Download App
11.74% KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA / Chapter 41: Part 41 Sadar Diri

Chapter 41: Part 41 Sadar Diri

Hari ini Arini bangun lebih awal seperti biasanya. Hanya saja kini ada yang berbeda dalam hidupnya. Kini dia tinggal di rumah Yanuar. Setelah sebelumnya tinggal di Bandung di rumah Dilan. Tapi berhubung Dilan mengkhawatirkan kondisinya yang harus hidup sendirian di Bandung dan ditambah lagi dengan adanya kecelakaan kemarin membuatnya pindah ke Jakarta. Itupun dia merasa terpakasa ketika pindah ke Jakarta. Kalau tidak atas permintaan Dilan, dia sendiri tidak akan mau pindah ke Jakarta. Dia tahu kalau Panji tinggal di Jakarta.

"Rumahnya luas banget." Arini terheran sekali melihat luasnya rumah Yanuar. Baru bangun tidur langsung mencari dapur. Dia hendak membuatkan sarapan untuk Yanaur dan Bu Siti.

Setelah cukup lama mencari dapur, akhirnya Arini sudah sampai di dapur milik Yanuar itu. Dia begitu takjub sekali ketika melihat design dapur Yanuar. Warna dominan pada dapur itu adalah abu-abu. Dan kalau dilihat-lihat designnya sangat modern sekali. Kemungkinan besar dapur tersebut dibuat mewah dan secantik itu oleh Yanuar khusus didesign untuk mamahnya.

"Ada kaca jendelanya juga. Langsung menghadap taman belakang lagi."Arini memandangi kaca jendela yang ada di dapur dan ternyata tembus pandang ke taman belakang rumah.

Arini kemudian kembali fokus memasak untuk Yanuar dan Bu Siti. Dia tidak ingin hanya menunpang saja tapi juga ingin membalas budi kebaikan keluarga Yanuar. Dari kaca jendela Arini bisa melihat suasana langit yang masih gelap. Tapi dia sudah terbiasa akan hal itu. Mungkin sebagian dari orang-orang saat itu masih tidur tapi dia sudah terbiasa bangun dan memasak di dapur.

Arini memasakkan menu makanan ketika masih tinggal di rumah Panji. Entah kenapa hari ini dia ingin memasak makanan yang biasanya dia sajikan ketika bekerja di rumah Panji. Padahal dia sudah berusaha untuk melupakan segala kenangannya ketika berada di rumah Panji. Tapi tiba-tiba saat memasak hati dan perasaannya menyatu memikirkan Panji dan segala kenangannya di rumah laki-laki itu.

"Dia pasti masih tidur."kata Arini sambil memaasak dan melamun kearah jendela. Pikirannya jadi terbayang-bayang Panji.

Setelah masakannya selesai, Arini langsung menghidangkannya di meja makan. Dan kini giliran menunggu tuan rumah keluar dari kamarnya masing-masng. Rumah Yanuar memiliki 3 lantai. Arini belum tahu letak kamar Yanuar dan mamahnya Yanuar. Soalnya dia belum sempat naik keatas untuk melihat suasana lantai atas.

Arini menunggu di kursi meja makan sambil merilekskan otot-otot kakinya yang sedikit pegal. Dia tidak mau bermalas-malasan ketika tinggal di rumah Yanuar. Walaupun sekarang tengah hamil tapi dengan sekuat tenaga dia melawannya dan berusaha melakukan aktivitas untuk melayani keperluan Yanuar dan Bu Siti.

"Arin kenapa kamu duduk sendirian disini."mamahnya Yanuar turun dari tangga terkejut ketika melihat Arini duduk sendirian di meja makan. Arini langsung mengangkat kepalanya mencari sumber suara.

"Itu kamu tadi yang masak?"mamahnya Yanuar mendekati meja makan dan terpaku melihat beberapa makanan sudah tersaji disana.

"Ya tante."jawab Arini langsung berdiri dan tersenyum kearah Bu Siti.

Jujur Bu Siti tidak percaya kalau Arini bisa memasak. Bahkan baru sepagi ini Arini sudah menyiapkan beberapa makanan yang menurutnya enak dan banyak itu. Biasanya Bu Siti dan Yanuar ketika sarapan hanya makan roti yang diolesi selai saja.

"Kamu pintar masak juga ya."mamahnya Yanuar kagum pada Arini. Arini hanya membalas dengan senyum-senyum saja.

Saat mamahnya Yanuar sudah duduk di kursi, tiba-tiba Arini mendengar ada pijakan langkah kaki dari tangga. Arini langsung mendongak kearah tangga dekat meja makan. Ternyata Yanuar sedang turun dengan penampilan kerennya memakai kemeja warna biru muda dan celana hitam panjang.

"Mamah yang masak itu.?"tanya Yanuar masih berada di atas tangga tapi sudah bisa melihat ada banyaknya makanan diata meja. Padahal biasanya kalau sepagi ini di atas meja makan hanya ada beberapa lembaran roti dan selai saja. Tapi ini malah ada beberapa makanan yang terlihat enak sekali.

"Arini yang masak semuanya."Bu Siti menatap anaknya yang baru datang.

"Apa mereka tidak pernah sarapan seperti ini."Arini bergumam sendiri.

"Beneran kamu sendiri ini yang masak?"Yanuar tidak percaya kalau Arini bisa memasak.

"Ya kak."jawab Arini dengan mengangguk.

Yanuar langusng menuju ke meja makan. Dia memang ragu kalau Arini bisa memasak. Kini giliran Yanuar mencicipi rasa masakan Arini. Arini hanya berdiri saja ketika Yanuar dan Bu Siti duduk di meja makan.

"Kamu duduklah dan makan."kata Yanuar melihat Arini yang masih berdiri saja. Yanuar ingin membuktikan rasa masakan Arini.

"Ya ikutlah makan bersama kita. Ini kan masakanmu."mamahnya Yanuar asyik memandangi semua masakan Arini yang terlihat enak itu.

Mereka bertiga langsung sarapan bersama. Perasaan Arini kini menjadi grogi. Bukan karena makan berhadapan langsung dengan Yanuar yang dingin itu tapi takut kalau masakannya tidak sesuai dengan lidah Yanuar dan Bu Siti.

"Hmmm. Enak banget."mamahnya Yanuar memuji rasa masakan Arini yang lezat sekali. Padahal baru satu suapan masuk kedalam mulut Bu Siti.

"Hmmm."Yanuar sependapat dengan apa yang dibilang mamahnya tadi. Memang masakan Arini enak sekali.

"Apa mereka benar-benar suka dengan masakan aku."Arini sedikit tidak percaya kalau orang-orang yang duduk semeja dengannya ternyata suka dengan masakannya.

Arini memandangi Yanuar beserta mamahnya Yanuar secara bergiliran dengan tatapan masih tidak percaya.

"Nak kamu ternyata pintar masak juga ya."kata Bu Siti mamahnya Ynaur.

"Iyakah tante?"Arini pura-pura tidak tahu padahal ketika masih bekerja di rumah Panji masakannya juga dianggap enak.

"Ya kan nak. Kalau masakan Arini enak?"Bu Siti meminta pendapat anaknya apakah setuju dengannya.

"Ya bener."Yanuar menjawab dengan santai dan singkat.

"Kamu pandai memasak diajari siapa?"Bu Siti menatap Arini sambil sesekali melanjutkan makannya.

"Saya diajari bibi saya yang tinggal di kampung tante."jawab Arini dengan tenangnya.

"Berarti semasa kecil kamu dirawat bibimu itu?"tanya Yanaur menglihkan pandangan Arini ke mamahnya.

"Ya tuan."Bu Siti menikmati setiap suapan kedalam mulutnya.

"Terus keadaanmu sekarang apakah bibimu sudah tahu?"Yanuar tidak bermaksud membuat sedih Arini. Tapi Arini yang mendengar pertanyaan Yanuar barusan langsung membuatnya menunduk karena matanya kembali berkaca-kaca. Dia merasa telah mengecewakan bibinya yang telah merawatnya sejak bayi hingga besar sekarang.

"Maaf kata-kata Ynaur tadi ya?"Bu Siti berdiri dan mendekati tubuh Arini yang masih menunduk. Arini sedih setelah mendengar pertanyaan dari Yanuar.

"Nggak papa kok tante. Saya nggak papa kok."Arini mendongakkan kepalanya dan tangannya menyeka air matanya yang jatuh.

"Bibi saya nggak tahu kalau saya tengah hamil. Karena saya nggak memberitahunya."Arini menjawabnya sambil menahan bibirnya yang bergetar karena menahan rasa sedih ketika membahas bibinya .

"Ya sudah nggak papa. Tapi kamu masih komunikasi sama bibimu itu kan?"tanya Bu Siti. Arini langsung mengangguk.

"Ya sudah ayo lanjut makan lagi. Dan masalah tadi nggak usah dipikir. Lupakan saja pertanyaan tadi."kata Yanuar. Arini dan Bu Siti langsung melanjutkan makannya lagi.

Arini langsung mengusap air matanya agar tidak terlihat menangis lagi. Setelah mereka semua sarapan kini giliran Yanuar berangkat bekerja. Tidak lupa Arini membawakan bekal untuk Yanuar. Sebagai imbalan baik kepada Yanuar yang telah memeberikannya tumpangan tinggal dirumahnya, Arini ingin membalasnya sedikit demi sedikit.

"Kak saya tadi sudah menyiapkan bekal untuk ke kantor."Bu Siti dan Yanuar membalikkan badan dan melihat Arini sedang berlari kearah mereka sambil membawa bekal makanan.

"Kamu mau kasih bekal ke Yanuar?"Bu Siti kaget ketika Arini sudah menyiapkan bekal untuk Yanuar.

"Ya tante. Kalau Kak Yanaur mau sih."jawab Arini masih memegang bekalnya.

"Sini."Yanuar langsung mengambil bekal dari Arini. Sebenarnya dia tidak mau karena memang dia sudah terbiasa ketika bekerja tidak membawa bekal dan sekarang harus bawa bekal kayak anak kecil saja ketika berangkat sekolah.

Arini senang melihat bekal buatannya dibawa Yanaur. Jujur ini baru pertama kalinya Yanuar membawa bekal saat bekerja. Bahkan dia tidak pernah kepikiran untuk membawa bekal.

"Ayo masuk nak."Bu Siti menggandeng Arini masuk kedalam rumah setelah Yanuar sudaah berangkat.

Baru menginjak di pintu, tiba-tiba Arini kembali mual-mual. Sudah lama dia tidak mual-mual lagi setalah pindah dari rumah Panji. Cepat-cepat Arini berlari menuju kamar mandi kemudian diikuti Bu Siti dibelakangnya.

"Kamu mual-mual nak."Bu Siti sudah paham kalau orang hamil muda pasti tidak lepas dari mual-mual. Bu Siti memijat tengkuk leher Arini.

"Uwekk…..uwekkk."Arini masih mual-mual. Seperti biasa mual-mualnya tidak seperti muntah yang keluar sesuatu melainkan hanya cairan saja.

Arini kembali lemas setelah mual-mual tadi. Sudah lama tidak mual-mual. Giliran kini kembali mual-mual tenaganya langsung terkuras habis. Bu Siti tahu gimana perasaan Arini sekarang, jadinya Arini kini dituntun ke kamarnya untuk istirahat.

Setibanya di dalam kamar Arini langsung dibaringkan di kasur empuk. Arini sebenarnya merasa canggung tapi mau gimana lagi Yanuar dan mamahnya Yanuar telah memaksanya tinggal di rumah Yanuar.

"Tidurlah."Bu Siti membantu Arini berbaring diatas kasur.

"Maaf ya tante, saya malah jadi ngrepotin tante."Arini merasa bersalah karena telah merepotkan mamahnya Yanuar.

"Udah nggak papa. Kamu istirahatlah disini. Jangan memaksa untuk berdiri."pesan Bu Siti kepada Arini yang sudah terbaring di atas kasur.

"Sudah lama aku mendambakan anak perempuan dari dulu. Dan sekarang di rumah ini ada Arini."batin Bu Siti dalam hati memandangi Arini yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri.

Arini ditinggal sendirian di dalam kamar. Sedangkan Bu Siti keluar hendak membiarkan Arini untuk istirahat. Tubuh Arini memang merasa lemas dan tidak ingin melakukan aktivitas saat ini. Mungkin Bu Siti sudah pernah hamil Yanuar dulu jadi sudah tahu apa yang tengah dirasakan Arini sekarang. Makanya Bu Siti menyuruh Arini istirahat karena tidak boleh terlalu kecapekan karena akan berdampak buruk pada bayi yang ada di dalam perutnya.

"Nak tolong kamu disini baik-baik saja ya. Jangan buat mamah susah. Kalau nanti mamah susah pastinya orang-orang disini juga ikut kesusahan. Dan mamah nggak mau itu terjadi."Arini mengelus-elus perutnya sambil memandanginya.

Arini tidak bisa memejamkan kedua matanya lantaran ini masih pagi. Tidak mungkin juga dia mau tidur di pagi hari ini. Untuk menghilangkan rasa bosannya di dalam kamar, Arini mulai bernyanyi. Dia tidak tahu lagu apa yang sedang dinyanyikannya. Dia sadar kalau dirinya tidak memiliki bakat menyanyi tapi entah kenapa dari dalam dirinya ingin sekali menyanyi. Sekalian dia mengajak bayinya bernyanyi juga.

Saat asyik bernyanyi tiba-tiba dia teringat dengan Panji. Sudah biasa ketika tidak mempunyai aktivitas, pikiran dan perasaannya tiba-tiba menyatu membayangkan sosok Panji. Sekuat apapun dia menyembunyikan dan melupakan ayah dari bayi yang dikandungnya itu, pasti ada saat nya dia akan merindukan Panji. Walaupun dia tidak memiliki rasa cinta pada laki-laki itu. Tapi naluri anaknya yang kini berada di dalam tubuhnya dan menyatu dengan detak jantungnya pasti akan merasakan rasa rindu yang dirasakan anaknya itu.

Arini merasa rindu sekali dengan Panji. Bahkan saking rindunya terhadap Panji, kini yang dia pikirkan hanyalah kejadian malam bersama Panji ketika melakukan perbuatan diluar batas. Arini hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja.

Sekarang dia sudah menerima masa lalu kelamnya bersama Panji. Mungkin awal-awal kemarin dia belum bisa menerimanya tapi sekarang, dia sudah memiliki anak dari hasil perbuatan Panji. Jadi percuma saja kalau disesali.

"Kamu pasti kangen sama ayah kamu kan nak. Semoga ayahmu disana baik-baik saja. Kita disini selalu mendoakannya."Arini tidak menaruh dan menanamkan rasa benci kepada anaknya terhadap ayahnya. Biargimanapun Panji adalh ayah dari anak yang sedang dikandungnya. Arini menunduk dan terus mengusap-usap perutnya dengan pelan.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C41
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login