Download App
84.21% Something Between Us / Chapter 16: #16 Back As We Were Before

Chapter 16: #16 Back As We Were Before

Pagi itu Petra terbangun di ruangan yang tidak asing namun ia sangat tahu bahwa itu bukanlah kamar miliknya. Wajahnya memucat, kepalanya masih sakit, rambut dan pakaiannya berantakan dan ia merasa sangat mual.

what the hell is going on?! Pikirnya. Dan semuanya buyar ketika pintu kamar terbuka, menampilkan Levi dengan dua cangkir teh di tangannya. Wajahnya tidak berubah. Seolah ia tidak menemukan hal yang tidak wajar ketika seorang wanita bangun di atas tempat tidurnya.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Levi casual selagi memberikan satu cangkir teh pada Petra.

Petra mengambil teh itu dan menyeruput sedikit. Aroma herbalnya membuat sakit di kepalanya membaik dan rasa mual di perutnya mulai menghilang begitu kehangatannya menjalar di sekujur tubuhnya. Ia mendesah lega setelah menikmati satu isapan teh hangat dan otaknya masih berpikir liar dikepalanya. Ia melirik Levi yang bertingkah seperti biasanya dan itu cukup membuatnya takut.

Levi yang duduk di kursi meja kerjanya merasakan lirikan Petra dan kembali menatapnya. Membuat Petra semakin panik.

"Jika ada yang ingin kau katakan, katakan."

Dengan desakan itu Petra menaruh cangkirnya dan membungkuk sedalam-dalamnya pada Levi.

"Maafkan aku!"

"..." Levi hanya menatapnya dingin.

"Aku pasti sudah banyak merepotkanmu. Kau bahkan membiarkan aku tidur di kasurmu. Maafkan aku!" Petra terlalu malu untuk menatap mata Levi langsung, jadi ia tetap membungkuk.

"Itu saja?" tanya Levi.

"Eh?" Kini Petra sama bingungnya dan akhirnya memutuskan untuk melihat kembali wajah Levi, berharap ia menemukan sesuatu yang ia lewati.

"Kau.." Levi terlihat kesulitan mencari kata yang tepat. "...kau... Apa yang kau ingat sejak semalam?"

"Ah.." Petra mencoba mengingat kembali. "Aku salah meminum minuman yang kukira jus, tapi aku membiarkannya. Oluo bertingkah menyebalkan karna itu aku terus minum, dan..." Petra mencoba berpikir namun tidak berhasil. Ia melirik Levi yang terlihat menunggu dengan tidak sabar. "Kapten, mungkinkah aku melakukan sesuatu yang buruk?" Wajahnya terlihat khawatir.

"Kenapa kau berpikir demikian?" Tanya Levi jelas tidak senang.

Petra ingin menjawab terlihat jelas di wajahmu. tapi tentu saja ia tidak punya cukup keberanian untuk itu. "Well, Nanaba selalu memperingatiku untuk tidak minum sembarangan. Kelihatannya aku sering melakukan hal bodoh jika mabuk. Ia selalu mengatakan akan berbahaya jika aku mabuk di tengah orang yang tidak kukenal dengan baik."

Saat itu Levi mengerti kenapa Nanaba memberinya peringatan seperti itu. "Dan temanmu yang memperingatkanmu malah menyerahkanmu padaku."

"Diaa melakukannya?!"

"Kau pikir aku membawamu kesini atas kemauanku?"

"T-tidak tentu saja."

"Arrgh.. that stupid woman." Gumam Levi memijit tengkuk hidungnya. terlihat gusar.

Petra mulai merasa bersalah namun ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

"just, don't get drunk when you're alone." Lanjutnya.

"y-yes.." Jawab Petra ragu, lebih seperti bergumam pada dirinya sendiri. Levi terlihat.. entah, kecewa dan terluka. Ada perasaan bersalah pada diri Petra namun ia membiarkan Levi mendapat waktunya sendiri.

Petra memakai kembali pakaian lengkapnya dan beranjak menuju pintu. Sebelum ia membukanya, ia menoleh kembali ke arah Levi yang masih menyeruput tehnya. Ia tidak bisa melihat wajahnya karna Levi terus memandang keluar jendela. Ada luka dalam hatinya yang tidak bisa ia raih, namun ia menahannya. Mencoba sebaik mungkin untuk tersenyum walau Levi tidak memandang ke arahnya.

"Terimakasih untuk... semuanya." ucap Petra bingung hal apa yang harus ia sebut. Levi telah berbuat banyak dan terimakasih terasa tidak pernah cukup. Levi hanya mendengung sebagai respon namun tetap tidak menoleh kearahnya. "Maafkan aku." ucap Petra terakhir sebelum menghilang di balik pintu.

Petra menutup pintu di belakangnya. Pikirannya berjalan liar. jantungnya berdetak lebih cepat, entah karna takut atau ada hal lain. Ia terus berenang dalam pikirannya. Mengingat reaksi Levi barusan membuatnya semakin yakin bahwa itu bukanlah mimpi. Semua yang ia ingat tentang kejadian semalam bukan mimpi.

Awalnya ia ragu namun sekarang ia yakin. Tubuhnya terasa lemas. Ia meringkuk di tempat, membenamkan wajahnya pada lututnya.

"Apa yang telah aku lakukan..?" Bisiknya pada diri sendiri. Mengingat wajah Levi membuatnya sakit. Ia mungkin telah melukai perasaan Levi tapi ia terlalu takut untuk menghadapi kenyataan bahwa Levi telah dengan jelas menolaknya. Meski ia tidak pernah berpikir bahwa Levi akan menerimanya juga. Bagaimana jika ia tidak bisa kembali seperti sedia kala dengan Levi. Ia merasa ingin menangis namun itu tidak berguna. Jadi ia bangkit dan berjalan menuju Dorm-nya dimana ia bisa menemukan orang yang memulai semua ini.

"Nanaba!" Panggilnya selagi menghampiri Nanaba yang terlihat baru mengumpulkan nyawanya. Petra melemparkan tubuhnya pada Nanaba, cukup untuk membuatnya hampir muntah.

"Petra, apa yang kau lakukan?" tanya-nya denga terbatuk-batuk.

"Itu juga yang ingin kutanyakan."

kelihatannya Nanaba mengerti kemana pembicaraan ini akan berjalan. Jadi ia hanya tersenyum.

"Jadi bagaimana malammu?"

"Malamku, my ass! Aku merusak semuanya!" Petra membenamkan wajahnya pada Nanaba selagi berusaha menahan tangis.

"Wow, calm down girl. Beri aku waktu untuk cuci muka."

Nanaba sekedar mencuci muka dan sikat gigi. Mengambil sedikit roti isi dan air dari dapur untuknya dan Petra. Mereka mencari sudut dimana mereka bisa bicara dengan leluasa secara pribadi.

Di teras itu kosong. Sebagian penghuni masih dalam mimpinya dan suasana tenang membuat Petra kembali pada dirinya. Meski ia terlihat masih depresi. Nanaba menaruh makanan di meja yang ada di antara kursinya dan Petra lalu duduk dan menunggu Petra memulai dengan sabar. Meski awalnya ia terlihat bingung karna ingatannya bercampur aduk, namun akhirnya Petra mulai bercerita.

"Jadi, kau mengatakan bahwa kau mengungkapkan perasaanmu pada Levi dan dia menolakmu? Lalu dipagi harinya kau melukainya karna kau mengatakan bahwa kau tidak mengingatnya?" Tanya Nanaba mencoba meyakinkan bahwa apa yang ia tangkap tidak salah. "Wow. Kau melampaui ekspetasiku."

"Tidak lucu."

"Aku bahkan tidak tertawa." Nanaba meneguk air di gelasnya sebelum melanjutkan. "Tapi kenapa dia harus terluka jika kau tidak mengingatnya? Bukankah dia menolakmu?"

Petra baru menyadarinya. Ia menganggap bahwa dirinya telah melukai Levi berdasarkan reaksinya pagi ini. Tapi ia tidak benar-benar memikirkan alasan yang logis. "Mungkin ia berpikir bahwa apa yang kukatakan semalam hanya bualan.."

"still, it doesn't make any sense. Levi tidak seharusnya terluka jika ia memang menolakmu."

Petra kembali mengingat kejadian semalam. Ada hal yang sebenarnya tidak ingin ia bagi dengan siapapun, namun ia membutuhkan masukan dari Nanaba. "Sebenarnya.." Petra menggigit bibir bawahnya, gugup dan malu. "Aku menciumnya."

"Hoo boy.." Nanaba tertegun, lupa untuk mengunyah roti isi di mulutnya. "you got some balls."

"Aku tahu! Aku tahu! Aku sendiri tidak percaya aku melakukannya." Wajah Petra memerah padam mengingat ciuman semalam. "Tapi itu bukan hal yang buruk.." Bisiknya pada bagian akhir.

"Tell me more."

"Sebenarnya dia tidak langsung menolakku. Ia terlihat seperti bingung. Jika aku di posisinya pun pasti aku akan bingung menghadapi seorang gadis mabuk yang menyatakan perasaannya dengan bodoh padanya. Ia terus mengalihkan pembicaraan, tapi aku terlalu keras kepala. lalu.."

"Kau menciumnya." Lanjut Nanaba tidak sabar.

Petra mengangguk. Wajahnya masih memerah. "Dia jelas terkejut. Karna itu ia tidak menghentikan aku. Dan aku menjadi besar kepala."

Petra terdiam mencoba menyiapkan mentalnya ketika Nanaba memusatkan Perhatiannya pada Petra, tidak sabar. "Aku menunggu."

"Aku tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi dan aku tidak yakin siapa di antara kami yang memulai, tapi..."

"Hm hm"

Wajah Petra semakin memerah hanya dengan mengingatnya kembali. "Kami berciuman lagi. Namun kali ini, dia.. membalasku."

"... seriously?"

"Aku tahu. Aku pun tidak mengerti. Yang kutahu itu terjadi begitu saja. Dan aku membicarakan soal ciuman. Bukan kecupan atau lainnya. Tangan kami bahkan terjalin untuk waktu yang lama."

"Dan..?"

"Dia menghentikannya sebelum hal lain terjadi."

Nanaba masih tertegun. Mulutnya menganga. Jantungnya bahkan berdebar meski bukan dia yang mengalaminya. Ia mendesah panjang seolah ia sudah menahan nafasnya untuk waktu yang lama. Nanaba mencoba menenangkan pikiran liarnya sebelum memberikan konklusi.

"Apa kau yakin dia menolakmu?"

"Dia mengatakan bahwa dia tidak bisa menjanjikanku apapun. Saat kutanya apa dia menolakku, dia tidak mengelak."

"Namun tidak juga meng-iya-kan."

Petra baru menyadarinya "You have a poin."

"Baiklah, sekarang aku mengerti kenapa ia bisa terluka." Nanaba menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi, melepaskan ketegangan di pundaknya.

"Karna dia pikir aku mempermainkannya?"

"Tidak salah. Tapi kurasa kau melewati sesuatu." Petra memandang Nanaba bingung. "Bagaimana aku harus menjelaskannya? Bayangkan jika orang yang tidak kau kenal baik mengutarakan perasaannya padamu, lalu menciummu, dan dia melupakannya keesokan paginya. Bagaimana perasaanmu?"

"Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi."

"Karna hubungan kalian tidak berharga maka kau dapat dengan mudah memutuskan hubungan dengannya." Petra mengangguk mengerti namun masih belum menangkap apa yang Nanaba coba katakan. "Lalu bagaimana jika orang itu orang yang selalu berada di dekatmu? Seperti Oluo, Eld, Gunther atau bahkan Eren."

"w-well, Aaku tidak tahu. Mungkin aku akan merasa canggung didekat mereka dan pada akhirnya aku akan menghindar untuk sementara."

"Dan bagaimana jika orang itu adalah orang yang kau sukai? Dalam kasusmu, Levi."

"Aku akan.." Tiba-tiba Petra kehilangan kata-kata. "Aku.." Semakin ia tahu jawabannya, semakin ia merasa panik.

"Jadi?" tanya Nanaba tidak sabar.

"Aku.. Akan terluka dan kecewa." Jawabnya lebih seperti berbisik. "Tidak mungkin.."

Melihat Petra semakin panik dan khawatir membuat Nanaba sedikit bersalah. Tapi Petra harus menghadapi kenyataan bahwa ia telah melakukan hal yang bodoh. Mengatakan bahwa dirinya menyukai seseorang lalu mengatakan bahwa ia sudah melupakannya keesokan harinya adalah tindakan yang tidak berperasaan. Meskipun ia mengerti Petra melakukannya karna ia berpikir Levi tidak merasakan hal yang sama seperti yang ia rasakan. Tapi itu tidak merubah kenyataan bahwa ia telah melukai orang yang ia sukai.

Petra membenamkan wajahnya pada telapak tangannya. Tampak sangat menyesal dan depresi. Berharap jika waktu bisa diulang namun tentu saja itu mustahil.

"Apa yang harus aku lakukan..?" tanya Petra putus asa. Suaranya pecah seolah menahan tangis.

Nanaba hanya menepuk punggungnya, tidak yakin dengan apa yang harus ia katakan.

"Dinginkan kepalamu. Orang yang paling mengerti tentang hubungan kalian adalah kalian sendiri."

***

Petra membuka kran shower. Membiarkan tubuhnya di baluri air dari kepala hingga kakinya. Ia tidak sedang dalam mood untuk berendam. Ia berpikir siraman air dingin di kepala mungkin membantu, atau itu yang dia harapkan. Ia merasa tubuhnya lebih baik dan relax. Suara air mengalir membuatnya tenang. Namun tidak membuatnya lupa dengan apa yang ia hadapi.

Banyak pertanyaan di benaknya. Sejujurnya ia sendiri tidak mengerti dengan situasi saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah? Dimana ia harus memperbaikinya? Levi terlalu sulit untuk ia baca. Jika apa yang nanaba katakan benar, bahwa Levi memiliki perasaan yang sama dengannya, lalu kenapa ia mengatakan itu?

aku tidak bisa menjanjikan apapun.

Seolah ia menarik diri dari Petra, namun mengatakan padanya bahwa ia pun perduli pada Petra. Sebenarnya janji apa yang ia maksud? Apa yang ia hindari?

TBC------>


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C16
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login