Download App
11.47% Penjara Cinta Sang Presdir / Chapter 45: Panik

Chapter 45: Panik

Haruna masih larut dalam lamunannya. Ia tidak sadar kalau mobil sudah berhenti di depan gerbang rumah sejak lima menit yang lalu. Sebuah sentuhan lembut di pipinya membuat Haruna terperanjat.

"Ehm, maaf. Kamu melamun terus. Ada apa sebenarnya?" tanya Christian.

"Tidak ada apa-apa. Sudah sampai. Mau masuk ke dalam?" Haruna menawarkan Christian untuk mampir.

"Boleh. Aku bawakan bonekanya," jawab Christian.

Haruna memberikan bonekanya untuk dibawakan oleh Christian. Ia membuka pintu gerbang dan membiarkan Haruna masuk ke dalam lebih dulu. Setelah menutup kembali gerbangnya, Christian menyusul haruna sambil menggendong boneka.

Ting! Tong! Ting! Tong!

Haruna menekan bel rumah. Terdengar suara sahutan dari dalam. Suara sang mama, suara yang sangat ia rindukan. Pintu belum terbuka, tetapi air matanya sudah siap tertumpah. Pandangan matanya menjadi buram karena air mata yang menggenang.

Ceklek!

"Ma!"

"Haruna!" pekik Anggi. Mereka berpelukan dan menangis. Bagai berpisah lama sekali. Padahal baru berapa hari yang lalu mereka bertemu.

"Haruna kangen sama Mama," ucap Haruna di sela isak tangisnya.

"Mama juga kangen. Jangan nangis! Nanti Kiara sedih lihat kamu nangis. Mama baru saja membawa Kiara ke belakang rumah. Sejak semalam, dia terus menyebut nama kamu. Tidak disangka sekarang kamu datang. Ayo masuk!" Anggi menarik tangan Haruna dan Christian.

"Terima kasih, Bu." Christian tersenyum ramah.

Anggi terlihat sangat menyukai Christian. Senyuman tulus Christian memancarkan kehangatan. Anggi yakin kalau Haruna bisa bahagia jika menikah dengan Christian. Namun, ia ingat kalau Christian adalah kakaknya Tristan. Artinya mereka tetap dari keluarga yang berbeda derajatnya dengan Haruna. Apalagi, Haruna mungkin akan tetap bertemu Tristan jika sampai Haruna menjadi kakak iparnya.

"Chris, boneka itu … bolehkah aku memberikannya pada Kiara?" tanya Haruna dengan ragu-ragu.

"Ini milikmu sekarang. Jadi, mau kamu apakan saja juga boleh, asal jangan dibuang," kelakar Christian.

"Haha, tidak akan. Tenang saja!"

"Kiara ada di belakang, kalian kesana saja lebih dulu. Mama buatkan kalian minuman dulu sebentar," ucap Anggi. Ia pergi ke dapur, sedangkan Christian dan Haruna pergi ke taman belakang.

Di taman belakang. Kiara sedang duduk di bawah pohon jambu sambil menyisir rambut boneka barbie kesayangannya. Haruna dan Christian ingin memberi kejutan untuk Kiara. Christian melangkah mendekati Kiara sambil menggandeng Haruna yang wajahnya dihalangi oleh boneka beruang.

"Kiara!" panggil Christian.

"Om Ganteng!" Kiara sumringah melihat Christian datang. Pandangannya tertuju pada orang yang terhalang boneka beruang coklat besar.

"Tebak, Om bawa siapa!" ucap Christian sambil berjongkok di depan Kiara.

"Pacar, Om," celetuk Kiara.

Di balik boneka beruang, Haruna tersenyum geli. Christian juga tersenyum mendengar tebakkan Kiara. Ia bangun dan berdiri kembali di samping Haruna. Ia mengambil boneka beruang di tangan Haruna.

"Tadaa!" ucap Christian. Ia berpura-pura seperti seorang pesulap.

"Mama!" Kiara segera menghampiri Haruna.

Haruna berjongkok sambil merentangkan kedua tangannya. Gadis kecil itu langsung memeluk Haruna dan menangis. Haruna ikut terisak sedih. Gadis kecil itu sudah menjadi bagian dalam hidup Haruna. Sama seperti Vivi dan kedua orang tua angkatnya. Mereka bertiga sudah menjadi penghuni tetap di dalam hati Haruna. 

Ia bangun dan menggendong Kiara lalu duduk sambil memangku Kiara di atas kedua pahanya. Christian duduk di samping Haruna dan mengusap punggung Kiara yang masih sesenggukan dalam pelukan Haruna.

Dari tengah pintu, Anggi berkaca-kaca melihat mereka bertiga. Pemandangan mengharukan itu membuat Anggi merasa bahagia sekaligus sedih. Pemandangan seperti keluarga kecil bahagia itu, mungkin tidak akan pernah terwujud selamanya. Meskipun Christian berbeda dengan Tristan, tetapi mereka berasal dari satu keluarga. Anggi tidak akan mengizinkan mereka bersama. Ia tidak mau Haruna terluka. Ia mengusap sisa air matanya dan melangkah menghampiri mereka bertiga. 

"Udah dong, Sayang. Jangan nangis!" Haruna mengusap air mata di pipi Kiara.

"Mama jangan pergi lagi! Kia mau tinggal sama Mama," ucap Kiara sambil menatap wajah Haruna. Bahunya turun naik seiring isakan tangisnya.

"Kia, Mama pasti akan tinggal lagi dengan kita. Tapi, Mama harus bekerja dulu, oke!" hibur Anggi. "Sekarang, Kia gak boleh nangis. Biar Mama gak sedih," sambungnya sambil mengelus puncak kepala Kiara.

"Iya, Kia, nggak nangis lagi," jawab Kiara.

"Oh, iya, Mama sampai lupa." Haruna menunjuk boneka yang dipeluk oleh Christian. "Itu, buat Kiara!" 

"Ini!" Christian menyodorkan boneka itu pada Kiara.

"Asyik! Terima kasih, Ma, Om. Bonekanya lucu sekali," ucap Kiara. Ia turun dari pangkuan Haruna. Kiara berdiri dan memeluk boneka dari Christian. "Wah! Tingginya sama." Kiara memeluk boneka itu. Tangisnya sudah hilang, berganti dengan tawa.

"Nak Christ, sebentar lagi sudah jam makan siang, makanlah di sini!" ajak Anggi.

"Terima kasih, Bu," ucap Christian.

Kiara berlari membawa bonekanya ke dalam rumah. Anggi menyusul Kiara. Meninggalkan Christian dan Haruna di taman belakang.    

"Aku rasa … Kiara menyukaiku. Mungkin saja, dia juga bisa menerimaku untuk menjadi ayahnya," ucap Christian seakan memberi isyarat pada Haruna.

"Maaf, Christ. Sebaiknya, kamu lupakan perasaanmu padaku. Aku lebih nyaman jika kita tetap seperti sekarang. Tetaplah menjadi sahabatku, menjadi temanku, Christ. Jangan mengharap, uhm ...." Ucapan Haruna terhenti karena Christian membungkam mulut Haruna dengan kecupan lembut. Haruna tidak menolak, tidak juga membalas. Ia hanya terdiam kaku. Akan sangat memalukan bagi Christian jika Haruna menolak. Ia hanya bisa mengepalkan kedua tangan di samping tubuhnya.

Setelah beberapa detik berlalu, Christian menjauhkan wajahnya. Ia menatap kedua manik mata bening Haruna. Ia merapikan anak rambut Haruna ke belakang telinga.

"Haruna, aku akan tetap menunggu sampai kamu bersedia menerima perasaanku. Untuk saat ini, aku terima keputusan kamu untuk berteman. Aku akan tetap mencintai kamu dan aku akan setia menunggu hati kamu terbuka untukku," ucap Christian dengan penuh perasaan. Ia menarik Haruna ke dalam pelukannya.

"Chris! Aku …."

"Ssstt! Jangan katakan apapun lagi! Kamu hanya cukup mencoba membuka hatimu untukku," jawab Christian.

"Tapi itu hal yang tidak mungkin,Chris. Aku tidak bisa menerima ketulusan cintamu yang begitu besar. Aku ingin terbebas dari keluarga Izham. Ada tidaknya masalah Tristan, aku tetap tidak bisa menerima perasaanmu. Maaf, Chris," batin Haruna. Rasa bersalah merasuki hatinya. Ia menenggelamkan wajahnya di dada bidang Christian. 

***

Di kantornya, Tristan berulang kali melirik jam dinding. Ia sedang menunggu jam makan siang. Tristan ingin makan siang bersama Haruna. Ia belum tahu kalau Haruna sudah diusir oleh ibunya.

Tok! Tok! Tok!

"Masuk!"

"Tuan muda, saya ada berita soal Nona Haruna," ucap Levi.

"Ada apa dengan Haruna?" Wajah Tristan menjadi tegang. Kedua alisnya bertaut menunggu ucapan Levi selanjutnya.

"Nyonya datang ke rumah dan mengusir Nona Haruna dari rumah," papar Levi.

Brakk!

"Apa?!" Tristan bangun dan menggebrak meja. Tanpa menunggu kelanjutan cerita Levi, Tristan segera berlari keluar dari ruangannya. Ia pergi ke parkiran lalu masuk ke dalam mobil. Tujuannya, tentu saja mencari Haruna.             


Chapter 46: Rasa yang mulai berubah

Tristan tiba di depan rumah Haruna. Ia tahu, hanya rumah Kamal yang akan dituju Haruna. Tapi, Tristan tertegun saat melihat mobil kakaknya juga ada di depan gerbang rumah Haruna.

"Kenapa Kakak masih saja mendekati Haruna," gumam Tristan dengan kesal. Ia menunggu Haruna keluar dari rumah. Duduk menunggu dengan sabar di dalam mobil. Tidak lama kemudian, ia melihat Haruna keluar mengantar Christian.

"Terima kasih untuk makan siangnya," ucap Christian.

"Seharusnya aku yang berterima kasih karena kamu sudah mengantarku. Terima kasih, Chris," balas Haruna.

"Aku pasti akan membantu jika kamu dalam kesulitan. Telepon aku kalau kamu butuh bantuan, oke!" 

"Oke. Selamat bekerja kembali. Hati-hati di jalan," ucap Haruna.

Di tempatnya, Tristan mencengkeram kemudi dengan kuat. Setelah mobil Christian pergi, Tristan menginjak gas dan berhenti di depan Haruna. Baru saja akan berbalik masuk, tetapi ia berhenti melangkah.

Tristan keluar dari mobil dan menarik Haruna ke dalam mobil. Ia menginjak gas dalam-dalam. Mobil melaju kencang meninggalkan rumah Kamal.

"Tristan, pelan-pelan!" teriak Haruna ketakutan.

Tristan tetap melaju dengan kecepatan tinggi. Ia sangat cemburu melihat Haruna tersenyum pada kakaknya. Ia tidak menggubris teriakan Haruna. 

"Tristan! Berhenti atau aku akan melompat!" ancam Haruna.

Cekiitt!

Suara decitan rem yang diinjak dalam itu memekakan telinga. Tubuh Haruna terpental ke depan. Kepalanya membentur tepian dashboard.

"Aww!" pekik Haruna.

"Kamu baik-baik saja?" Tristan melihat wajah Haruna. Dahinya sedikit berwarna merah akibat benturan.

"Tidak usah pura-pura khawatir! Kamu memang selalu ingin menyiksaku, kan?" Haruna menepis tangan Tristan dengan kasar.

"Tidak, aku tidak bermaksud untuk sengaja melakukannya. Aku marah karena kamu melanggar janji. Kamu juga berani pergi dengan kakakku. Kamu tahu kalau aku cemburu," ucap Tristan panjang lebar.

"Pertama, aku pergi karena diusir ibumu. Kedua, aku tidak membawa uang dan kebetulan bertemu kakakmu. Dia mengantarkan aku pulang. Apa kamu lebih suka kalau aku berkeliaran di jalan dan diganggu orang jahat? Dasar brengsek!" maki Haruna.

Tristan tertegun, menghela napas panjang dan mengembuskannya dengan kuat. Ia terbawa emosi karena cemburu.

"Aku minta maaf. Aku salah, tolong maafkan aku," ucapnya lembut.

Haruna memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia tahu, Tristan tidak akan membiarkannya kembali ke rumah Kamal. Haruna hanya ingin bertemu dengan keluarganya sebentar saja.

"Apakah ibuku melukaimu?"

"Tidak. Hanya mengusirku dari rumahmu," jawab Haruna pelan.

"Kau tidak marah, kan, Sayang?"

"Menurutmu," jawab Haruna ketus.

"Hei, aku tahu kamu marah. Baiklah, aku akan mengabulkan semua keinginanmu untuk menebus kesalahanku," bujuk Tristan.

Wajah Haruna seketika berbinar. Ia berhasil dengan trik merajuknya. Ada sesuatu yang Haruna pikirkan, tetapi dia ragu untuk mengatakannya.

"Janji, ya?"

"Aku janji," jawab Tristan tanpa ragu.

"Pegang janjimu! Aku … mau tinggal di rumah Mama, sehari saja. Boleh, kan? Kamu udah janji," ucap Haruna. Hatinya berdebar menanti jawaban Tristan. Jangan-jangan hal itu membuat Tristan marah lagi, pikir Haruna. Namun, Tristan mengusap rambut Haruna dengan lembut.

"Hanya hari ini. Besok pagi, kamu mulai bekerja di kantorku. Aku akan menjemputmu, oke!"

"Oke. Terima kasih," ucapnya sambil tersenyum.

"Tidak ada hadiah untukku?"

Cupp!

Haruna mengecup pipi Tristan. Sebenarnya Tristan kecewa karena Haruna hanya mengecup pipinya. Tapi, Tristan tidak mau membuat Haruna marah lagi.

"Temani aku makan siang dulu, nanti aku antar kembali ke rumah," ucapnya.

"Boleh. Ayo kita makan siang!" seru Haruna.

Tristan tersenyum melihat Haruna sudah tidak lagi marah. Nyatanya, di dalam hati Haruna, ia masih ingin lari dari Tristan. Haruna akan bekerja sementara menunggu uang depositonya di bank bisa diambil. Satu bulan lagi uang depositonya sudah bisa diambil. Saat itu, ia akan membawa semua keluarganya pergi.

"Aku tidak mau terjerat dalam keluarga Izham. Sampai kapan aku harus berpura-pura bersikap manis padanya. Aku seperti wanita murahan saja saat harus merayunya," batin Haruna.

***

Stevi duduk di cafe bersama Seruni. Mereka bersantai sambil menikmati secangkir teh. Stevi tersenyum karena masih memiliki pendukung tentang hubungannya dengan Tristan.

"Ada apa, Tan? Tante terlihat sangat frustasi," ucapnya.

"Hah, iya. Tante sangat kesal dengan wanita bernama Haruna. Dia tinggal di rumah Tristan seperti Nyonya rumah, bagaimana Tante tidak kesal," keluh Seruni.

"Tante Runi sabar, ya. Stevi juga sangat tidak suka dengannya, tapi Stevi tidak bisa apa-apa. Tristan sangat membela wanita itu. Kemarin Stevi diusir sama Tristan gara-gara wanita itu," ucap Stevi mencari simpati.

"Oh, Sayang, kasihan sekali kamu. Tante janji, kalian akan secepatnya bertunangan. Kamu sabar, ya!" hibur Seruni.

Seruni menyesap tehnya. Stevi mengulas senyum sinis. Sejak dulu, Seruni memang selalu mendukung Tristan dengan Stevi. Seruni tidak tahu kalau sifat Stevi sebenarnya sangat murahan. Ia sudah tidur dengan banyak pria selama kuliah di luar negeri.

Kisah putusnya Tristan dengan Stevi pun hanya Christian yang tahu. Tapi, Christian pun tidak tahu alasan kenapa mereka putus. Christian hanya tahu kalau Tristan sangat kacau saat itu. Ia menjadi suka mabuk-mabukan dan juga membuat keonaran. Christian sampai bosan bolak-balik kantor polisi karena ulah Tristan.

Baru setahun yang lalu Tristan mulai menata hidupnya. Ia mulai bekerja di kantor ayahnya. Tapi, setiap malam, ia selalu bergonta-ganti wanita. Ia selalu tidur dengan wanita ia sewa dari sebuah klub malam.   

  

***

Tristan mengantar Haruna kembali ke rumah Kamal setelah makan siang. Ia membuka pintu untuk Haruna. Sebelum pergi, Tristan mengecup kening Haruna.

Dari balik tirai, Anggi mengintip mereka. Tangannya mengepal kuat. Kebencian Anggi pada Tristan begitu besar. Tristan sudah melenyapkan kedamaian keluarganya. 

Haruna tersenyum sambil melambaikan tangan. Setelah mobil Tristan menjauh, senyum palsu itu pun hilang. Haruna mulai bimbang dengan perasaannya. Ia tidak bisa pungkiri kalau ia mulai merasa nyaman dengan perlakuan Tristan padanya akhir-akhir ini. Ia masuk ke dalam rumah.

"Haruna!" panggil Anggi.

"Ya, Ma. Ada apa?" Haruna menghampiri Anggi yang duduk di sofa ruang tamu.

"Mama lihat, kamu mulai lupa dengan tujuan awal. Kamu ingat, bukan? Kamu janji kalau kamu berpacaran dengannya karena ingin terlepas darinya," ucap Anggi mengingatkan.

"Tidak, Ma. Haruna tidak lupa."

"Lalu, kenapa kamu diam saja saat dia mengecup keningmu seperti tadi?" tanya Anggi dengan tatapan tajam.

"Haruna harus membuat Tristan percaya kalau Haruna menerima perasaannya. Mama tidak perlu khawatir, Haruna akan meninggalkan dia sesuai rencana," jawab Haruna. Ia segera pergi ke kamarnya setelah menjawab pertanyaan Anggi.

Ia merenung di dekat jendela kamar. Tujuan utamanya ingin membuat Tristan menderita. Dengan membuat Tristan jatuh cinta padanya dan meninggalkannya kemudian hari.

"Kenapa perasaanku berubah? Aku merasa tidak terlalu membencinya akhir-akhir ini. Apakah karena dia bersikap baik padaku beberapa hari ini? Tidak! Aku harus fokus pada tujuan awalku," gumam Haruna sambil menatap gerbang dari balik jendela kamar.


Load failed, please RETRY

Gifts

Gift -- Gift received

    Weekly Power Status

    Batch unlock chapters

    Table of Contents

    Display Options

    Background

    Font

    Size

    Chapter comments

    Write a review Reading Status: C45
    Fail to post. Please try again
    • Writing Quality
    • Stability of Updates
    • Story Development
    • Character Design
    • World Background

    The total score 0.0

    Review posted successfully! Read more reviews
    Vote with Power Stone
    Rank 200+ Power Ranking
    Stone 0 Power Stone
    Report inappropriate content
    error Tip

    Report abuse

    Paragraph comments

    Login

    tip Paragraph comment

    Paragraph comment feature is now on the Web! Move mouse over any paragraph and click the icon to add your comment.

    Also, you can always turn it off/on in Settings.

    GOT IT