Download App
2.38% Terpaksa Menikah Kontrak / Chapter 7: Beres-Beres ⭐

Chapter 7: Beres-Beres ⭐

Novel ini hanya ada di aplikasi WebNovel kalau ada di aplikasi lain berarti dibajak

Saya kasih catatan karena udah banyaknya kasus novel dibajak, dan saya kena, ga dapet royalti

Jadi bagi pembaca belum tahu apa itu aplikasi WebNovel, kalian bisa download aplikasi bertuliskan WebNovel di playstore

Di WebNovel koinnya lebih murah dan ada voucher baca gratis sampai 3 loh

Terima kasih,

Nona_ge

***

Faye berhenti di depan gedung Pengadilan untuk melihat dokumen di tangannya masih tidak percaya sudah melepas masa lajangnya.

Iya.

Mereka sudah mendaftarkan diri ke Pengadilan.

Walaupun hampir membuat kesalahan besar karena pertanyaan yang sama seperti Alex yang mengajarkan mereka harus mengenal satu sama lain.

Denis mengembuskan napasnya murung, "Bisa aku pergi sekarang?"

Faye melirik Denis terlihat tidak semangat akan pernikahan ini bahkan memegangi kepala seakan itu sebuah penderitaan. Ia menyentuh bahu Denis, "Kau baik-baik saja?"

Denis tidak menjawab awalnya masih memegangi kepalanya, sebelum akhirnya berdiri tegak dan mengangguk, "Bisa aku pergi sekarang, Fay?"

Denis terlihat pucat, jadi Faye menyetujuinya, mungkin butuh istirahat, "Baiklah," Lagi pula pengambilan barang-barangnya bisa nanti, "mau aku antar?"

Denis menggelengkan kepala dan melenggang pergi ke tempat pemberhentian bus, meninggalkan Faye sendiri kebingungan akan apa yang terjadi.

***

Faye mengembuskan napasnya mengaduk kopi pesanannya bosan. Di sinilah dirinya menghabiskan perayaan nikah sendirian di kafe kecil dekat restoran miliknya layaknya jomblo, dipenuhi oleh pasangan yang tengah menikmati makan malam mereka.

Faye sudah meminta nomor telepon Denis, juga mengirim pesan jika sudah siap pindah diminta menghubunginya, tapi hingga malam berlalu, tidak ada tanda-tanda jawaban dari Denis membuatnya emas apa terjadi sesuatu.

Tiba-tiba ponsel Faye menyala, dan dengan cepat memeriksanya berharap dari Denis, sayangnya bukan hanya dari Claudia yang jengkel masalahnya dan Denis pergi tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dari pesta.

Faye meletakan ponselnya lagi kecewa.

Kenapa Faye jadi wanita yang sedang patah hati begini?

Faye tertunduk lesu.

Seharusnya mengajak Mia makan merayakan hari pertama pernikahan resminya pastinya lebih menyenangkan, sayangnya saat pulang, Mia tampak sibuk mengobrol dengan anak buahnya di dapur jadi memutuskan untuk tak mengganggu.

Ponsel Faye menyala lagi dan mengeceknya setengah hati, menaikan alisnya itu pesan dari nomor yang tidak dikenal, lantas dibuka isinya, kaget dari sosok yang diharapkannya dari siang sampai detik ini.

Dari : +1xxxxx

Sayang, kau di mana? Aku menunggu di depan restoran mu.

Simpan nomorku ini iya.

Sayangmu, Denis~

Normalnya Faye akan memutar bola matanya akan rayuan Denis, tapi karena seharian ini mencemaskan, membaca pesan serasa pria itu berbisik di telinganya membuat hatinya berbunga-bunga bahagia.

Faye segera mengetik balasan, untunglah memilih makan di kafe yang tidak jauh dari restorannya jadi bisa menyusul cepat kemari sekalian mengajak makan malam.

Untuk : Denis

Aku ada di kafe seberang restoran ku, datanglah, aku akan menunggu di luar.

Faye mengirimnya dan setelah mendapat pesan bahwa Denis akan ke sini, ia pergi ke kasir membayar makanan barulah keluar, menunggu.

Suasana malam ramai seperti biasa hingga Faye tidak bisa melihat Denis di seberang, lampu jalan juga menunjukan warna merah.

Faye mencari tempat yang bisa membuat Denis menemukannya, mencari tempat yang bukan kerumunan orang yang menunggu lampu hijau. Ia tidak begitu yakin apakah Denis akan menyadari dirinya mengenakan masker dan topi, "Hm ...." Ia memutuskan mengetes Denis, tidak memberi tahu lokasi sekarang berada yang telah berpindah dua blok dari kafe tadi.

Akhirnya penantian berakhir, lampu hijau bagi pejalan kaki menyala, orang-orang mulai berjalan menyeberangi trotoar jalan.

Faye mencari Denis di antara kerumunan, namun nihil karena padatnya orang-orang menyeberang, barulah setelah orang-orang mulai berpencar di seberang, melihat Denis terlihat segar seperti sedia kala tidak pucat saat terakhir kali mereka bertemu.

Faye tertawa kecil melihat Denis melirik ke dalam kafe kebingungan mencarinya. Ia langsung menunduk melihat Denis melirik ke direksinya berada bahkan agar tetap tidak diketahui diambilnya ponselnya, mengecek akun sosial medianya.

"Kau tidak pandai bersembunyi, sayang~" suara Denis yang menggoda terdengar begitu dekat dengan Faye.

Faye berhenti memainkan ponselnya dan benar Denis berada di depannya lengkap dengan senyuman hangatnya, "Kau yang hebat bisa menemukan aku."

"Menemukanmu itu mudah," kata Denis, "mana mungkin aku lupa akan lekuk tubuh indah mu, sayang~"

Faye terbatuk mendengarnya, syok.

Denis menemukan Faye dari lekuk tubuhnya!?

Faye mengakui memang memakai baju yang ketat hari ini, jas yang biasa dipakai sudah dimasukan ke dalam tas agar tidak tampak seperti pegawai kantoran apalagi tadi makan di kafe saingannya perlu menyamar agar tak disalahgunakan keberadaannya.

Denis tertawa, "Kau mau ke apartemenku?"

Faye langsung memasang pertahanan bintang lima, "Tunggu! Aku memintamu ke sini bukan untuk bersenang-senang."

Denis menyeringai samar akan ucapan Faye yang memberinya ide, "Ke apartemen buat mengemasi barang-barang ku, sayang~" katanya menggoda, "kau berpikir terlalu jauh akan ucapan ku, walaupun aku tidak masalah sih." Ia mengakhiri dengan kedipan mata jahil.

Faye memutar bola matanya.

Positif, Denis sudah kembali seperti sedia kala, dan Faye sendiri senang akan nya.

"Jadi bagaimana? Mau tidak?" Denis bertanya lagi.

Faye mengangguk, tentu saja bersedia membantu mengemasi barang-barang sekaligus memperhatikan apakah Denis membawa barang aneh ke rumahnya.

Apalagi alat pengaman seks. Takkan.

***

Faye melirik gedung tua depannya, Denis bilang ini tempat tinggal sejak pindah ke Amerika. Ia mengira apartemen bakalan bagus mengingat kerja Denis sebagai Sugar Baby ternyata salah besar, lebih sederhana seperti sosok Denis sendiri.

Faye mengikuti Denis dari belakang sambil memegang jaket merah yang dikenakan pria itu takut-takut ada orang yang jahil.

Denis tertawa, "Jangan cemas. Tempat ini sedikit tua, tapi orangnya di sini baik-baik loh Fay, kami suka mengadakan pesta barbeque bersama di atap bahkan membagi makanan."

Faye tersanjung mendengarnya, bisa dipegang ucapan Denis sebab setiap kali lewat ada saja orang yang menyapa Denis hangat sesekali menawarkan makanan dicoba karena Denis anggap Chef tak resmi oleh mereka.

Denis menerimanya, hanya mencicipi saja mencoba rasanya yang Faye juga ikutan karena diperkenalkan oleh Denis sebagai istrinya. Ia memberikan kritikan, pujian dengan hati-hati agar tidak menyakiti yang Faye akui patut diacungi jempol, Denis sangat menghargai setiap masakan.

Denis berhenti di depan pintu, dan menatap Faye malu-malu, "Aku ingin memperingatkan kalau apartemenku takkan serapih yang kau kira, Fay."

Faye menggeleng. Sudah biasa, terkadang kamarnya suka berantakan karena pekerjaan menyita banyak waktu hingga tak sempat membereskan.

"Aku harap dia pergi," gumam Denis yang kedengaran Faye.

"Siapa yang pergi?" kata Faye penasaran.

Denis membuka pintunya, mempersilakan Faye masuk terlebih dahulu, "Di sini aku tidak sendirian, aku tinggal bersama teman kuliahku," jelasnya sambil menutup pintunya, melirikkan mata ke mencari sosok temannya, "aku rasa dia sudah pergi."

"Biar aku tebak, dia Sugar Baby juga?"

Denis mengangguk, "Dia bilang mau bertemu dengan Sugar Mama-nya malam ini, bilang takkan pulang sampai besok, tahu maksudnya, 'kan~?" Ia mengedipkan matanya menggoda.

Faye bertopang dagu berpikir.

Maksudnya tidak banyak mendapat pertanyaan dari teman Denis?

Faye mengangguk, dan melihat sekeliling ruangan dan heran ini jauh lebih rapih dari bayangannya, "Kita bisa membereskan ini," katanya, "kau sudah mengemas tampaknya," lanjutnya melihat ada beberapa kotak dus cokelat menumpuk di samping pintu masuk.

Denis mengangguk, "Maaf, aku belum bisa membenahi banyak, ada yang aku pikirkan tadi."

Faye langsung teringat akan kejadian tadi siang, merasa iba disentuh lembut pipi Denis, "Sudah baikan?"

Denis mengangguk, "Semuanya punyaku."

Faye duduk lantai mulai membereskan barang milik Denis, namun belum sempat meletakkan buku ke dalam kardus, Denis memeluk dari belakang, "Hey."

Jika tujuan Denis awalnya hanya untuk ini, Faye takkan mau.

"Maaf iya, aku tadi pergi begitu saja, sayang," bisik Denis di telinga Faye.

Faye penasaran kenapa Denis tiba-tiba berubah drastis begitu. Ia memilih diam agar Denis melanjutkan penjelasan.

"Terkadang disela-sela kebahagiaanku, masa lalu suka melintas menggangguku."

"Masa lalu?"

Denis mengangguk di bahu Faye, "Kau tahu meskipun kita sudah maju ke depan, ada saja halangan, itulah yang aku rasakan tadi."

Faye tidak mengerti mengenai halangan yang dibicarakan hanya mengangguk sekali, "Jadi? Bisa lepaskan aku?"

Nada suara Denis mulai terdengar jahil, "Bagaimana kalau aku tidak mau sayang~?" tanyanya bahkan memberikan kecupan singkat di leher jenjang Faye yang menggoda.

"Aku pastikan kau tidur di luar," Faye mengancam tajam.

"Eh, jahat~"

"Kau sendiri modus," sindir Faye balik.

"Kita sudah resmi suami-istri jadi wajar aku minta, 'kan?" Denis bertanya santai.

"Kontrak." Faye menambahkan tajam.

Denis menyerah dan melepaskan pelukannya dari tubuh Faye, "Aku lebih suka jadi Sugar Baby-mu, sayang. Kau lebih mengasyikan~"

Faye memutar bola matanya, "Bereskan ini."

"Aye-aye, Kapten Faye!"

***

Mereka mulai membereskan barang-barang, Faye meminta mengemasi barang yang kecil dan ringan sementara Denis mengurus yang besar dan berat.

Dari sini juga Faye mengetahui bahwa Denis suka bola dilihat dari bingkai berisi foto-foto bersama teman mengenakan seragam sepak bola, "Kau ikut klub bola?"

Denis menghampiri Faye yang sedang memegang bingkai fotonya, "Iya, aku suka bola, di negaraku paling populer itu bola."

Faye memandang fotonya lagi dan melihat ada bendera kecil di kaos bagian dada kiri berlambang merah-putih dan berpikir negara mana yang memiliki ciri-ciri merah-putih, "Kau dari Manako?"

"Apa? Bukan! Aku dari Indonesia, sayang~" Denis terdengar sedikit kesal, tapi karena yang salah Faye, nadanya lebih halus.

"Hm ... Indonesia?" Faye berpikir keras, apakah pernah ke sana atau setidaknya pernah mendengarnya.

Nihil.

"Bali." Denis menambahkan.

Ucapan Denis sukses membuat Faye ingat, "Bali termasuk Indonesia? Aku baru tahu, maaf iya."

"Tidak apa, kau bukan orang pertama yang aku temui tidak mengenali Indonesia," kata Denis.

Faye merasa sedikit baikan akan ucapan Denis.

Padahal tadi pagi mereka mendaftar pernikahan, namun Faye sama sekali tidak tertarik menghafal identitas Denis jadi pertanyaan begini membuatnya menyesal tidak menghapal nya.

Denis kembali mengemasi barangnya.

Faye yang sudah merasa malu juga lanjut mengerjakan tugasnya, "Oh." Ia melihat sebuah buku kelulusan sekolah yang bagus untuk bisa mengenal Denis lebih dalam lagi, tapi bukankah tidak sopan membuka tanpa ijin dari pemilik? Ia melirik ke Denis yang kini memasukan baju-bajunya ke dalam kardus!?

Seharusnya tadi Faye membawa koper, Denis tiba-tiba mengajak membereskan barangnya jadi tidak sempat mempersiapkan.

Faye melirik lagi buku kelulusan sekolah tersebut, kembali tergiur ingin melihat, dan menggelengkan kepala untuk menyingkirkan godaan dosa nikmat ini.

Harus menunggu Denis menyelesaikan memasukan baju di kopernya.

Tapi ....

Faye melirik lagi.

Sebentar saja, tak apa.

Faye mengambil buku itu dari lantai dan pergi ke ruang tamu lalu membuka lembaran demi lembaran, "Eh!?" Ternyata isinya berisi foto-foto sewaktu masih sekolah dikiranya soal data pribadi seperti di Amerika ternyata bukan.

Budaya mereka berbeda rupanya.

Faye membalikan lembaran bukunya, semuanya berisi foto, kebanyakan Denis bersama teman lelaki, hanya ada dua gadis di foto tersebut, sepertinya teman juga melihat tidak ada keintiman di antara Denis dan kedua gadis itu. Wajah Denis tak terlalu berbeda dari sekarang mungkin ini yang dinamakan baby face, hanya beberapa foto menampilkan model rambut Denis yang menurutnya lucu seperti potongan gunting yang terkesan berantakan setengah seakan dilakukan secara terpaksa.

Ketagihan, Faye membalikan lagi dan terkejut melihat foto Denis bersama seorang gadis begitu mesra, memeluk dari belakang sambil mengangkat gadis tersebut, pemandangan fotonya juga bagus panorama matahari yang tengah terbenam di pantai.

Ini pasti kekasih Denis. Selera Denis sejak dulu cukup tinggi rupanya, gadis di foto ini cantik sekali.

Halaman tengah dipenuhi dengan foto mereka berdua, dari duduk berdua bersama, saling menatap penuh cinta satu sama lain di kafe, dan saling mencoret wajah mereka dengan spidol main-main. Foto yang sungguh manis, Faye akui.

"Apa yang kau lakukan, Fay?" suara Denis mengagetkan Faye, bukan cuma itu juga mengambil buku sekolahnya tanpa sempat Faye mengelak.

"Aku tidak sengaja menemukannya," kata Faye gugup.

"Kau tidak bisa membuka milik orang sembarangan," Denis menasihati, wajahnya sungguh jengkel sekarang ini.

"Kita sudah menikah, bukankah wajar aku mengetahui temanmu?" tanya Faye syok dilarang melihat teman sekolah Denis yang sekarang belum tentu berada di Amerika.

Apa yang salah dari melihat foto teman suami sendiri?

"Kontrak," Denis berkata dingin.

Faye tertunduk dalam akan ucapan Denis yang mengulangi ucapannya tadi dan entah kenapa itu jauh lebih sakit dari dugaannya,

"Maafkan aku. Aku takkan melakukannya."

Denis mengembuskan napasnya tidak kuat melihat kesedihan di wajah Faye jadi ikutan bersalah juga, "Sini." Ia menarik tangan Faye lembut membawa ke dalam pelukan hangatnya, "maafkan aku juga sayang, aku hanya tak ingin kau melihatnya."

"Tapi kenapa? Kau normal-normal saja di foto, tidak ada yang aneh," kata Faye.

Denis tertawa yang terkesan dipaksakan, "Aku normal? Iya, kau bisa menilai begitu juga," katanya, "jangan dibuka lagi, iya?"

"Hm ...." Faye masih penasaran, menjawab acuh tak acuh.

Siapa yang tidak? Foto Denis bersama gadis itu hanya disimpan di bagian tengah jelas menimbulkan penasaran bagaimana dengan bagian belakang, apakah ada gambar mereka tidak, jika tidak berarti gadis itu spesial sebab bagian tengah menurutnya seperti bagian hati.

"Kau mendengarkan ucapanku, sayang~?" Denis melonggarkan pelukannya agar bisa menatap mata Faye.

Faye mengangguk, "Baiklah, kita lanjut berbenah."

Denis hanya tersenyum penuh arti tanpa melepaskan pelukan, tangannya yang berada di punggung Faye membelai lembut ke atas dan ke bawah memberitahu maksudnya.

Faye mengembuskan napas lelah akan sikap Denis yang selalu mengambil kesempatan di dalam kesempitan, "Jangan mulai."

Kali ini Denis tidak bergeming justru mempererat pelukannya, "Kenapa aku harus menurut kalau sebelumnya aku bisa membuatmu tidur nyenyak seperti kemarin?"

Faye menelan air liurnya akan nyatanya ucapan Denis, "Jangan mengetesku, Denis Annora." Ia memperingatkan sekali lagi.

Denis tertawa kecil, akhirnya melepaskan pelukannya, "Bergurau sayang~ wajahmu imut sekali ketika memerah apalagi karena aku~"

"Kau suka mempermalukan aku? Kau aneh sekali Denis," kata Faye sambil mengambil langkah mundur berjaga-jaga agar tidak bisa menyerangnya lagi.

"Membuat hatimu berdebar tepatnya sayang~" kata Denis dengan kedipan matanya.

"God." Kuatkan hati Faye bertahan satu atap dengan pria menggoda satu ini. Tunggu! Barusan ia menilai Denis lelaki menggoda? "Tidak! Mustahil!"

Denis terkejut akan teriakan Faye yang terkesan tiba-tiba, "Mustahil apa, Fay?" tanyanya cemas.

Faye menggelengkan kepala kuat-kuat bila tahu kenapa, Denis bakalan mendekapnya lagi bahkan melakukan hal lebih.

"Oh iya, apakah kau lapar, sayang~? Aku buatkan makan mau~?" Denis menawarkan dengan nada penuh menggoda.

Sejujurnya Faye baru makan tadi di kafe, apakah Denis lupa? Ia benar kenyang, tapi penasaran dengan masakan Denis, "Berikan aku kejutan, Chef Denis."

Denis mengangguk, "Kau istirahat saja, aku akan bawakan padamu."

Faye menolaknya, "Aku ingin melihatmu memasak."

Denis tampak gugup menggaruk belakang lehernya, "Entahlah Fay, aku tidak nyaman orang memandangku ketika aku sedang melakukan sesuatu apalagi itu kau, tahu sendiri sewaktu main boling, bagaimana buruknya aku bermain."

Faye mengingatnya jernih sekali dan tertawa tanpa sadar, "Kau belum mahir wajar tidak ahli bukan berarti kau buruk."

Entah kenapa Faye melihat kedua pipi Denis merona merah samar-samar, "Maaf sayang, tetapi aku tidak bisa mengubahnya, kau tidak mau makan masakanku gagal, 'kan?"

Memandang Denis memasak menghasilkan masakan gagal ataukah tidak menonton, tapi menghasilkan masakan yang enak?

Dua-duanya pilihan sulit bagi Faye.

Kenapa Faye selalu diberikan pilihan sulit?

"Ugh, baiklah aku tidak akan memandangmu, tapi kalau tidak enak kau harus mengulangnya dengan aku memandangmu memasak," kata Faye jengkel.

Denis mengangguk, "Kau takkan kecewa, tanganku sudah ahli, sayang~"

Faye menghela napas kecewa, menunggu sesuatu yang membosankan, di sini hanya ada televisi.

Denis melihat Faye dengan intens seakan mencoba membaca pikiran, berjalan mendekat. Faye tidak menghindar merasa bukan ancaman mengira mau menghibur atau mengajak jadi memasang wajah memelas mungkin, tapi bukan hiburan atau ajakan melainkan sebuah kecupan singkat mendarat di keningnya.

Huh—?

Faye membeku syok sementara Denis nyengir kabur ke dapur.

Eh?

"Denis!"

Ketika Faye memasang wajah memelas bukan berarti minta dicium!


CREATORS' THOUGHTS
Nona_ge Nona_ge

*Baby face itu orang yang bisa dibilang wajahnya ga berubah, ga sesuai sama umurnya yang udah dewasa tapi mukanya tetep sama alias imut

Dukungan seperti komentar, batu daya sungguh berarti buat kemajuan novel saya ♥️

Terima kasih banyak ♥️♥️♥️

Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Rank -- Power Ranking
    Stone -- Power stone

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C7
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank NO.-- Power Ranking
    Stone -- Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login