"Callista..."
Callista menghentikan langkahnya menuju pintu keluar ruangan.
"Aku pengen kamu dengerin penjelasan aku...dan aku dengerin penjelasan kamu...kita gak bisa gini terus..." Deren menatap punggung Callista dari meja kerja nya.
"Kamu masih butuh penjelasan aku? Apa kamu gak denger perkataan aku tadi malem?" Callista berbalik, lalu menatap mata Deren tajam.
"Oke...gantian aku kan yang jelasin? Aku bakal jelasin sekarang"
"Jangan bawa masalah pribadi ke pekerjaan...mending nanti waktu ya pulang atau jam makan siang" Callista pergi meninggalkan Deren.
***
"Sekarang jam makan siang...bisa biacara sebentar kan?" Deren menarik tangan Callista menatap mata Callista pekat.
Callista mengangguk.
°°°
Di sebuah restoran barista, Callista memutar-mutar gelasnya.
"Callista..." Deren memulai.
Callista menatap Deren.
"Iya..."
"Kamu beneran serius dengerin aku kan?"
"Ya...tentu...apa saja..." Callista tersenyum tipis.
"Bahkan tentang kebohonganmu kemarin..." lanjut Callista.
"Jadi...Friska punya penyakit kanker..." wajah Deren terlihat sedih.
Callista diam mendengarkan sambil menatap mata Deren.
"Dia punya penyakit kanker leukimia...dan dia udah dari dulu...tapi baru ngasih tau sekarang saat kankernya udah memburuk...aku mau nemenin dia...dia sahabat aku dari dulu...aku gak bisa tinggal diam liat sahabat aku terbaring di rumah sakit sendiri...aku mau nemenin dia...aku harap kamu ngerti..."
Terdengar nafas berat dari seorang Callista Nararya...
"Tapi gak harus bohong kan?" Callista tersenyum terlihat terpaksa.
"Aku kan bilang...aku ada acara..."
"Kamu harus nya bisa bedain...antara acara sama kepentingan...acara itu sebuah momen dimana banyak orang terlibat di situ...gak cuma satu atau dua orang aja..."
"Sedangkan kepentingan...dimana itu yang pasti tentang kamu...delapan puluh persen nya itu tentang kamu...aku rasa kamu cukup pintar dalam pelajaran bahasa indonesia...kenapa kamu masih gak bisa bedain?" Lanjut Callista.
"Iya...aku yang salah kok...aku minta maaf..."
"Aku gak nyalahin kamu...tapi aku mau kasih tau yang bener mana yang salah mana...aku mau kamu jujur sama aku...kamu kira dengan kamu jujur, terus aku bakal gak bolehin kamu? Mungkin aku bisa pertimbangin...dan aku bisa bolehin kamu..."
"Iya...aku minta maaf...kamu maaf in aku kan?"
"Aku maaf in...tapi aku gak mau maaf in kamu lagi kalo kamu masih bohong...dan kemaren waktu hujan itu...aku pulang bareng Nathan lagi...tapi pake bus...aku gak mau ada ke salah pahaman...jadi aku jujur..."
Terlihat wajah Deren yang tak suka degan pernyataan Callista.
"Kenapa mesti sama Nathan? Gak bisa pake yang lain?"
"Kendaraan di jam segitu jarang ada yang mau berhenti...kamu ngerti gak sih?"
"Iya...aku cuma takut...nanti kamu jatuh cinta sama dia..."
"Enggak...enggak akan...aku punya kamu...dan kamu punya aku...gak akan jadi punya orang...kamu percaya kan?"
Deren mengangguk pelan.
Callista menghela nafas.
***
"Gua mau ke indomaret...tapi gua mau di temenin cewek...gua butuh nomernya temen lo yang waktu itu peluk gua...siapa namanya?" Alvano mencoba mengingat.
"Karin-" ucapan Callista terpotong.
"Iya! Karina!"
"Minta nomernya" Lanjut Alvano.
"Ke indomaret juga mesti di temenin?" Gerutu Callista.
"Udah sini bawel...gak cuma ke indomaret...ya kali...ada beberapa urusan...kalo gua ngajak lo, yang ada malah gua di bunuh sama Deren"
"Hem..." Callista memajukan Hape nya.
"Oke...makasih" Alvano memfoto nya dan pergi meninggalkan Callista.
"Aneh" Callista kembali ke ruangannya.
*
"Deren kok gak masuk² ya? Apa dia di rumah sakit?" Callista menatap meja kerja Deren yang kosong, sunyi di ruangan Callista tanpa Deren.
Callista mengambil hape nya dan menelfon Deren.
Telfon nya di tolak sama Deren.
"Ha? Di tolak? Kok gitu sih" Callista mengirim pesan.
:Callista
Deren, kamu dimana?
Kok telfon dari aku di tolak?
Centang dua abu-abu.
"Deren kenapa sih?!" Callista berdecak sebal.
*
Callista duduk di sebuah restoran sendirian, melihat ke kaca menatap bunga-bunga di taman belakang restoran itu.
Tiba-tiba seorang pria duduk di depan Callista.
Callista langsung menatap ke orang itu.
"Ngapain lo?" Callista mengerutkan kening.
"Sengak amat, santai aja kali" Nathan memakan kentang goreng nya.
"Gak bisa...kenapa? Gak suka?"
"Suka...tetep suka..." Nathan mengangguk-angguk sambil memakan kentang goreng nya.
Callista mengerutkan kening, terdiam menyadari perkataan Nathan.
"Lo kenapa sih ada di mana-mana?"
"Emang gua ada di hati lo?"
"Ga lucu ya babi..." Callista menatap Nathan sebal.
"Ya emang salah kalo gua makan di restoran ini?"
"Tapi aneh nya...setiap gua sendirian di suatu tempat...di situ ada lo! Kek di film tuyul dan mbak yul aja lo"
"Bedanya apa?"
"Kalo dia manusia...kalo lo setan" Callista mulai sebal.
Nathan terkekeh.
"Berarti lo indigo dong..."
"Bunuh orang dosa gak sih?"
"Kalo dosa ya jelas...ga cuma dosa malahan...di pidana!"
"Gua emosi sama lo tau gak"
"Enggak"
"Ya allah...kenapa hamba mu yang satu ini menyebalkan..." Callista memijat keningnya.
Nathan yang mendengarnya hanya tertawa.
"Boleh minta nomer lo gak sih?"
"Mahal"
"Sok jual mahal lo"
Mata Callista melotot.
"Apa?!"
"Mana nomer lo?! Malah tanya gantian"
"Buat apa?"
"Buat nawarin pekerjaan jadi ibu rumah tangga gua" Nathan dengan santai berkata.
"Ha?" Callista bingung.
"Lo gombal atau ngelawak?"
"Udah mana nomer lo! Banyak tanya" Nathan mengambil hape Callista dan menghadapkan hape nya dan hape Callista.
"Oke! Sampai ketemu lagi...bye!" Nathan pergi dengan senyum lebar nya.
Callista hanya terdiam...
"Hari ini sial banget sih...gak cuma hari ini deh kayanya...belakang ngan ini sih kayanya...semenjak kenal dia"