Download App
13.33% Shot In The Dark [ON HOLD] / Chapter 2: Julukan Venesia Di Utara Pt. 2

Chapter 2: Julukan Venesia Di Utara Pt. 2

Sementara itu di tepi pelabuhan, dia berdiri memandang jauh ke lepas pantai. Angin pantai yang bertiup kencang membuat anak rambut cokelatnya tersingkap tapi tetap tidak merusak penampilan laki-laki bermantel hitam tersebut. Sosoknya berdiri membelakangi puluhan box kontainer yang berjejer rapi di balik tubuhnya. Ia memejamkan mata tenang sambil menyeringai tipis.

"Gil, kau mau kemana?" Henry bertanya ketika pria yang ingin ia hampiri di bibir pelabuhan itu berbalik dan berjalan ke arahnya. "Mau jalan-jalan sebentar," sahutnya sambil terus melangkah santai, menjauhi area pelabuhan. Henry hanya memandang punggung itu dalam diam. Pria yang diketahui bernama Gilbert tersebut berjalan menuju sedan hitam yang terparkir di sana, membuka pintu lalu menyelinap masuk di kursi kemudi. Tidak berselang lama Gilbert melajukan mobilnya dengan mulus ke jalanan kota. Ia mengendarai Mercedes dengan kecepatan normal menembus keramaian lalu-lalang kendaraan lain.

Di lain sisi, gadis bertopi boater itu tampak riang mengayuh sepedanya melintasi jalanan pasar dan deretan toko komersil hingga kolam air mancur taman kota, kemudian berhenti tepat di depan etalase toko, pintu kaca didorong masuk oleh tangan kurus Lua seraya tungkainya melangkah ke dalam, seketika bau khas tanaman herbal tercium di seluruh penjuru ruangan. Ia langsung berjalan ke deretan rak untuk mencari teh terbaik di kota ini. Bryce adalah toko yang menjual khusus rempah-rempah import mentah maupun sudah jadi dari berbagai negara terutama dari Indonesia dan China lebih mendominasi.

Sekotak teh herbal diambilnya dari dalam rak, dan Lua segera menuju meja kasir untuk membayarnya. Ia kembali melangkah ke luar toko sambil menenteng plastik kecil. Tiba-tiba tiupan kencang angin sontak menerbangkan topi bermaterial anyamannya dari kepala. Lua terkaget, rambutnya sejenak berantakan menghalau pandangan oleh embusan angin yang juga membuat topi berwarna cokelat muda itu melayang ke arah seseorang. Dua tangan orang itu menangkapnya dengan tenang ketika topi boater melandai tepat di depan tubuhnya.

Lua berbalik. Matanya melebar perlahan kala mengenali seorang pria yang berdiri sejauh dua meter di sana.

Setelah mengobrol basa-basi sampai pada akhirnya masuk ke topik utama, penuturan tamunya itu membuat wajah ayah Lua menjadi memerah geram. "Aku takan sudi menyerahkan puteriku padanya! Kutanya kau nona, untuk apa kau bekerja dengan orang gila seperti dia? Dia benar-benar tidak waras jika kau tidak tahu itu," berangnya. Mereka masih duduk di tempatnya masing-masing tanpa sedikit pun beranjak. Akan tetapi ketegangan yang menyelimuti ayah Lua, tidak membuat suasana setenang posisi duduk kedua orang itu.

"Aku tidak berniat mengecewakan tuanku," balas wanita itu mantap dengan ketenangan stabil.

"Jadi, kau ke sini untuk membunuhku dan mengambil puteriku?" tukas ayah Lua, alisnya mengerut tajam. Sesaat ia menundukan pandangan dengan sayu, kemudian menghela napas panjang. "Rupanya hanya sampai di sini saja. Dia masih muda dan polos. Tak bisa kubayangkan bagaimana hidupnya bersama pria gila itu," lirihnya terdengar kecewa. "Jika kau mengambilnya dan membiarkan aku hidup itu sama saja dengan diriku yang mati. Anak itu terlalu berharga, permataku setelah ibunya. Namun kini, pria gila itu ingin merebut sisa harta berhargaku?" Ia mendengus. "Jangan bercanda."

Beralih di kota, wajah cantik Lua tercengang melihat pria itu. Perlahan langkah sepatu pantofel kulit pria itu berayun maju, mendekat ke arah Lua dan berhenti sejauh dua langkah. "Lama tidak berjumpa, ya," kata pria itu. "Paman Gilbert .... Kau kah itu?" Lua mengatakannya agak ragu-ragu. Namun anggukan kepala pria di hadapannya membuat mata Lua berkaca-kaca dan ia menutup mulutnya yang bergetar. Sedikit Gilbert merentangkan lengannya, dalam sedetik Lua menghambur ke dekapan dada bidang tersebut.

"Aku merindukanmu!" kata suara Lua yang terdengar teredam dalam pelukan. Tubuh ramping berbalut dress warna kremnya direngkuh penuh oleh lengan kuat Gilbert. Keduanya tampak menyalurkan rasa rindu mereka dengan Gilbert yang memejamkan mata tenang.

Kemudian Lua menjauhkan tubuhnya untuk bicara. "Paman kemana saja selama ini? Bagaimana kabar paman?" Ia mendongak dan menatap pria itu dengan mata sayunya yang menyendu tersimpan rindu. "Kabarku jauh lebih baik saat menemukanmu di sini," jawab Gilbert. "Bagaimana dengan ayahmu?"

"Ayah baik-baik saja. Ayah pasti terkejut melihatmu," ujar Lua. Sambil memakaikan topi ke kepala gadis di hadapannya, Gilbert berkata dengan senyum. "Ya. Dia pasti akan sangat terkejut."

"Paman ke sini bersama siapa?" tanya Lua sadar tidak melihat orang di samping Gilbert. Kehadiran pria ini di depan mata sungguh tidak dapat dipercayai akan tetapi Lua sangat senang bisa bertemu lagi dengan pamannya setelah tujuh tahun terpisah.

"Aku bersama rekan kerjaku. Kebetulan sedang ada pekerjaan di negeri ini," jawab Gilbert.

Lua sempat merasa bersalah lantaran tidak sempat mengabari pria ini bahwa dirinya dan ayah telah meninggalkan tanah air. Mereka benar-benar pindah rumah serta kewarganegaraan secara tiba-tiba. Sampai sekarang Lua tak pernah diberitahu alasannya oleh sang ayah yang memilih bungkam. Ponsel miliknya dulu pun dibuang ayah ke laut dalam perjalanan di kapal. Karena hal tersebut, Lua tidak bisa menghubungi Gilbert maupun teman-temannya.

Teman? Oke yang ini Lua tidak terlalu banyak punya teman, hampir tidak ada seorang pun yang dekat dengannya. Tetapi ia tidak pernah lupa akan teman masa kecil sewaktu ibu masih hidup. Sayang, teman itu bermigrasi ke pusat kota metropolitan. Membuatnya putus kontak.

Gilbert mengangkat lengannya membentuk sudut siku di depan dada untuk mengecek jarum jam Rolex yang melingkar mewah di pergelangan tangannya. "Aku masih ada waktu sampai selesai jam makan siang. Apa kau tidak ingin mengajakku ke rumah dan bertemu dengan ayahmu?" kata pria itu.

"Ah tentu! Jaraknya lumayan jauh jadi aku bawa sepeda," kata Lua menunjuk sepeda berkeranjang di belakangnya. "Paman ke sini naik apa?"

"Aku bawa mobil. Kemana arah rumahmu?" Gilbert memarkirkannya tepat dua meter di belakang. Dan Lua menunjuk arah berlawanan dengan parkir mobilnya.

"Kalau begitu ayo kita pergi," ajak Gilbert.

"Ya, aku akan menunjukkan jalan."

"Tidak, masuk lah ke mobil bersamaku. Sepedamu bisa dilipat kan?" Lua mengangguk.

Sambil mengemudikan mercedes-nya, Gilbert menanyakan bagaimana kehidupan Lua dengan ayahnya selama tinggal di Belanda ini.

"Tiga tahun lalu ayah ditipu oleh rekan bisnisnya dan membuat kami menggembel sampai uang untuk kembali ke tanah air tidak tersisa. Akhirnya kami terjebak di negeri ini tanpa harta apa pun. Lalu ayah membuka praktik, dari situlah kami bisa hidup. Tetapi belum ada setahun kami bisa bernapas, sesuatu menimpa ibu...." lirih Lua diakhir kalimatnya. Gilbert melirik sekilas dan menemukan raut sedih tergambar di sampingnya. "Apa yang terjadi pada kakakku?" gumam Gilbert penasaran.

"Seseorang membunuhnya. Ibu ditemukan tewas bersimbah darah di tempat kumuh oleh warga setempat saat pagi hari setelah semalaman hilang tanpa kabar," jelas Lua. Tenggorokannya tercekat mengatakan peristiwa memilukan ini. Bagaimana pun, dia belum bisa merelakan kepergian sang ibu. Diam-diam rahang Gilbert mengetat. "Bagaimana dengan pelakunya? Apa sudah ditangkap?" tanya pria muda itu. Dia mencengkram stir lebih kuat lagi untuk menyalurkan sedikit kemarahan di dalam dada.

"Tidak...." Lua menggeleng muram. "Sampai saat ini polisi belum menemukan pelaku, bahkan motifnya membunuh ibu," lirih Lua menunduk sedih. Kemudian sebelah tangan Gilbert memegang puncak kepala Lua dan mengelusnya dengan sayang. "Kamu telah melalui hari yang berat." Ia turut berempati akan cerita ponakannya ini. "Kalau saja aku datang lebih cepat, kalian berdua tidak harus mengalami semua itu. Aku cukup kesulitan mencari kalian." Ada penyesalan dalam ucapannya.

Di lain tempat, rombongan preman menyerbu klinik dan membuat percakapan Gery serta Parker harus terhenti.

***


CREATORS' THOUGHTS
Rinata_Ackazenia Rinata_Ackazenia

Hai readers! Tolong beri ulasan atau masukkan buku ini ke reading listmu, ya! ❤See You!

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C2
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login