Download App
4.87% KETIDAKSENGAJAAN BERAKHIR SALING CINTA / Chapter 17: Part 17 Mencari

Chapter 17: Part 17 Mencari

Semakin kesini rasa mualnya semakin menjadi-jadi. Sampai-sampai saat hendak membuat sarapan tadi dia juga tidak bisa fokus karena perutnya serasa diaduk-aduk dan mulutnya serasa ingin memuntahkan sesuatu. Jika dibandingkan dengan hari sebelumnya, hari ini jauh lebih parah rasa mualnya. Kemarin rasa mualnya hanya sebentar saja dan masih bisa ditahannya. Kali ini benar-benar rasa mualnya tidak bisa ditahannya jadi dia langsung memuntahkan semua yang ada di perutnya.

Dan kini giliran mengepel lantai tiba-tiba rasa mualnya muncul lagi. Dia cemas jadinya, kalau keadaannya seperti ini terus bisa saja berdampak pada pekerjaanya. Kalau pekerjaannya sampai terganggu pasti yang akan terkena dampaknya adalah bibi Ayu. Padahal dia sendiri tidak mau membuat kecewa bibinya dengan pekerjaannya yang tidak baik di rumah majikannya. Arini dengan sekuat tenaga mengendalikan perutnya yang masih terasa mual itu. Dia berhenti mengepel sebentar.

"Kamu kenapa?"Nyonya Diana hendak pergi dan tidak sengaja melihat Arini yang tengah memegang perutnya.

"Nggak papa Nyonya." Arini melepaskan tangannya dari perutnya dan langsung tersenyum untuk menutupi keadaannya yang tidak baik itu.

"Kalau capek istirahat dulu aja. Jangan dipaksa. Oh ya saya mau keluar dulu ada urusan. Jaga rumah ya."pesan Nyonya Diana sebelum pergi meninggalkan Arini. Nyonya Diana pergi dengan penampilan yang tidak kalah modisnya dengan anak-anak muda. Arini merasa lega sekali.

"Tolong jangan mual teruslah. Pekerjaanku bisa keganggu ini."Arini mengelu-elus perutnya sendiri berharap rasa mualnya bisa berhenti dan dia bisa fokus lagi dengan perkerjaannya.

Saat Arini sedang mengelus-elus perutnya sambil mulutnya terlihat komat-kamit, tidak sengaja Panji hendak lewat berangkat dan melihatnya. Arini tidak menyadari kalau Panji tengah mengamati gerak-geriknya dari kejauhan saat mengelus perutnya. Panji mengernyitkan alisnya karena Arini nampak aneh.

"Nah gini kan enak."Arini tidak merasakan mual lagi. Mungkin karena efek tangannya yang telah mengelus perutnya tadi. Tiba-tiba Panji sudah berdiri tepat disamping Arini. Arini terkejut melihat Panji yang tiba-tiba muncul.

"Kamu kenapa?"kedua alis Panji terlihat menyatu karena merasa aneh pada Arini.

"Jangan-jangan tuan liat aku tadi ngomong-ngomong sendiri sambil ngelus perut."Arini berbicara pelan tapi Panji masih bisa mendengarnya.

"Dasar aneh."Panji langsung cabut meninggalkan Arini yang aneh itu sambil nyengir kearah Arini. Arini hanya bisa senyum-senyum sendiri ketika Panji menganggapnya anak aneh itu.

"Hehehe"Arini pura-pura tertawa karena menahan malu.

Hati Arini entah kenapa merasa puas saat melihat Panji tersenyum kearahnya saat berangkat kerja tadi. Bukannya malu ini malah merasa puas. Setelah beberapa menit kemudian semua lantai telah terlihat bersih. Arini lega sekali akhirnya selesai juga mengepelnya.

"Sayur…..sayur…."suara pedagang sayur lewat di depan rumahnya.

"Ada penjual sayur tuh."Arini punya niatan untuk membeli sayur karena stok sayur di rumah majikannya tinggal sedikit. Kebetulan di dapur sudah disediakan uang untuk keperluan belanja. Jadi dia tidak usah bingung ketika mau berbelanja sayur.

"Beli sayur apa mbak?"tanya Pak Ahmad ketika melihat Arini berjalan menuju gerobak sayurnya. Terlihat banyak ibu-ibu sudah mengelilingi gerobak sayur Pak Ahmad. KebetulanArini datangnya paling akhir sendiri.

"Nggak tahu pak.Ini mau milih. Hehehe."Arini bingung melihat sayur yang ada di gerobak Pak Ahmad. Saking banyaknya jadi bingung mau pilih apa.

"Mbak Arini baru kelihatan. Sibuk ya mbak?"salah satu ibu-ibu disana menyapa Arini. Dari semua ibu-ibu disana hanya Arini lha yang paling muda sendiri. Dan kebayakan ibu-ibu disana juga bekerja sama seperti Arini. Jujur Arini merasa akrab dengan mereka. Walaupun dia sendiri juga sadar usianya masih terlalu muda dan kadang tidak dianggap pembicaraannya.

"Sibuk apa sih bu."jawabArini dengan enteng dan tidak lupa selalu tersenyum.

Arini melanjutkan memilih sayur –sayur yang akan dia beli. Kebetulan hari ini dia ingin memasak sayur asam. Jadi dia memilih sayur asam. Tidak lupa juga dia membeli sayur buat hari besok juga. Setelah dirasa cukup, Arini langsung membayar semua barang belanjaannya.

Memang Arini sengaja tidak berlama-lama disana karena dia sendiri juga bingung dengan arah pembicaraan para-ibu-ibu saat sedang menggosip yang kadang membuatnya tidak paham. Jadi Arini memutuskan untuk pulang terlebih dulu. Kaum ibu-ibu juga paham kalau Arini masih polos jadi mereka tidak memaksa Arini untuk ikut nimbrung dengan mereka.

"Sudah selesai belanjanya mbak?'pak Mansyur mendekati Arini. Kebetulan Arini melewati pos satpam .

"Ya pak. Ini baru selesai belanjanya."jawab Arini dengan ramah.

"Sayurnya hijau-hijau ya mbak."Pak Mansyur terlihat ingin mengobrol lebih lama denganArini. Pak Mansyur sendiri telah berkeluarga dan telah memiliki 2 anak. Kebetulan anak pertamanya sebaya dengan Arini . Jadi kalau sedang bekerja dan ketemu dengan Arini, Pak Mansyur keingat sama anaknya yang pertama.

"Ya pak. Kalau sayurnya warna kuning, layu dong pak."Arini menggoda Pak Mansyur. Seketika mereka berdua tertawa bersama.

Saat Arini sedang bercanda dengan Pak Mansyur tiba-tiba telinganya mendengar ada suaara telepon dari dalam rumah. Arini langsung pamit dengan Pak Mansyur dan masuk kedalam rumah untuk mengangkat telepon itu. Arini sedikit ngos-ngosan.

"Ya hallo dengan siapa?"Arini bertanya dengan halus.

"Arin ini saya Panji. Coba kamu lihat di kamar aku ada kotak berwarna merah nggak."Arini mencium bau-bau kalau Panji akan memberikan perintah kepadanya seperti dulu.

"Ya tuan saya akan mengeceknya. Tunggu sebentar."Arini meletakkan sayur-sayurnya di atas meja ruang tamu. Panji menunggu Arini mengeceknya dulu di kamarnya.

Setelah mendapatkan perintah, Arini langsung dengan cepat berlari ke lantai atas untuk masuk ke dalam kamar Panji. Saat tiba tepat di depan pintu kamar Panji tiba-tiba perasaannya ragu untuk masuk kedalam. Dia tidak lupa kalau dulu dia punya masa lalu yang buruk dan memalukan di kamar itu. Dimana keperawanannya hilang ya di kamar itu alias kamar Panji.

Arini hanya berdiri saja di depan pintu tersebut. Pikirannya terus melayang-layang mengingat kejadian malam itu. Tiba-tiba tetesan air matanya mulai jatuh ke keningnya. Seberapa besar usahanya untuk melupakan kejadian itu tetap saja masa lalu itu akan terus membayanginya.

"Hiks…hikss."Arini mulai menangis sambil menutup kedua matanya karena tidak kuasa mengingat kejadian malam itu.

"Arini kamu harus kuat. Ingat kamu ngapain disini. Kamu disini bekerja demi menggantikan bibi Ayu. Dan kamu harus tunduk sama majikanmu."Arini membukakan kedua matanya dan menatap lagi pintu itu. Dia terus menyemangati dirinya sendiri agar kuat menjalani hidupnya sekarang.

Ceklek

Arini membuka pelan pintu kamar Panji. Dia sedikit memejamkan matanya saat memasuki kamar itu. Setelah kejadian malam itu hampir tidak pernah lagi dia mengambah kamar itu. Dan baru kali ini dia mendatanginya setelah kejadian itu. Saat pintu terbuka Arini langsung membuka kedua matanya sedikit demi sedikit dan menyapu suasana kamar Panji.

Arini berusaha menguatkan hatinya agar kuat saat berada di dalam kamar Panji. dirinya terkejut ketika pemandangan kamar Panji masih sama dengan sebelumnya diaman saat Panji melakukan hal yang tidak baik kepadanya. Mungkin hanya warna selimut dan sprei saja yang berubah selebihnya tidak ada yang berubah. Memang sejak awal dirinya bekerja di rumah majikannya itu, Arini tidak pernah mendapatkan tugas untuk membersihkan kamar Panji. Justru Panji sendiri lah yang mengurusi kamarnya mulai dari menyapu dan mengganti selimutnya. Panji tidak mau dan tidak mengizinkan orang asing masuk ke dalam kamarnya tanpa seizinnya. Dan kini dia masuk ke kamar itu karena Panji telah memerintahnya dan mengizinkannya untuk masuk kedalam kamar itu.

"Fokus Arini. Cari kotak merah."Arini menghentikan tatapan matanya yang masih asyik mengamati setiap sudut kamar Panji.

Arini langsung mencari kotak merah yang dimaksud Panji. Mulai dari meja kerja Panji, rak buku dan laci semuanya tidak memberikan tanda petunjuk mengenai keberadaan kotak merah itu. Kemudian dia melihat ada kursi sofa dekat jendela. Dia mengahmpiri sofa itu.

"Ini dia kotak merahnya."Arini lega sekaligus senang setelah barang yang dicarinya ketemu.

Arini turun kebawah dan langsung memberitahukan kepada Panji setelah kotak merah sudah ditemukannya. Akhirnya dia bisa bernafas lega setelah keluar dari kamar Panji yang serasa menyesakkan hatinya itu.

"Ini kotak merahnya udah ketemu tuan."kata Arini sedikit ngos-ngosan.

"Kenapa lama ?"Panji terdengar kesal. Mungkin karena harus menunggu lama jadi Panji merasa kesal.

"Ma..maf tuan."Arini tidak bisa menjelaskan kalau dia lama tadi karena harus menahan rasa sedih dan takutnya saat memasuki kamar Panji.

"Ya…Nanti Alena akan kesana untuk mengambil kota itu. Tolong jaga dulu kotak itu sampai Alena mengambilnya."perintah Panji langsung diangguki Arini. Sudah dibantu malah langsung ditutup teleponnya bukannya terima kasih. Arini memaklumi sikap Panji itu. Sikap dingin dan cuek Panji itu sudah dirasakannya sejak awal bekerja disana.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C17
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login