F_Riyadi Yuli_F_Riyadi

haloaaa gaeesss....

jangan lupa review ke halaman depan. Dan mantapkan power stone nya... yuhuuu...

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C23
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login