Download App
97.22% Alana / Chapter 35: ALANA [35: Kita, Kamu dan Saya]

Chapter 35: ALANA [35: Kita, Kamu dan Saya]

Bingung, perasaan itulah yang kini dirasakan oleh Vano. Berbagai pertanyaan dan praduga-praduga pun saling berkeliaran di fikirannya. Dengan terus mengikuti Arya, Vano hanya diam dan terus melangkah. Hingga Arya berhenti di sebuah pintu yang bertuliskan Ruang Mawar No. 7.

"Kita sudah sampai." Kata Arya dengan memandang Vano yang berada di belakangnya.

"Maksud Kakak?"Tanya Vano yang bingung.

"Kita sudah sampai di tempat yang lo tuju,"

"Please kak jangan buat gue bingung, maksud kakak apa?" Tanya Vano yang tambah bingung.

"Selama satu bulan iniAlana koma dan dia dirawat dalam ruangan ini." Arya menunjuk pintu yang berada di sampingnya.

"Jadi maksud kakak Alana sakit?" Tanya Vano memastikan. Dan Arya yang hanya menjawab Vano dengan anggukan. Vano yang terkejut pun lantas duduk di kursi tunggu depan ruang rawat Alana.

"Mana mungkin dia sakit? Dia selalu terlihat tidak apa-apa ketika di sekolah, bahkan terkadang malah petakilan." Kata Vano yang tak percaya.

"Itu kelihatannya, kenyataannya? Dia cuma pura-pura baik-baik saja di depan semua orang, padahal sebenarnya dia menahan sakit." Seru Arya.

"Dan satu lagi yang mau gue kasih tahu sama lo, lo ngerasa Alana ngejauhin lo nggak?" Tanya Arya intens.

"Ngejauhin apa nggak sih gue nggak tahu kak, tapi gue ngerasa ada yang aneh aja sama Alana." Kata Vano apa adanya.

"Sebenarnya Alana itu nggak mau ngejauh dari lo, tapi disisi lain dia ngerasa dia itu nggak mau bikin lo sedih bila suatu saat dia pergi. Maka dari itu dia berusaha menjauh dari lo." Tutur Arya. Vano yang menyimak setiap kata yang Arya ucapkan ,dia jadi mengerti apa yang sudah membuat sikap Alana berubah.

"Lo harus tahu kalo Alana itu sebenarnya sayang sama lo, lo harus temui dia sekarang. Siapa tahu dengan adanya lo, Alana bisa segera sadar."

Karena tak ingin mengulur-ulur waktu lagi, Vano segera masuk kedalam ruang rawat Alana. Dari kejauhan Vano sudah dapat melihat Alana yang berbaring di atas kasur rumah sakit. Pemandangan pertama yang Vano lihat ketika sampai di samping Alana, ia melihat banyak alat yang menempel pada tubuh Alana. Wajah Alana pun berubah, dia terlihat lebih tirus dan pucat.

"Kenapa lo nutupin ini semua dari gue?" Tanya Vano pada Alana yang memejamkan mata.

"Lo tahu nggak, setiap hari gue nungguin lo di depan kelas, tapi lo nggak ada. Ternyata lo malah enak-enakan tidur di sini." Vano mengusap rambut Alana.

"Lo bangun dong, jangan buat gue khawatir." Vano kini menggenggam tangan Alana dengan tangannya.

"Emang lo khawatir?" Terdengar suara serak Alana yang baru saja sadar.

"Lo sudah sadar?" pertanyaan itu yang spontan terlontar dari Vano ketika melihat Alana sadar.

"Menurut lo?"Jawab Alana.

Vano yang entah terlihat senang atau gugup langsung memanggil dokter untuk segera memeriksa Alana yang telah sadar. Setelah dokter selesai memerikasa Alana, Vano, Arya, dan bunda masuk ke dalam ruangan Alana.

"Kenapa kamu nggak pernah bilang ke bunda kalo penyakit kamu kembali lagi? Bunda itu khawatir tau nggak?" Bunda pun memeluk Alana yang masih berbaring di tempat tidurnya.

"Bunda pasti tahu alasan Alana kenapa nggak kasih tahu bunda. Maafin Alana ya bun udah buat bunda khawatir." Alana membalas pelukan bundanya.

"Maafin bunda juga ya kalo bunda sekarang sibuk sendiri dengan pekerjaan bunda, sampai sampai bunda nggak tahu kalo kamu sakit." Kata bunda yang masih memeluk Alana.

"Udah dong, emang udah lebaran minta maaf minta maaf. Karena di sini sudah ada bunda, lebih baik bunda segera memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya pada Alana." Tutur Arya yang melihat bundanya malah minta maaf minta maafan dengan Alana.

"Benar kata kamu Ar, kalo gitu bunda ke ruangan dokter dulu ya." Bunda pun lantas melepaskan pelukannya dan berjalan keluar dari ruangan Alana.

"Kamu nggak papa kan? Ada yang terasa sakit nggak? Bilang aja, abang ntar langsung panggil dokter biar segera diobati." Tanya Arya yang ingin memastikan kondisi Alana.

"Nggak papa Bang, nggak ada yang terasa sakit kok. Alana udah mendingan." Jawab Alana pada Arya yang langsung memberondonginya dengan pertanyaan.

"Kamu jangan bohong ya, nggak usah sok strong. Ngomongnya nggak sakit tapi aslinya sakit." Timpal Arya dengan menggenggam tangan Alana.

"Iya iya Bang, Alana boleh minta abang keluar sebentar nggak? Aku mau ngomong sesuatu sama Vano." Kata Alana dengan melirik Vano yang berada di samping Arya.

Arya yang mendengar kata Alana pun meng iyakan Alana dan segera keluar dari ruang rawat Alana. Setelah Arya keluar kini tinggal Alana dan Vano, Alana yang lelah berbaring pun kini mencoba untuk duduk. "Lo mau ngapain?" Tanya Vano yang melihat gerak gerik Alana.

"Gue mau duduk." Jawab Alana yang masih berusaha untuk duduk. Vano yang melihat Alana kesusahan pun membantunya.

"Lo kalo butuh bantuan itu ngomong, jangan dihadapi sendiri. Buat apa gue disini?" Kata Vano dengan membantu Alana duduk.

"Iya iya, makasih sudah bantu duduk." Kata Alana yang sudah berhasil duduk.

Canggung, mungkin itu yang sedang terjadi antara Alana dan Vano saat ini. Selama Alana menjauh dari Vano, mereka sudah jarang saling berbicara. Jangankan berbicara untuk berbicara bertemu pun tidak pernah.

"No," panggil Alana yang sudah tidak tahan dengan kecanggungan yang tercipta antara mereka. Karena Alana merasa dia yang memuali terjadinya kecanggungan, maka ia sendiri juga yang akan mengakhirinya.

"Hheemmm." respon Vano yanghanya dengan gumaman.

"Lo pasti sudah dengar semua tentang gue dari Bang Arya kan?"tanya Alana dengan memain-mainkan jarinya.

"Tentang apa?"

"Tentang apa yang sudah terjadi pada diri gue sekarang."Alana menundukan kepalanya dengan tangan yang masih memainkan jari-jarinya. Vano yang geram melihat tingah Alana, ia pun mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan yang tadi dimainkan Alana.

"Lo lihat gue," peritah Vano kemudian.

"Gue kecewa sama lo, iya gue tahu lo pasti punya alasan menyembunyikan ini semua. Tapi dengan melakukan ini semua, itu sama aja lo udah bohongin hati diri lo sendiri dan lo juga buat hati gue hancur." Tersirat jelas kekecewaan di mata Vano.

"Namun sekarang gue bersyukur, karena gue belum terlambat mengetahui ini semua. Jadi gue mohon sama lo, ijin kan gue untuk mengisi hati lo."

"Tapi,,"

"Please, jangan buat gue kecewa karena bukan gue orang yang mengisi hati lo disaat-saat masa sulit lo."

Ingin sekali Alana mengatakan 'iya', namun entah mengapa bibirnya berubah kelu. Hatinya bahagia karena ia masih diberi waktu untuk dapat bersama Vano kembali, namun disisi lain otaknya dihantui oleh berbagai praduga-praduga yang mengatakan bahwa karena ialah Vano akan menderita suatu saat nanti.

Karena bibirnya yang berubah kelu, Alana menjawab permohonan Vano yang ingin mengisi hatinya dengan anggukan kepalanya. "Makasih lo sudah mau memberi kesempatan buat gue." Mereka pun kemudian saling berpelukan untuk merayakan hari jadi mereka.

# # #

Hari demi hari berganti menjadi minggu, minggu pun juga terus berganti menjadi bulan. Kemoterapi demi kemoterapi juga sudah dilalui oleh Alana dengan baik dan lancar. Begitu pun hubungan Alana dan Vano juga baik, bahkan lebih baik. Sudah tiga bulan Vano resmi menjadi pacar Alana, dan sudah tiga bulan ini Vano menemani Alana dimasa sulit-sulitnya.

"Selamat sore Bun?" Sapa Vano yang menampakan kepalanya dari balik pintu ruang rawat Alana. Semenjak mengetahui anak perempuan satu-satunya sakit, bunda berhenti bekerja sebagai sekertaris ayah. Dan semenjak merawat Alana bunda juga mengetahui hubungan Alana dan Vano.

"Sore, sini masuk." balas Bunda yang mempersilahkan Vano masuk dengan menyuapi Alana. Dengan membawa setangkai mawar putih Vano memasuki ruang rawat Alana.

"Ini buat kamu." Vano memberikan mawar putih itu kepada Alana.

"Uuhhh so sweet banget sih, Alana di kasi mawar putih, terus buat bunda mana?" celetuk bunda.

"Bunda mau? Minta sana sama ayah." sahut Alana.

"Bunda juga mau bunga ya? Ada kok bun." Vano merogoh saku celananya.

"Mana?"

"Kalo maubeli ditoko bunga Bun, ada banyak. Ini uangnya." Vano memberikan uang dari saku celananya pada Bunda.

"Iisshh kamu tu ya, bikin bunda gemes tau nggak." Bunda mencubiti pipi Vano.

"Aduh bun aduh," Ringis Vano yang dicubiti bunda.

"Rasain tu, siapa suruh godain bunda gue." kata Alana yang melihat Vano dicubiti bunda.

"Udah bun udah, mending bunda cari minum buat Alana, kasian tu Alana belum minum.Biar Vano yang suapin Alana." Vano mencari alasan agar bunda berhenti mencubitinya. Seperti inilah yang membuat Alana tidak terlalu bosan di rumah sakit. Setidaknya dengan bercanda bersama Vano dan bunda menjadi obat pereda bagi dirinya.

"Oh iya, ya sudah kamu suapi Alana dulu. Bunda mau keluar cari minum." Pamit bunda yang kemudian keluar.

"Seneng ya punya bunda yang bisa diajak bercanda, kaya bunda lo." Kata Vano kemudian pada Alana setelah bunda keluar.

"Iya, makasih ya."

"Untuk?"

"Untuk semua yang sudah lo lakuin buat gue."

"Iya, ini habisin dulu buburnya." Vano menyuapi Alana bubur.

"Oh iya hampir lupa, gue besok udah boleh pulang, bunda, Viona dan yang lain katanya mau adain acara syukuran. Menurut kamu gimana?" Tanya Alana dengan mulutnya yang penuh dengan bubur.

"Syukur kalo kamu udah boleh pulang, emang acaranya kapan?"

"Nggak tahu, ntar tanya aja sama bunda."Jawab Alana dengan mengunyah bubur dimulutnya.

"Iya iya, tapi lo abisin dulu buburnya dan kalo makan diam aja. Ntar kalo nyemprot orang kan bahaya."Kata Vano dengan menyendokan bubur untuk Alana.

# # #

Grup chat Hamba_Allah

Didit_HA: ada hot news kuy

Yahya_HA: What? Panas?!

Dino_123: berita panas

Heri_321: neraka panas

Didit_HA: udah pernah kesana Her?

Didit_HA: Heri mah keneraka nggak ngajak-ngajak ):

Heri_321: gue belum pernah,

VanoFP: terus tahu panas dari siapa?

Heri_321: kata Yahya

Yahya_HA: gue kata pak uztad

Didit_HA: wah Yahya ke neraka nggak ngajak-ngajak

Dino_123: lo mau keneraka Dit?

Didit_HA: Nggak

VanoFP: brantem yuk!!

Yahya_HA: Van PJ, kalo nggak? Barantem yok

Dino_123: iya nih kapan Pjnya

Didit_HA: PJ PJ PJ!! kalo nggak? Nikah yok

Heri_321: -__-

VanoFP: nikah? Ama lo Dit? Maaf gue nggak gay

Yahya_HA: gue tunggu di warung Mang Aang Van

Heri_321: otw

VanoFP: ok, siapa takut. Brantem makan yok, di warung Mang Aang

Dino_123: meluncur

Didit_HA: siapa takut!! Otw

Setelah berchat ria dengan teman-temannya di grup line Hamba Allah, Vano segera pergi menuju warung Mang Aang. Baru saja Vano melepaskan helmnya, ia sudah di suguhi Yahya dan Didit yang sudah melahap semangkuk bakso.

"Wisshh udah datang lo Van, sini ikutan makan. Katanya mau brantem makan." Kata Didit dengan pipinya yang mengembang akibat penuh dengan bakso.

"Ok siapa takut, tapi Heri sama Dino mana?" Vano menegok sekitarnya.

"Belum sampai, masih otw." Sahut Yahya yang sudah menghabiskan satu mangkuk bakso.

"Udah habis satu mangkuk aja lo Ya, emang lo udah bayar?" Vano meledek Yahya yang sepertinya akan memesan bakso lagi.

"Kan lo yang bayarin," Yahya meminum es teh.

"Mang baksonya lagi dua." Kata Yahya pada Mang Aang untuk memesan bakso lagi.

"Gila lo Ya, udah abis satu mangkuk masih pesan lagi dua mangkuk." Kata Didit.

"Gue belum selesai bicara elah, gue pesan dua yang satu itu buat Vano." Yahya menjelaskan.

"Iya in aja deh." Seru Vano yang tak ingin terjadinya perdebatan antara Yahya dan Didit. Sambil menunggu bakso, Heri dan Dino, Vano memainkan gitar yang segaja ia bawa.

"Abang tukang bakso, mari mari sini aku mau bakso!!" nyanyi Yahya yang berada di samping Vano.

"Iya iya lah minta bakso, masa minta cinta do'i." Celetuk Didit yang baru saja menghabiskan satu mangkuk bakso.

"Hahah, do'i muluk lo Dit, do'i aja nggak punya." Cibir Vano.

"Iya iya yag sekarang udah punya do'i, aku mah apa atuh." Balas Yahya dengan wajahnya yang sok sedih.

"Ini Den, nggak dapat cinta do'i, Aden tetap dapat bakso yang dibuat dengan penuh cinta dari Mamang."Celetuk Mamang Aang dengan menyajikan satu mangkok bakso di depan Yahya.

"Maaf Mang, saya tidak gay." Balas Yahya.

Karena celetukan Mang Aangdan balsan Yahya, alhasil semua pembeli bakso di warung Mang Aang tertawa. Termasuk Dino dan Heri yang baru datang. "Kelihatannya lo lagi seneng banget Van." Kata Dino yang melihat Vano tertawa.

"Iya, gue emang lagi seneng."

"What makes you happy?" Tanya Didit.

"Alana besok sudah sudah boleh pulang." Jawab Vano.

"Ooo, pantesan. Gue kira abis menang lotre." Seru Yahya.

"Bukan lotre Ya, tapi arisan." Timpal Didit.

"Arisan mama ciiinn!!" Seru Yahya dengan tangan ngondek. Tertawa kembali, itulah yang kini terjadi di antara lima sahabat itu. Suasana seperti inilah yang menjadi pelengkap jika mereka berkumpul.

"Kalian besok sore sibuk nggak?" Tanya Vano di sela-sela tawanya.

"Halah nggak usah basa basi, lo butuh bantuan apa? Kita bakal bantu, ya nggak kuy?" Kata Dino yang mengetahui maksud terselubung dari pertanyaan Vano barusan.

"Gue minta bantuan kalian untuk kasi kejutan buat Alana besok sore di danau sini." Kata Vano memberi tahukan maksudnya.

"Siappp!!" Seru Dino, Yahya, Didit, dan Heri bersamaan.

# # #

Tak terasa hari sudah berganti lagi, dan hari ini adalah hari yang menggembirakan bagi Alana. Karena hari ini ia sudah diperbolehkan untuk pulang.

"Pagi Bun," Sapa Vano yang baru saja masuk keruang rawat Alana.

"Pagi juga, sumpringah banget ni wajahnya." Ledek bunda.

"Iya iya lah Bun, siapa yang nggak seneng pacarnya sudah sembuh." Balas Vano. Karena kebetulan hari ini weekend, alhasil Vano dapat mengantar Alana pulang kerumah. Selain weekand, hari ini ayah dan Bang Arya juga tidak bisa mengantar Alana.

"Gimana? Udah siap pulang?"

"Udah, makasih sus." Kata Alana pada suster yang baru saja melepaskan infus dari tangannya.

"Home! I am coming!!" Alana berjalan keluar dari ruang rawatnya terlebih dahulu, meniggalkan Vano dan Bunda.

"Woi Na, tingguin! Lo harus hati-hati, jangan terlalu bersemangat gitu. Ntar kalo jatoh." Seru Vano yang melihat polah tingkah Alana.

"Lo istirahat aja, gue juga mau pulang sekarang." Kata Vano pada Alana setelah sampai di rumah.

"Ya, padahal gue mau lo di sini dulu." Kata Alana yang kecewa.

"Maaf ya, tapi entar sore gue bakal kesini lagi kok. Jangan lupa dandan yang cantik ya."Kata Vano mengedipkan satu matanya pada Alana.

"Iiddiihhh, napa tu mata? Klilipan Bang?" Seru Alana.

"Iya nih, kelilipan cintamu. Babang pulang dulu ya, jangan kangen ya." Pamit Vano pada Alana.

"Vano pulang dulu ya Bun," pamit Vano Benda.

"Yah kok udah mau pulang, terus ini minumnya?"Seru Bunda yang membawa nampan berisi minuman.

"Santai aja Bun, Vano tetap akan minum minuman yang bunda buat." Vano mengambil minuman yang bunda bawa lalu meminumnya sampai habis.

"Aahhh, udah abis kan Bun. Vano pamit dulu ya." Vano kemudian mencium tangan Bunda dan lantas pergi.

# # #

Grup chat Hamba_Allah:

VanoFP: gimana kuy? Udah siap?

Dino_123: siapppp

Heri_321: siippp

Yahya_HA: udah perfect brohh

Didit_HA: Itu lagunya Ed Sheeran

VanoFP: Youuu all, perfect tonight

Yahya_HA: Dedek nge-fly

Dino_123: terbang aja sono

Didit_HA: kek layangan aja lu Ya, terbang

Yahya_HA: -__-

Heri_321: Udah, kapan dimulai?

VanoFP: Otw, thank you all. You all the best

"Kejutan? Ok. Mobil? Ok. Wajah ganteng? Always ok." Gumam Vano yang tengah berdiri di depan kaca. Karena jam dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul tiga, Vano pun segera berangkat menjemput Alana. "Alana, I'am coming!!"

Di rumah Alana

"Sore Yah," Sapa Vano pada ayah Alana yang kebetulan ada di teras rumah.

"Sore, langsung masuk aja sana, Alana ada di dalam." Kata Ayah Alana. Vano pun kemudian hendak masuk ke rumah, namun baru saja ia sampai di depan pintu, Alana sudah keluar.

"Nggak usah kita langsung berangkat aja." Sahut Alana.

"Vano ijin ngajak Alana keluar sebentar ya Yah?" ijin Vano.

"Iya, hati-hati, dijaga Alana-nya."

"Siapp Yah, Alana bakal Vano jaga kok. Berangkat dan pulang dengan keadaan yang sama."Tutur Vano kemudian. Setelah meminta ijin, Vano dan Alana pun segera pergi.

# # #

"Kita mau kemana sih? Pake acara tutup mata segala?" protes Alana ketika matanya ditutup oleh Vano pada saat hendak turun dari mobil. Dengan menuntun Alana, Vano membawa Alana ke suatu tempat.

"Ini dimana sih, kok gerak-gerak begini?" protes Alana lagi ketika ia merasa di suatu tempat yang membuat badannya bergerak-gerak.

"Lo pegangan aja, gue jamin lo nggak bakalan jatuh." Balas Vano dengan terus membawa Alana ke tempat yang ingin ia tunjukkan pada Alana.

"Udah sampe belum sih? Gue takut tau nggak?!" Alana terus saja protes karena ia merasa berada di tempat yang akan membahayakan dirinya.

"Tunggu bentar lagi sampai," kata Vano .

"Kita dimana sih? Gue takut tau di sini."

"lo nggak usah takut, ada ague disamping lo. Gue jamin sekarang lo bakal suka sama tempat ini." sahut Vano.

"Lihat aja belum udah bilang gue bakal suka." Kata Alana dengan cemberut karena Vano yang tak lekas membuka penutup matanya.

"Jangan cemberut gitu dong, bentar lagi bakal dibuka kok penutup matanya." Kata Vano menghibur Alana. Dan benar tak selang beberapa lama vano sudah bersiap akan membuka penutup mata Alana. "Udah siap?" Tanya vano. Alana pun hanya menjawab vano dengan menundukkan kepalanya.

"Waaahhh! BAGUS BANGET INI!" teriak Alana ketika penutup matanya telah dibuka. Yang Alana lihat pertama kali ketika membuka mata ialah hamparan air yang disalah satu ujungnya dihiasi sedikit pantulan orange efek dari sang surya yang sudah hampir kembali keperaduan.

"Gue bilang apa? Lo pasti bakalan suka." Sombong Vano.

"Lo tahu dari mana tempat sebagus ini?"

"Apa sih yang nggak gue tahu. Coba sekarang lo lihat kearah selatan." Perintah vano.

Menutupi mulutnya yang menganga karena terkejut, itulah yang kini Alana lakukan. Deretan huruf yang menjadi sebuah kalimat 'WELCOME BACK' yang dibawakan oleh teman-teman Vano dan Vionalah yang menjadikan Alana terkejut. Karena ia tidak menyangka akan diberi kejutan selamat datang kembali di tempat ini.

"Makasih sudah mempersiapkan ini semua, maaf tadi gue malah marah-marah sama lo gara-gara lo bawa gue ke perahu ini." Dengan matanya yang sudah berkaca-kaca Alana memeluk vano.

"Iya, udah nggak usah nagis. Gue ajak lo kesini bukan mau lihat lo nangis." kata Vano yang merasa Alana menagis dipelukannya.

"Maaf, gue terharu."

"Oh ya, tujuan gue ajak lo kesini gue mau ada yang berubah diantara lo dan gue." Vano menatap mata Alana dengan lekat-lekat.

"Maksud lo?"

"Gue mau lo dan gue jadi kita." Vano menjaskan maksud dari apa yang ia katakana.

"Kita? Bukan cuma kita yang bakal berubah. Lo dan gue juga bakal berubah jadi aku dan kamu." timpal Alana.

"Kita, kamu dan saya." sahut vano.

"Saya? Kok saya bukan aku?" tanya Alana kemudian.

"Saya lebih romantis daripada aku, maka dari itu saya lebih milih pake saya daripada aku." Jawab vano.

"Masa sih? Kok gue baru tahu kalo saya lebih romantis dari pada aku." Kata Alana dengan sok-sok tidak paham.

"Kamu sih kebanyakan mikirin saya, makanya nggak tahu kalo saya lebih romantis daripada aku." Vano mengacak-acak rambut Alana karena gemas dengan tingkah Alana yang sok-sok nggak tahu.

Duduk berdua di atas perhu yang berada di tengah danau, itulah yang kini sedang terjadi pada Alana dan Vano. Bercanda ria di alam bebas dengan danau yang menjadi saksi, menjadikan penutup manis di hari pertama Alana setelah melewati masa-masa sulitnya.

"Mataharinya mana sih kok nggak kelihatan?"

"Mungkin dia malu sama kamu, makanya dia sembunyi di balik awan." Vano menunjuk kearah gumpalan awan yang ada di atas langit.

"Apaan sih, receh tahu nggak." Respon Alana dengan melihat kearah awan yang ditunjuk Vano.

"Biarin receh, asal kamu seneng. Dari pada dolar tapi kamu cemberut." timpal Vano.

"Makasih ya No, kamu masih tetap mahu bersamaku meski aku dalam keadaan yang buruk. Mungkin jika bukan karena kamu, aku nggak akan punya semangat untuk kembali seperti sekarang ini."

"Nggak usah makasih, mungkin Tuhan emang sudah mentaktirkan saya untuk ada buat kamu disaat kamu sedang sakit."

"Kamu iget nggak pertama kali kita ketemu?" Tanya Alana dengan antusias.

"Heeemm."

"Lucu ya, masa kita ketemu gara-gara kamu lempar aku pake kertas. Sekarang aku mau Tanya, apa alasan kamu dulu lempar aku pake kertas? Padahalkan kamu nggak kenal aku?" Alana memperhatika wajah Vano.

"Heemmm...kenapa ya? Muka kamu waktu itu seperti memberi sinyal minta dilempar pake kertas mungkin." Jawab Vano asal.

"Ihhh, aku serius tauk. Emang mukaku handphone pake sinyal sinyal segala." Karena merasa kesal Alana memukuli bahu Vano dengan tangannya.

"Aduhh aduh aduhh, jangan pukul pukul ih. Ntar jatuh." Kata Vano yang merasa perahunya bergoyang-goyang.

"Kamu tahu nggak apa maksud awan yang menggumpal di atas awan sana?" Tanya Alana tiba-tiba pada Vano dengan masih memandangi awan.

"Nggak tahu tuh, kenapa emangnya?" tanya Vano.

"Ada dua kemungkinan mengenai awan yang menggumpal diatas sana. Awan itu bisa berarti sebagai pembawa kebahagiaan namun juga bisa berarti sebagai pembawa kesedihan."

"Maksudnya?" Tanya Vano dengan mengernyitkan dahinya di bawah gumpalan awan yang semakin menebal, dan kemungkinan sebentar lagi hujan akan turun membahasinya dan Alana.

"Kita menepi yuk, aku takut kalo ada petir."

"Oh iya, kamu kan takut petir ya." Vano pun lantas segera mendayung perahu yang mereka naiki ketepi.

"Yang habis berduaan di tengah danau mah apa atuh, lupa sama temennya." celetuk Didit.

"Iya temen kan nomer satu ketika butuh bantuan dan nomer dua setelah do'I." timpal Yahya. Kurang lebih celetukan-celetukan semacam itulah yang menjadi penyambut vano dan Alana yang baru saja dari tengah danau.

"Iyalah masa ada do'I kalian no satu, ntar do'i gue marah." Sahut vano dengan santainya.

"Udah dua kali nyataain perasaannya, tapi kok PJnya belum ada ya?" sahut Dino.

"Ehem ehem, gue kok laper ya?" kata Didit dengan mengelus-elus perutnya.

"Situ hamil elus-elus perut." Timpal Viona.

"Laper elah, malah dibilang hamil." Sahut Didit yang kesal.

"Nggak usah pake acara kode-kode gue udah ngerti kalik, ayo kita makan di warung Mang Aang." Vano pun mengajak Alana dan teman-temannya ke warung Mang Aang yang berada di dekat danau.

"Gitu dong, jadi sohib itu yang peka." Seru Didit dengan menepuk bahu Vano.

# # #


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C35
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login