Download App
0.9% Angkasa dan Lily / Chapter 3: 3. Tugas

Chapter 3: 3. Tugas

Hari senin adalah hari dimana semua siswa memakai seragam osis yang berwarna putih. Itulah yang sedang Lily kesalkan sekarang.

Bagaimana tidak? Gara-gara Lily menampar dan menuang minuman pada Doni tempo hari, hampir seluruh siswi yang menjadi bucin Doni membully Lily.

Seragam Lily terkena tumpahan es jeruk. Lily berusaha membersihkan rasa lengket pada seragamnya ditoilet dibantu Yuli.

Bersih, hanya saja seragamnya jadi basah. Begitu Lily memakainya, tampak jelas sangat menembus pandang. Yulipun sudah berkeliling mencari seragam pinjaman keseluruh penjuru sekolah, tapi tak dapat menemukan satupun.

Lily pasrah memakai seragam basahnya yang terlihat kumal begitu bel berbunyi.

*

"Pr halaman 45-50 dikumpulkan saat ada jam ibu lagi." Terdengar banyak keluhan saat Bu Santi memberi banyak tugas. Bu Santi memang sangatlah hebat, punya dua gelar sebagai guru BK dan guru Matematika.

"Untuk Lily, Ibu punya tambahan tugas buat kamu. Istirahat kedua ini temuin ibu di ruang BK." Tambah Bu Lily.

"Siap Bu." Lily mengangkat tangannya, hormat. Akhirnya hukumannya akan datang hari ini.

*

Lily berjalan gontai menuju kelas Mipa 2. Kelas Angkasa dan Doni. Lily mengintip dari jendela, tapi tidak menemukan objek yang dicarinya.

Banyak yang menatap Lily tidak suka, tapi Lily abaikan karena Lily mencari Angkasa bukannya Doni si ketos sialan itu.

"Ehem." Lily mengabaikan dehaman itu, memilih lebih teliti mengamati kedalam ruang kelas Angkasa.

"Ehem." Kali ini lebih keras, membuat Lily menoleh cepat. Ternyata orang yang dicarinya disini. Angkasa mengernyit heran, saat Lily menjadi pendiam. Terkahir kali Angkasa bertemu Lily, Angkasa diejek habis-habisan oleh Lily karena masalah foto.

"Ngapain? Ditunggu Bu Santi." Angkasa akhirnya mengangkat suaranya tahu saat Lily terlihat lesu tidak berniat mengeluarkan sepatah katapun. Akhirnya Lily berjalan diikuti Angkasa.

Seragam yang basah dan dua jam berada diruangan ber AC membuat Lily kedinginan. Wajahnya terlihat sangat pucat.

Angkasa yang menyadari ada yang salah dengan Lily berjalan di belakangnya. Angkasa berjaga-jaga apabila tubuh ringkih dan kurus itu terjatuh.

Sesekali ada siswi yang sengaja menyenggol Lily agar Lily terjatuh. Walaupun dengan tubuh menggigil Lily masih bisa berjalan dengan normal, tapi jika terus ditabrak seperti itu Lily bisa saja ambruk.

"Ly lo gak papa?" Lily hanya mengangguk pelan saat Angkasa menanyainya.

"Liat tuh, sok-sok nampar Doni sekarang malah sama cupu." Terdengar beberapa siswi saling berbisik, tapi Lily hanya mengabaikan mereka dan terus berjalan. Sesekali memijat kepalanya yang mulai terasa pening.

Jika Angkasa memegangi Lily untuk membantunya, mungkin akan diartikan berbeda dengan anak-anak yang lain. Yang Angkasa takutkan. Bully-an yang lain kepada Lily malah menjadi-jadi.

Angkasa berharap Lily bisa kuat sampai ketempat tujuan mereka. Lily membuat Angkasa ingin mengurungnya agar Lily bisa beristirahat dan tidak di bully seperti ini.

*

"Kalian harus bantu OSIS menyelesaikan event festival tahunan." Lily terkejut, jika OSIS maka berarti akan ada Doni, si Ketos yang mengesalkan. Lily tidak ingin terlibat lebih jauh dengan Doni. Sudah cukup Lily dipermainkan.

"Apa?! Gak mau bu. Yang lain aja." Lily membuka suara pertama kali sejak perjalanan mereka ke ruang BK.

"Gak bisa. Harus itu. Lagian ibu punya imbalan yang sesuai." Lily mulai tertarik dengan tawaran Bu Santi, tapi tetap berpura-pura tidak ingin menerima hukuman itu.

Angkasa tersenyum saat menyadarinya. "Apa Bu?"

"Untuk Angkasa kamu akan diberi poin kebaikan dan Lily satu catatan terlambat kamu akan dihapus bila kamu menyelesaikan dengan baik."

"Itu aja bu?" Lily tidak salah dengarkan? Lebih baik Lily menyapu seluruh sekolah.

"Ada lagi." Angkasa sebenarnya sudah cukup menerima banyak poin kebaikan, ditambah dengan prestasinya. Satu catatan keterlambatan tidak akan membuat namanya tercoreng. Angkasa memilih tetap disini karena Lily. Ya, hanya karena Lily.

"Kalian akan diberi tunjangan transport sampai kalian lulus. Bagaimana?" Lily menatap Bu Santi semangat. Sedangkan Angkasa sedikit tidak tertarik. Uang beasiswa dan uang hasil kerjanya sudah sangat membengkak.

"Berapa bu?" Tanya Lily tanpa malu. Jika nominalnya sesuai maka Lily akan setuju.

"$$$$$$$$ rupiah perbulan." Lily menjabat tangan Bu Santi, deal. Uang transport yang menggiurkan bagi Lily. Angkasa ikut mengangguk setuju saat Lily dengan semangat berkata deal.

*

Disinilah Lily sekarang duduk diantara anggota OSIS yang berbakti. Angkasapun terlihat sangat cocok berbaur dengan mereka, membuat Lily merasa terasingkan.

Suhu tubuhnya meninggi, otaknya juga tidak bisa diajak bekerja sama sehingga Lily hanya mampu mendengarkan setengah-setengah penjelasan Doni. Tubuh Lily terasa sulit digerakkan, rasanya berat sekali untuk mengangkat kepalanya.

Lily hanya berniat menyandarkan kepalanya ke meja karena kepalanya terasa berputar-putar.

"Untuk yang gak memperhatikan silahkan keluar!?" Kata Doni sedikit keras, menyela pembahasan yang sedang disampaikannya, melihat yang menjadi sasaran sindirannya tidak merespon, Doni emosi.

"Ly! Kalau gak niat keluar." Lily yang merasa dipanggil hanya mengerjapkan mata perlahan. Tubuhnya benar-benar sudah sangat lemas. Angin panas terasa keluar dari nafas Lily.

"Gue gak suka ya kalau ada yang gak fokus. Sama aja kayak gak menghormati gue!" Yang lainpun hanya bisa diam menatap Doni dan Lily bergantian. Angkasa ingin menggapai Lily, tapi tempatnya duduk sangat jauh dari Lily.

Doni menaruh map proposal ke meja dengan keras. Hampir semua yang berada diruangan berjengit takut. Doni menghampiri Lily.

"Bangun." Merasa tidak mendapatkan respon, Doni mencengkram kerah Lily. Memaksa Lily berdiri sambil sempoyongan, Lily menyambar gunting yang ada dimeja sebelah dengan cepat lalu menyembunyikannya dibelakang tubuhnya. Semua orangpun terkejut dan memilih menjauh dari Doni.

"Udah don. Lagi sakit anaknya." Ujar sang sekretaris OSIS, Rena.

"Iya, udahlah don. Malah gak cepet selesai ini." Ujar yang lainnya mulai berani bersuara.

"Gue gak nerima alasan sakit. Kalau sakit ya pulang. Bukan disini, gak dengerin apalagi merhatiin penjelasan gue. Keliatan banget kalau ngeremehin gue." Doni menatap Lily nyalang.

Lily tertawa sinis. Seketika seluruh ruangan menjadi hening. Lily menatap Doni nyalang. Badan boleh lemas, tapi Lily tidak mau harga dirinya diinjak-injak seperti ini. Setidaknya Lily berusaha hadir, berkat Doni Lily menjadi sedikit bugar.

Angkasa ingin maju, menghentikan tindakan apapun yang diinginkan Doni. Namun Rena mencengkram tangan Angkasa kuat-kuat, menghentikan Angkasa agar tidak ikut campur.

"Lo marah gara-gara gue tolak? Atau gara-gara gue nampar plus nyiram lo pake es teh? Profesional dikit, bedakan urusan pribadi sama pekerjaan. Seenggaknya gue masih dengerin, bukannya tidur kayak dia." Lily menunjuk salah satu anak yang Lily perhatikan sedari memulai rapat sudah tertidur di kursi belakang. Doni menatap tajam anak yang ditunjuk Lily.

Apa yang ditakutkan Angkasa terjadi. Doni mencengkram kuat kerah Lily dengan satu tangan dan tangan yang lainnya melayang, memukul wajah Lily hingga Lily terjatuh tersungkur.

Rena menggenggam pergelangan Angkasa, tapi dengan kasar menepisnya.

Lily hampir melayangkan gunting yang dipegangnya pada Doni, namun Lily urungkan niatnya saat tahu Angkasa berjalan cepat menuju arah Doni.

Semua anak perempuan diruangan itu menjerit, saat Angkasa berhasil melayangkan tinju berulang kali. Beberapa anak lelaki disana berusaha meleraikan, saat Angkasa menjadi sedikit brutal dan Doni tidak mampu melawan.

Angkasa berhenti ketika beberapa anak berhasil memisahkan mereka. Angkasa menghampiri Lily yang masih terduduk di lantai.

Angkasa memegang lembut pipi Lily yang terlihat mulai lebam.

"Sakit?" Lily mengangguk pelan, memejamkan matanya menikmati sensasi yang Angkasa berikan di pipinya.

Angkasa mengangkat Lily, menggendongnya ala tuan putri. Dengan sigap Lily mengalungkan tangannya mengelilingi leher Angkasa.

Semua anak diruangan hanya terdiam saat Angkasa membawa Lily keluar. Ini lebih baik daripada pertengkaran itu terus berlanjut, entah apa yang akan terjadi selanjutnya.

Lily tersenyum sekali lagi, batinnya menyebut nama Angkasa berulang kali untuk menyelamatkannya dan dapat tersampaikan dengan baik.

Lily dapat melihat rahang Angkasa mengeras, menahan emosi. Apa Angkasa marah untuknya sekarang?

"Angkasa." Yang dipanggil hanya berdeham terus berjalan.

"Kok kamu marah pas aku dipukul?" Angkasa diam, bingung harus menjawab Lily bagaimana. Angkasa sendiri tidak memahami dirinya yang bertindak gegabah.

"Kamu khawatir ya? Atau karena kamu suka aku?" Angkasa berhenti melangkah. Tidak mungkin Angkasa menyukai gadis ini bukan? Lily tersenyum menang saat Angkasa terlihat berfikir panjang.

"Bukan karena itu, lo masih utang maaf sama gue. Jadi lo gak boleh mati dulu." Lily tersenyum kecut. Alasan yang sangat bagus, menyesal Lily sudah memakai kosakata yang sedikit sopan pada Angkasa.

"Resek lo!" Angkasa kembali berjalan, Angkasa berfikir mengantar Lily menuju UKS. Namun, UKS pasti sudah tutup mengingat jam pelajaran sudah berkahir tiga puluh menit lalu.

Lily menyandarkan kepalanya ke dada Angkasa. Pusing itu mulai menyerangnya lagi.

"Tetep aja lo itu cewek. Gak bakalan mungkin menang ngelawan cowok. Jadi lo bisa minta bantuan ke gue. Lo punya gue yang bisa lo andalin mulai sekarang." Lily tersenyum kecil. "Kalau gitu mulai sekarang Angkasa milik Lily." Kata Lily sedikit bergumam saat kesadarannya mulai menghilang.

Lily menjatuhkan gunting yang sedari tadi dipegangnya disisa kesadarannya. Berkat Angkasa trauma Lily yang mungkin akan membuat Doni terluka dapat terhindarkan.

"Makasih Angkasa." Ucapan terkahir Lily yang masih Angkasa dengar walaupun sangat pelan Lily mengucapkannya.

Lily kehilangkan kesadarannya dan mempercayakan dirinya pada Angkasa.

Tugas dari Bu Santi sekarang tidaklah penting. Angkasa hanya tidak ingin melihat Lily terluka lagi. Selama ini Angkasa hanya diam saat Lily dibully tapi sekarang Angkasa tidak bisa lagi.

*

Angkasa berlari dengan cepat saat mendapat kabar bahwa Lily sudah tersadar. Angkasa membuka tirai pemisah kasur satu dengan yang lainnya.

Angkasa langsung membawa Lily ke ugd rumah sakit. Dokter bilang Lily hanya tidak tahan dengan dingin, itu yang membuatnya demam dan luka lebam akan pulih dengan sendirinya. Tapi karena Angkasa ingin Lily benar-benar pulih. Angkasa membuat Lily mendapat infus dan perawatan semalaman.

Baru dua jam Angkasa meninggalkan Lily untuk bekerja, Lily sudah siuman. Angkasa ingin segera melihat keadaan Lily.

Begitu Angkasa membuka tirai, Angkasa mendapati Lily sedang makan bubur dengan kesusahan karena sebelah pipinya yang lebam. Lily yang melihat Angkasa masuk hanya merenges seperti tidak berdosa.

Lily menggerakkan jarinya mengarahkannya pada Angkasa, bergerak menilai penampilan Angkasa malam ini. Tampan. Berbeda saat berada disekolah.

Angkasa hanya menghela nafas lega dan segera duduk di kursi samping ranjang Lily.

"Coba disekolah kamu gini juga. Pasti populer deh." Mendengar Lily mulai mengoceh, Angkasa tahu Lily sudah mulai pulih.

Lily turun dari ranjang dan dengan cepat duduk diatas pangkuan Angkasa sebelum Angkasa sempat menghindar.

Angkasa melotot menatap Lily, jika dugaannya benar. Lily akan mengerjainya lagi. Tak dapat dipungkiri Angkasa merasa pipinya memanas dan warnanya mungkin berubah jadi merah.

"Kamu buat aku ngiler." Lily memainkan jari telunjuknya pada rambut Angkasa kemudian semakin turun ke dahi hidung dan berhenti pada bibir Angkasa. Untuk sesaat mata mereka saling bertemu.

"Karena Angkasa milik Lily, boleh nggak aku gigit?" Lily memutus kontak mata mereka, menatap bibir Angkasa yang sangat menggiur baginya.

"Minggir. Gigit tuh bubur diabisin." Angkasa mengumpulkan akal sehatnya dan mencubit pipi Lily yang lebam.

"Sakit bego!" Lily bangkit dan kembali duduk di ranjangnya sambil memegang pipinya yang senut-senut.

Setelah melihat kondisi Lily yang terlihat sangat baik-baik saja, Angkasa bangkit dari duduknya dan melangkah keluar. Ingat bahwa dirinya meninggalkan pekerjaan.

"Loh mau kemana?"

"Pulang?"

"Aku sendirian nih?"

"Jahat ih, aku ditinggalin."

"Dasar cowok cemen." Lily terkekeh melihat Angkasa kelimpungan hanya untuk keluar dari ruangan ini.

*


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C3
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login