Sudah butik kelima yang Lily masuki di mall ini, tapi Lily belum menemukan baju yang dapat menyilaukannya. Sedangkan Rena dan Yuli sudah menenteng masing-masing satu paper bag berisi baju dan sepatu.
Lily membuka hpnya yang terdapat satu notifikasi pesan grub panitia. Lily membelalak saat panitia diminta menggunakan pakaian dengan warna yang sama.
"Yaah, gue udah terlanjur beli pink, malah disuruh pake warna item. Ngeselin." Yuli tertawa terbahak-bahak melihat Rena yang berjongkok karena kesal. Lily menghampiri Rena yang hampir menangis itu.
Jika Lily tidak salah ingat, Rena merogoh koceknya lumayan dalam untuk dress pink itu. Lily merangkul Rena. "Udah yuk, mending makan aja. Nanti cari dilemari aja. Mungkin ada satu keselip yang bagus."
"Heem, udah gak usah nangis segala. Aku punya banyak yang item dirumah. Nanti aku pinjemin." Rena mengangguk, berdiri mengikuti Lily masuk kesalah satu restoran disana.
Lily masuk ke antrian yang tidak terlalu panjang. Memainkan hp sambil menunggu gilirannya.
"Ly, lihat deh itu bukannya papa kamu?" Yuli menyikut Lily, Lily dan Rena melihat salah satu meja yang ditunjuk Yuli.
"Itu papa kamu Ly? Lagi sama siapa?" Lily tak menghiraukan pertanyaan Rena. Lily keluar dari antrean, menghampiri papanya yang sedang duduk bersama seorang tante-tante yang berdandan menor.
"Papa." Raut muka Arya, papa Lily menunjukkan keterkejutan melihat putrinya berada disini.
"Papa sama siapa?" Lily menujuk wanita itu. Papanya masih sibuk dalam fikirannya, membuat wanita itu bangkit mendekat ke arah Lily.
"Ini anak kamu mas? Yang kamu ceritain punya emosi yang meledak-ledak karena trauma?" Lily melotot pada wanita yang kini merangkul bahunya. Bagaimana bisa wanita ini bisa tahu? Bahkan Lily tidak mengenalnya.
"Kamu pulang sendiri dulu. Aku antar anak aku pulang."
"Iya sayang."Wanita itu menangguk paham kemudian melanjutkan makannya yang masih sisa separuh.
"Ayo Ly. Pulang sama papa." Lily menepis tangan papanya. "Siapa dia pa?" Arya kembali ingin meraih anaknya, namun dengan cepat Lily menghindar.
"Jelasin sama Lily dia siapa?"
"Nanti papa cerita dirumah. Oke?"
"Wow beneran meledak." Komentar wanita itu membuat Lily semakin marah. Lily menjambak rambut wanita itu dengan kasar. Wanita itu tidak bisa membalas, hanya berusaha melepas jambakan Lily pada rambutnya.
Suasana dalam restoran itu menjadi ricuh, beberapa ada yang merekam kejadian itu. Tapi Lily tidak peduli, selama ini papanya tidak pernah ada dirumah bahkan untuk makan bersama mamanya, atau bahkan Lily dan Aster.
Melihat papanya begitu memiliki banyak waktu luang dengan pacarnya ini membuat Lily merasa sangat tersakiti.
"Wanita bodoh. Gak bisa balas ya? Tapi sok-sok an selingkuh."
"Lily jaga bicara kamu! Papa gak selingkuh sama dia." Arya berusaha menenangkan amukan anaknya. Tapi Lily tidak percaya begitu saja pada ucapan papanya.
Lily meraih pisau makan yang wanita itu gunakan untuk makan, menodongkannya pada papanya sendiri.
"Aku gak percaya. Terus kenapa dia bilang sayang ke papa?" Lily meloloskan buliran air mata yang tak mampu dibendungnya.
Seketika itu semakin banyak penonton yang menyaksikan adegan kepergok selingkuh oleh anak ini.
"Aku gak bakalan pergi sebelum papa jelasin siapa dia?" Arya hanya terdiam, tidak tahu harus berbuat apa dalam situasi ini. Lily semakin emosi saat papanya hanya diam dan tidak memberikan penjelasan yang jelas padanya.
Lily menarik lebih banyak rambut milik wanita itu, kemudian memotong rambut itu sembarangan dengan menggunakan pisau. Lily tertawa sumbang melihat wanita berambut acak-acakan itu tak mampu berbuat apa-apa.
Arya menampar Lily kuat-kuat, meninggalkan bekas kemerahan dipipi berisi itu. Lily memegang pipinya seraya tertawa tebahak-bahak namun air matanya tidak berhenti mengalir.
Yuli menghampiri Lily, merangkul Lily. "Om keterlaluan banget." Setelah mengatakan itu Yuli membawa Lily keluar dari kerumunan.
"Ren, bantu pesen taksi." Rena menggandeng sebelah tangan Lily, kemudian mereka keluar dari tempat yang membuat Lily hampir kehilangan akal. Wanita tadi sangatlah beruntung, karena Lily hanya memotong rambutnya, bukannya urat dilehernya.
*
Semenjak kejadian di mall itu, papa Lily tidak sekalipun pulang kerumah, bahkan menghubungi Lily untuk mengetahui kabar Lily saja tidak.
Lily sudah demam selama tiga hari dan tidak masuk sekolah selama itu juga. Angkasa sedang mengikuti lomba fisika internasional di Jepang.
Lily rindu, meskipun Angkasa ada disini sekarang Lily tidak yakin kalau mamanya mengizikan Lily untuk bertemu dengan Angkasa.
Malam ini Nyonya Desi bilang akan pulang lebih awal, tapi nyatanya sampai pukul delapan malam mamanya tidak kunjung pulang.
"Dimakan dulu kak buburnya." Aster meletakkan mangkuk berisi bubur yang tadi dibelinya diluar. Lily menggeleng. "Mau sama mama atau gak papa."
"Mama sama papa belum pulang kak, yuk Aster yang suapin ya." Lagi-lagi Lily menggeleng. "Tapi kakak harus makan."
"Kalau gitu sama Angkasa." Aster benar-benar kewalahan. Ini seperti Aster yang kakak bagi Lily, bukan sebaliknya.
"Kak Angkasa lagi lomba, pulangnya masih dua hari lagi. Kakak harus makan biar sehat." Lily mulai terisak, Lily hanya butuh kedua orang tuanya disisinya.
Hatinya benar-benar sakit saat keduanya nampak tidak peduli pada kondisi Lily yang seperti ini. Lily butuh kedua orang tuanya, Lily butuh Angkasa ada disini, tapi Lily tidak bisa egois.
"Makan ya kak. Aster suapin." Akhirnya Lily mengangguk, Lily tidak ingin Aster menjadi khawatir karena dirinya.
Suapan demi suapan Aster berikan, dalam bubur yang Lily makan, sesekali Lily merasakan ada rasa asin dari air matanya.
Setelah Lily menghabiskan satu mangkuk bubur itu, Aster menuntun Lily menuju kamarnya. Aster menutup pintu kamar kakaknya, setelah memastikan kakaknya sudah tertidur lelap.
Aster hendak menuju kamarnya saat melihat mamanya naik menuju kamar Lily. "Gimana kakak kamu?" Nyonya Desi membuka kamar Lily sejenak, kemudian menutupnya kembali setelah melihat putrinya tertidur.
"Udah mendingan ma panasnya." Mamanya mengangguk paham, kemudian melangkah untuk turun kebawah. "Mama bisa gak sih gak janjiin kakak buat pulang cepet? Kakak nungguin mama."
Desi berhenti sejenak. "Iya, mama gak janji lagi." Aster masuk ke kamarnya dengan cepat, saat mamanya melanjutkan langkah untuk pergi ke lantai satu.
*
"Sayang lihat rambut aku jadi jelek gara-gara anak kamu tuh." Arya melihat rambut yang sebelumnya memiliki panjang tak rata, sekarang terlihat pendek. "Tetep cantik."
"Tapi aku gak suka." Arya menggeram kesal mendengar keluhan selingkuhannya itu.
"Kamu diem! Aku tu pusing, gara-gara video kejadian di mall kesebar aku dipecat!" Arya membiarkan Gita, selingkuhannya bergelayut manja pada lengannya.
"Kamu bisa kok jadi pimpinan perusahaanku, kalau kamu nikahin aku, terus balas dendam ke anak kamu dengan cara melakukan hal yang sama yang dia lakuin ke aku." Ucap Gita, kemudian meninggalkan Arya sendirian berperang dengan fikirannya.
*