"Rein? Kamu mau kemana?" tanya bibi keheranan ketika melihatku membereskan pakaian dan menyimpannya di lemari.
"Aku mau pergi, bi."
"Kemana?" tanyanya lagi.
"Ke rumah bibi."
"Lalu bajumu-"
"Ini bukan bajuku bi," timpalku, "aku hanya merapikannya saja."
"Tapi bibi tak mengerti, Rein."
"Maksudnya tak mengerti?"
"Kenapa secepat ini? Maksudnya, seperti tak ada angin tak ada hujan. Kamu mau pergi begitu saja. Lalu Hamzah bagaimana?"
"Dia sudah mengingat semuanya, bi." Aku membalik badan padanya, "perlahan, dia sudah tahu aku dan semua kejadian masa lalu. Aku tak mau jika aku masih di sini, membuat Hamzah semakin kecewa dan kondisinya memburuk."
"Kamu tahu dari mana?"
"Tadi aku melihatnya." ujarku, "sudah. Pokoknya bibi juga sekarang siap-siap. Kita akan pergi tanpa Hamzah tahu."
"B-baiklah." Dalam kondisinya yang kebingungan, bibi akhirnya meninggalkan kamarku juga.
Tak berselang lama, suara derekan roda terdengar jelas ke arah kamarku.
Terima kasih atas cinta dan kesetiaan yang telah teman-teman beri untuk ikut menjalani romansa kehidupan Alif, Reine dan Hamzah ini. Terima kasih pula bagi teman yang telah memberi penghargaan lebih kepada saya melalui cerita ini. Semoga teman-teman semua selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah SWT.