Download App
36.84% Something Between Us / Chapter 7: #7 The Victory

Chapter 7: #7 The Victory

Jauh dari distrik Trost yang saat ini sedang mempersiapkan kelulusan dari para trainer angkatan 104, Recon Corps sedang melaksanakan tugas Ekspedisinya yang di ketuai oleh Levi. matahari sedang tepat berada di atas kepala. Dengan anggota yang lebih banyak dari biasanya, tidak dapat di pungkiri bahwa terdapat beberapa korban. meski tidak banyak.

"Kapten, dia sudah pergi." Petra bicara pada Levi yang sedang menenangkan korban.

"Apa dia mendengarnya."

"Kurasa dia pergi tanpa penyesalan."

Dengan konfirmasi itu, Levi berdiri meninggalkan mayatnya. Petra tahu Levi tidak pandai menangani perasaannya ketika seseorang mati di hadapannya. Ia hanya tidak menunjukannya. Karna itu sebisa mungkin Petra tetap berada di sisinya saat itu terjadi. Jauh di dalam dirinya, Levi adalah lelaki yang sentimental. Perasaannya lembut meski perkataannya kasar. Ia sangat mengenal bagaimana Levi selalu membersihkan pedangnya setiap kali ia membunuh titan dan darahnya melumuri pedangnya. Bagaimana ia membenci bau darah titan yang menguap. Bagaimana ia menghindari kontak mata setelah menyaksikan seseorang yang mati.

"Kapten, ada masalah?" Petra menghampiri Levi. Mata Levi terus tertuju pada kejauhan. Seolah mencari sesuatu.

"Ini tidak seperti yang kuharapkan"

"Karna kita kehilangan prajurit?"

"Sebaliknya."

Petra memandang Levi bingung namun tetap memutuskan untuk melihat sekeliling seperti yang Levi lakukan. Mereka berada cukup jauh dari dinding namun kemunculan Titan tidak sebanyak biasanya. meski mereka sudah mengantisipasi jumlah Titan yang tinggi dengan membawa lebih banyak prajurit, kenyataannya mereka tidak menemukan lebih dari 10 Titan. Menyadari itu, Petra mendapat firasat kurang baik. Ia merasa sesuatu yang besar akan terjadi nanti.

"TITAN 15M TERLIHAT!!" Suara dari prajurit yang berada tidak jauh dari mereka. Beberapa orang sudah bersiap melawan namun hal aneh terjadi. Titan yang biasanya terarik dengan manusia, kini malah berlari mengabaikan puluhan manusia yang berkumpul dalam satu titik.

"Mereka berlari kearah dinding." Levi bergumam cukup keras untuk Petra dengar. Bahkan sebelum Levi melanjutkan, Petra sudah merasakan tubuhnya merinding. "Sesuatu terjadi di dinding."

***

Atas perintah darurat Levi, mereka mengabaikan misi dan bergegas kembali ke dinding. Tanpa persiapan dan formasi. Dan seperti yang Levi duga, tidak ada satu Titan pun yang menyerang mereka. Mereka bahkan sempat berlari bersama Titan. Saat itu semua prajurit merasakan terror yang sama. Mereka sama sekali tidak merasa kembali ke dinding akan membuat mereka aman. Dari kejauhan mereka dapat melihat dinding masih terbentang namun puluhan Titan bergerombol di depan gerbang, mengantri untuk masuk. Dan detik itu juga mereka sadar, mimpi buruk itu terulang lagi.

"Jauhi gerbang. berpencar di sekitar dinding dan segera naik ke atas dinding. " Perintah Levi.

Begitu sampai di dinding, mereka mengabaikan kuda dan kereta mereka. Beberapa Titan tertarik dan mulai menyerang, namun mereka mengabaikannya, tetap pada perintah Levi untuk pergi ke atas dinding meski beberapa prajurit gugur. Namun pemandangan yang mereka dapatkan tidak sepadan. Bagian dalam kota sudah hancur dan beberapa Titan masih terlihat mencari mangsa.

Petra memandangnya dengan terror. Tangannya tidak bisa berhenti gemetar, wajahnya pucat dan bola matanya mengecil. Levi melirik kearahnya sekilas sebelum memberi perintah.

"Kalian, berpencar mencari korban yang sedang di evakuasi." Levi menunjuk beberapa orang. "Sisanya cari informasi tentang apa yang terjadi di sini. Special Operation Squad akan bergerak bersamaku. Kemungkinan mereka telah kembali."

Begitu semua prajurit pergi, tersisa Squad Levi disana masih dengan wajah pucat. Mereka sadar mereka sudah lengah. Sama sekali tidak menyangka hari itu akhirnya tiba di mana misi utama mereka akhirnya dilaksanakan.

"Jika gerbang menuju dinding dalam belum hancur, kemungkinan Armored Titan akan muncul." mereka memandang Levi penuh kesiagaan dan terror. Mereka mungkin akan mati hari ini. "Petra, kau boleh pergi." Dan dengan keputusan Levi tersebut, wajah teror mereka berubah.

"huh?" Bahkan Petra sendiri tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Kemarin aku sudah memberimu izin untuk menemui keluargamu disini."

"Tapi Kapten.." Petra tersentak antara dua pilihan. Dimana ia harus memastikan keselamatan keluarganya atau bertarung bersama tim-nya, karna ini adalah misi utama Squad Levi.

Perhatian mereka tertuju pada Petra. Petra mulai merasa tekanan dimana ia harus memilih keluarga yang sudah lama tidak ia temui atau nyawa teman-temannya. Squad Levi di latih untuk bertarung dengan formasi 4 orang. Kehilangan 1 orang akan berdampak buruk pada performa tim. Terlebih lawan mereka bukanlah Titan biasa. Namun di sisi lain, keluarganya tidak berdaya bahkan untuk melawan 1 titan pun. Keluarga yang sudah sangat lama ingin ia temui. Petra bisa merasakan matanya mulai panas karna air mata. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sementara Levi memberinya kebebasan untuk memilih.

"Kami akan baik-baik saja." tiba-tiba Oluo membuka mulut.

Awalnya mereka semua terdiam, namun Eld akhirnya masuk dalam pembicaraan. "Dia benar. Kami ini pasukan Elite. Kau pikir kami akan mudah terbunuh?"

Meski senyumnya jelas terlihat keraguan, namun Petra memutuskan untuk diam. Ia tahu orang-orang ini memang luar biasa. Dan mereka melakukan ini untuknya. Ia tidak tahu lagi apa yang lebih indah dari ini.

"Pergilah, Petra." Gunther memberi dorongan terakhir dengan senyuman yang di ikuti oleh anggota yang lain.

Petra menatap Levi, seolah meminta persetujuan terkahir. Levi hanya memandangnya. Tahu apa yang akan ia pilih pada akhirnya. "Jangan membuat orang lain memilih untukmu. Pilih apa yang membuatmu yakin dan pastikan kau tidak akan menyesali itu setelahnya."

"Terimakasih.." Petra berusaha menahan air matanya. Bergumam dengan suara yang gemetar sebelum akhirnya pergi meninggalkan mereka.

Mereka menatap kearah dimana tubuh Petra menghilang di balik reruntuhan. Berpikir pada diri mereka sendiri apa mereka akan baik-baik saja. Mmungkin itu adalah terakhir kali mereka bertemu.

"Apa kau lihat dia tadi? dia bergaya sok keren lagi." Eld bicara pada Gunther di sampingnya, cukup keras untuk Oluo, orang yang mereka maksud, dengar.

"Kau! Kau juga.. uhum! apa yang kau bicarakan?" Oluo lagi-lagi meniru Levi.

"Hentikan. Petra tidak di sini untuk melihatmu bertingkah sok keren." Gunther yang biasanya lebih memilih diam, kini ia ikut bergabung dengan Eld. Berpikir mungkin ini benar-benar saat terakhir mereka bersama.

"Kita bergerak." Levi memutus tawa mereka. "Kita pergi ke gerbang dinding Rose. Jika Armored Titan berada di sana, segera bentuk formasi."

Mereka kembali menegang namun tetap memutuskan untuk maju. Mereka membunuh semua titan yang berada di depan mata mereka ketika tiba-tiba Titan Abnormal masuk kedalam formasi mereka. Levi yang berada di depan untuk memimpin perjalanan segera bereaksi terhadap kendala yang masuk, namun titan itu mati sebelum Levi sempat menghampirinya.

Itu adalah Petra. Tubuhnya di selimuti uap dari darah titan. Nafasnya habis seolah ia datang dengan kecepatan maksimal. Dengan kedatangan Petra, mereka mendarat di atap tertinggi untuk mengklarifikasi apa yang terjadi.

"Bagaimana keluargamu?" Levi bertanya selagi menghampiri Petra.

Sedikit ragu untuk membiarkan Levi mendekatinya karna tubuhnya dilumuri darah, namun ia memilih untuk tetap diam. "Aku kembali di tengah perjalanan."

Mereka semua terdiam, membiarkan Petra menyelesaikan apa yang ia mulai.

"Saat dalam perjalanan kesana aku menyelamatkan seorang anak yang bersembunyi bersama kakaknya di bawah reruntuhan. Tapi aku tidak bisa menyelamatkan kakaknya." Petra menunduk, merasa malu. Ia berpikir bahwa ia yang sekarang mampu menyelamatkan umat manusia, tapi nyatanya tidak. "Kakaknya memaksaku untuk pergi bersama adiknya karna adiknya masih memiliki hidup yang panjang dan ia berjanji akan menghabisi semua Titan yang membuat kehancuran ini." Suara bahunya mulai gemetar menahan tangis. Itu mengingatkan ia pada janji yang di buatnya dulu pada ayahnya ketika ia memutuskan untuk menjadi prajurit. Ia berjanji untuk membawa umat manusia kedalam kedamaian di mana Titan tidak ada lagi.

"Aku tidak bisa menyelamatkan mereka semua seberapa besarpun keinginanku..." Akhirnya ia memasrahkan dirinya dalam tangisan dan menatap mereka yang menunggunya "Jika begitu, aku hanya perlu menepati janjiku, bukan? Itu yang akan mereka katakan, bukan?"

Tidak perduli seberapa khawatir ayahnya, ia tetap membiarkan Petra menjadi prajurit. Adiknya sangat mengagumi Petra dan berpikir bahwa Petra adalah pahlawan dan ingin menjadi seperti dirinya saat besar nanti.

"Mereka takkan membiarkan aku mengingkari janjiku, bukan?" Tangisnya pecah dan hal yang ia sadari selanjutnya ia merasakan tubuhnya menghangat dalam pelukan 3 lelaki besar disana.

"Kita akan menghabisi mereka." Eld mencoba menenangkannya.

"Kita adalah pasukan Elite, ingat?" Oluo menambahkan.

"It's ok. kau tidak sendiri." Bahkan Gunther yang serius pun ikut bergabung.

Mereka melepaskan pelukan mereka dan mengikuti arah mata Petra menuju Levi yang hanya berdiri disana memperhatikan mereka. Menunggunya mengatakan sesuatu.

"Kau sadar ini mungkin kesempatan terakhirmu menemui mereka?"

Sejenak Petra terdiam, memikirkan apa yang Levi katakan. Itu tidak seperti ia tidak memikirkannya sama sekali sebelumnya. Dan akhirnya ia memutuskan "Aku siap menjalankan perintahmu, Kapten."

Melihat keyakinan di mata Petra, Levi berbalik untuk melanjutkan perjalanan. "Masuklah kedalam formasi, musuh ada di depan mata."

Ketika mereka hendak pergi, suara bergaung dari tengah kota menghentikan mereka. Seketika mereka mematung dengan pemandangan yang tidak biasa. Titan setinggi 15m mengangkat batu besar menuju gerbang yang terbuka.

"Kapten, apa itu termasuk Titan yang bisa berpikir?" Gunther tidak dapat menyembunyikan kepanikannya. Jika benar Titan itu adalah salah satu dari mereka, artinya target titan mereka bertambah dan mereka harus menghabisi titan itu sekarang juga.

"Tunggu dulu." Levi mencegah timnya untuk bergerak. "Lihat di sekelilingnya."

Titan itu di kelilingi oleh prajurit. bukan hanya mengelilingi, mereka membunuh Titan yang berusaha menghentikan Titan yang membawa batu. Mereka melindunginya selagi Titan itu berjalan lurus menuju gerbang.

"Mungkinkah titan itu mencoba menutup lubang di dinding?!" Petra berasumsi. Kelihatannya mereka setuju dengan asumsi itu.

Pemandangan yang sulit mereka percaya jika mereka tidak melihat dengan mata kepala mereka sendiri. Dimana umat manusia dan Titan berkerja sama. Selagi mereka terpaku dengan pemandangan itu, Levi segera bertindak. "Kalian lanjutkan perjalanan ke gerbang dinding Rose. Aku akan memastikan keadaan disini." Mereka mengangguk dan pergi dalam formasi.

Levi memperhatikan tiap detail disana. Mencoba membuat asumsi, namun ini terlalu jauh di luar nalar manusia. Atau setidaknya untuk saat ini. Dan ketika titan itu berhasil menutup lubang di dinding, mereka menembakan asap ke udara yang berarti ini adalah misi. Misi untuk menutup dinding. Untuk pertama kalinya, umat manusia menang melawan Titan.

Levi mencoba mendekat ke arah Titan yang tiba-tiba terkapar ke tanah dan menemukan seorang prajurit yang menarik manusia dari tengkuk Titan itu. Levi semakin tidak mengerti. Terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. Namun pikirannya terganggu saat dua prajurit itu di kepung oleh dua Titan lain. Tanpa berpikir panjang, Levi segera membunuh dua Titan itu dan mendarat di hadapan prajurit yang baru saja di tarik keluat dari tengkuk Titan.

"Bocah, apa yang sebenarnya terjadi disini?"

***

Butuh waktu seharian penuh untuk membunuh semua Titan yang ada dalam dinding. Sebagian besar darinya di bunuh oleh Recon Corps. Namun pekerjaan mereka tidak berhenti di sana. Mereka harus segera mengidentifikasi mayat yang bergelimpangan dan itu membuat Petra takut lebih dari apapun. Bagaimana jika ia menemukan mayat dari keluarganya. Ia sadar ia harus bekerja dengan optimal, namun ia sampai pada batasnya.

Malam itu ia mendapat istirahat selama beberapa jam, namun ia tidak dapat tidur meski tubuhnya sakit dan matanya berat. Ia melihat pemandangan Trost dari atas dinding. Tempat ia sempat tinggal bersama keluarganya. Kini hancur tak tersisa. Ia sangat lelah. Sangat ingin mencari keluarganya di tempat pengungsian.

"Ambil ini." Sebuah tangan memberinya cup berisi teh. Petra menoleh dan menemukan Levi disana. "Aku membuatnya jadi aku tidak yakin dengan rasanya."

Petra mengambil cup di tangan Levi dan menyeruput sedikit isinya. "Hangat."

"Setidaknya kita masih bisa menemukan air panas." balasnya tanpa menatap Petra dan menyeruput teh miliknya.

"Aku menyukainya dengan sedikit gula."

"..."

"Tapi aku menyukai ini, terimakasih Kapten."

"Kau membuatkan ini untukku puluhan kali."

Petra memandang wajah Levi yang di hiasi cahaya redup dari bulan, hal paling indah yang pernah ia lihat dari Levi. Ia tersenyum melihat bagaimana Levi menyembunyikan maksud dirinya yang mengkhawatirkan Petra.

"Manis sekali.." Petra bergumam. Melepaskan pandangannya dari Levi dan menyeruput lagi teh nya.

"Aku tidak menambahkan gula."

"Yeah, kali ini pengecualian. Aku sangat menyukainya." Petra memandang titik obor di bawah sana yang di bawa oleh Prajurit yang masih bekerja mencari mayat. "Kapten, apa aku sudah membuat keputusan yang benar?"

Levi menjauhkan cup nya dari bibirnya. Menatap pantulan dirinya di atas genangan Teh yang ia genggam. "Aku tidak tahu. Tidak ada yang tahu."

"..."

"Kau tidak akan tahu apa keputusanmu benar atau salah sampai kau memilihnya dan menjalaninya. Bagiku tidak ada benar atau salah selama kau menjalaninya tanpa penyesalan."

"Apa mereka akan memaafkanku?" tangannya gemetar, membuat teh di tangannya berdecik kecil. "Mereka yang tidak bisa kuselamatkan meski aku sudah berjanji untuk melindungi mereka?"

"...." Levi terdiam menunggu Petra selesai dengan semua keresahannya.

"Aku sadar bahwa saat itu aku sangat naif. Berpikir segalanya akan berjalan lancar selama aku melakukan yang terbaik, tapi... tapi itu tidak cukup." Airmatanya mulai menetes lagi. Kepalanya tertunduk, terlalu malu untuk menunjukan wajahnya pada Levi. Tiba-tiba ia merasakan kehangatan di kepalanya yang berasal dari tangan Levi.

"Kau benar. Kau sangat naif." Levi bicara. "Tapi mereka akan memaafkanmu karna mereka tahu itu adalah keinginan yang naif sejak awal kau mengatakannya."

Air mata Petra semakin mengalir deras.

"Selama kau memiliki kenangan indah dengan mereka, kau tidak perlu merasa kehilangan, bukan?"

Ucapan Levi membuat tangis Petra tiba-tiba berhenti dan mampu membuat Petra menunjukan wajah berantakannya pada Levi. Levi tidak balik menatapnya. Matanya menatap jauh kedepan. Entah apa yang ia lihat. Seolah ia tidak berada disana.

"Kau sudah berjuang."

Lagi-lagi tangis Petra pecah. Seolah semua beban yang ada di hatinya telah tersampaikan dan membebaskannya dari rasa bersalah. Levi menarik kepalanya ke bahunya. Ia tahu itu yang Petra butuhkan saat itu. Ia membiarkan Petra di sana selama yang Petra butuhkan.

TBC------>


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C7
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login