Download App
95.65% HIS VIRGIN LEECH / Chapter 22: Chapter 22 *warning mature content*

Chapter 22: Chapter 22 *warning mature content*

Sebastian bergabung denganku di atas ranjang lalu menciumku dengan dalam sementara kedua tanganya menangkup wajahku. Setelah puas, bibirnya turun menyusuri rahang hingga ke leherku.

Sapuan bibirnya yang intens membuat bulu halus di tubuhku meremang. Dengan nafas tertahan aku menatap kepalanya yang kini berada di dadaku.

Sebastian menjilat salah satu ujung putingku yang sudah mengeras sebelum menariknya ke dalam mulutnya. Salah satu tangannya menarik putingku yang satunya lagi dengan lembut.

Hangat dan basah, lidahnya menarik dan memainkan ujung putingku hingga semakin mengeras. Perutku menegang saat ombak kenikmatan menyapu seluruh tubuhku. Kuremas seprai di bawah tubuhku dengan kedua tanganku untuk menahan diri.

Tiba-tiba tangannya bergerak turun dan berhenti di puncak kemaluanku yang sudah basah. Jari-jarinya menggesek bagian sensitifku perlahan lalu menekannya dengan lembut sebelum kembali menggesek lagi. Ibu jarinya yang besar kini mengganti jari-jarinya untuk menggoda dan menekan puncak kemaluanku, sementara jari tengahnya mencoba untuk mendorong masuk ke dalam diriku.

Sebastian sudah melupakan putingku, pandangan penuh gairahnya tertuju pada wajah dan setiap ekspresiku saat ini untuk mengamatiku. Rambut hitamnya jatuh di keningnya saat Ia menunduk untuk menatapku.

Berada di bawah tatapan kedua mata abu-abu gelapnya sementara jari-jarinya memainkan bagian tubuhku yang paling sensitif membuatku mencapai orgasme dengan sangat cepat.

Suara desahan dan erangan yang tidak bisa kutahan keluar dari bibirku, pinggulku tersentak mendorong tangan dan jari-jarinya saat aku mencapai puncak kenikmatan.

Bagian dalam tubuhku meremas jarinya yang masih berada di dalam. Sebastian tersenyum puas saat melihatku terengah-engah. Ia menarik jari-jarinya lalu menjilatnya perlahan sementara kedua matanya masih tertuju padaku.

Masih dengan nafas memburu aku menunduk ke bawah untuk memandang ereksinya yang sudah menegang sejak tadi. Aku merasa sedikit bersalah karena aku selalu menerima darinya.

"Aku... Aku ingin mencoba—"

"Jangan," potongnya sebelum aku sempat menyelesaikan tawaranku. "Kau tidak perlu melakukannya, Ludmila."

Aku memang tidak punya pengalaman, tapi aku bisa belajar. Sedikit rasa kecewa pasti terlihat di wajahku saat ini karena Ia melanjutkan kalimatnya.

"Kedua taringmu masih baru, jadi..."

Oh.

Kami bertatapan selama beberapa saat sebelum aku mengangguk mengerti dengan senyuman kecil di wajahku.

Sebastian menarik sudut mulutnya ke atas lalu menarikku hingga aku duduk di depannya.

"Tapi kalau kau tetap ingin melakukannya... kau bisa menggunakan tanganmu."

"Ah, benar juga," gumamku sebelum memandang ke arah ereksinya lagi yang terlihat mengesankan. Sebenarnya aku sedikit penasaran juga... jadi anggap saja ini penelitian.

Ereksinya melonjak kecil saat aku menyentuhnya lalu sedikit cairan keluar dari ujungnya. Karena ini adalah pertama kalinya bagiku, jadi aku memegangnya dengan canggung.

"Seperti ini?" bisikku dengan agak bingung. Sudut mulutnya berkedut geli.

"Tidak. Seperti ini."

Salah satu tangannya membungkus tanganku bersama ereksinya sekaligus lalu mencengkeramnya agak kuat hingga aku terkejut sendiri. Aku tidak mengira cengekeramannya harus sekuat itu.

Tangan kami bergerak ke atas dan bawah sepanjang ereksinya, sesekali ibu jarinya mengusap puncak ereksinya yang mengeluarkan sedikit cairan.

J antungku berdebar keras di dalam dadaku. Harus kuakui melihat Sebastian bermasturbasi dengan tanganku membuat gairahku kembali lagi lebih intens dari sebelumnya. Ia terlihat sangat seksi.

Pandangannya tertuju pada tangan kami dengan nafas memburu. Lalu tiba-tiba Ia menarik tangan kami lalu mendorongku ke atas ranjang, wajahnya terbenam di pangkal leherku.

"Ada apa—"

Ucapanku terputus saat tangannya membuka kakiku sebelum menarik kedua lututku ke atas sedikit. Sebastian memposisikan tubuhnya di atasku lalu pinggulnya mendorong ereksinya hingga masuk ke dalam diriku dengan perlahan tapi juga sangat intens.

Bibirku terbuka saat merasakan kepala ereksinya menembus dan masuk sebagian. Entah kenapa hari ini Ia terasa lebih keras dan besar daripada sebelumnya. Kedua tanganku meremas bahunya yang keras dan berotot.

Sebastian menunduk, pandangannya fokus tertuju pada tempat kami bersatu. Tubuhku menegang karena gairah dan nafsu yang kurasakan saat ini, tapi hal itu tidak bisa menghentikan ereksinya yang terus berusaha menembusku.

Ia terus mendorong pinggulnya dengan perlahan dan konstan hingga akhirnya seluruh ereksinya berhasil masuk ke dalam diriku. Punggungnya sedikit bergetar bersamaan dengan nafasnya yang memburu di telingaku.

Sebastian memberiku waktu beberapa saat untuk menyesuaikan diriku dari invasi ereksinya yang besar. Ia menciumi wajahku sementara ereksinya berdenyut di dalam diriku.

Pinggulnya mulai bergerak perlahan, dan dari setiap gerakan yang dibuat olehnya memancing sensasi kenikmatan muncul yang dari dalam diriku. Seluruh tubuhku terasa panas, keringat membasahi tubuh kami. Sesekali dadanya menggesek putingku yang menegang, membuat aliran kenikmatan baru membasuh seluruh tubuhku.

Ia mengejutkanku ketika tiba-tiba berhenti dan menarik dirinya menjauh.

"Se—Sebastian, jangan—"

Sebastian mencium bibirku untuk meredam protesku. Ia mengangkat lalu membalikan tubuhku hingga aku tertelungkup di atas ranjangnya, kedua kakiku menjuntai ke lantai.

Masih kebingungan dan agak gemetar karena ledakan nafsuku barusan, aku merasakan kedua tangannya mengangkat pinggulku lalu Ia menyelipkan sebuah bantal di bawah pinggangku hingga posisi bokongku lebih tinggai dari kepalaku.

Jari-jarinya meraba bagian intimku yang basah, lalu beberapa detik kemudian ereksinya kembali memasuki diriku. Suara erangan terkejutku memenuhi kamar ini.

Pipiku menempel di seprai, sementara tubuhku yang tidak berdaya menerima invasinya yang terasa lebih tergesa-gesa dari sebelumnya. Kedua tangan Sebastian memegang pinggulku yang bergerak tidak terkontrol.

Dalam posisi ini Sebastian mendorong ereksinya lebih dalam dari sebelumnya, seluruh tubuhku terasa seperti tersengat listrik kecil. Dan Ia tidak berhenti hanya sekali. Seakan tahu dimana letak paling sensitif di dalam tubuhku, Ia terus mendorong dan menstimulasi tubuhku tanpa memberiku kesempatan untuk menarik nafas.

Orgasme keduaku terasa lebih intens dari sebelumnya hingga aku tidak sadar sudah memekik dan mendesah. Seluruh tubuhku menegang, dan bagian dalamku meremas ereksinya yang juga sedang berdenyut keras. Sapuan kenikmatan demi kenikmatan membuatku hampir gila. Beberapa tetes air mata keluar dari sudut mataku.

Dari belakangku aku mendengar suara geraman tertahan Sebastian lalu Ia membenamkan wajahnya di rambutku. Perutku terasa hangat saat Ia mencapai klimaksnya.

Masing terengah-engah, Sebastian mencium tengkukku lalu menggigitnya dengan lembut. Ereksinya masih berdenyut di dalamku.

Seluruh tubuhku terasa lemas, jadi aku hanya bisa terkulai di atas ranjang sementara Ia mencium leher dan pundakku.

"Whoa," gumamku sebelum memejamkan kedua mataku. "Yang barusan benar-benar..."

Aku sudah kehabisan kata-kataku.

Tawa kecilnya terdengar dari balik punggungku.

***

Aku tidak tahu berapa lama aku tertidur.

Sebastian memelukku dari belakang selama kami tidur. Tapi saat aku membuka mataku Ia sudah tidak ada di sebelahku.

Kurentangkan kedua tanganku untuk meregangkan tubuhku. Beberapa bagian tubuhku terasa agak nyeri setelah apa yang kami lakukan semalam.

Satu kali Sebastian membangunkanku tengah malam hanya untuk mengulanginya lagi. Aku tidak tahu darimana tenaganya muncul.

Tidak sepertinya, tubuhku benar-benar kelelahan jadi aku hanya tergeletak pasrah di atas ranjang dan menerima serangannya hingga Ia merasa puas. Tentu saja aku juga mendapat orgasmeku dua kali, aku tidak mengingat apa- apa lagi setelahnya karena aku langsung tertidur.

Kutiup beberapa helai rambut yang jatuh di atas wajahku. Jika dipikir-pikir lagi, semua ini terjadi karena aku masuk ke dalam kantor Magnusnya.

Aku tidak bisa menahan senyumku ketika mengulang ingatan saat kami bertemu pertama kalinya. Aku yakin aku tidak akan berada di ranjangnya saat ini jika aku menggunakan alasan aku salah masuk saat mencari toilet...

Senyumku memudar ketika memikirkan hubungan kami saat ini.

Aku sudah menjadi Leechnya, perjanjian kami sudah hampir selesai... lalu apa lagi?

Apa aku harus kembali ke kehidupanku lamaku sebagai Leech?

Hubungan kami memang sangat intens tapi itu karena hubungan ini masih baru. Suatu saat nanti salah satu dari kami akan merasa bosan, tapi sayangnya ikatan Leechku dengannya berlangsung seumur hidup.

"Mungkin seperti ini rasanya orang menikah?" gumamku sebelum tertawa sendiri. Pria seperti Sebastian Moran tidak akan pernah menikah karena Ia sudah memiliki segalanya.

Kuhela nafasku sebelum turun dari tempat tidur dan mengenakan pakaianku. Sebastian berdiri di depan jendela yang menghadap tamannya saat aku turun ke bawah. Sepertinya Ia sedang mengobrol dengan seseorang di telepon.

Ia berbalik dan tersenyum padaku sebelum menunjuk ke atas counter dapurnya. Segelas wine merah bercampur darah sudah tersaji untukku. Sebenarnya aku masih tidak ingin menyentuhnya, tapi aku tidak punya pilihan lain. Tidak mungkin aku bisa mengandalkan minum darah dari Sebastian terus menerus.

Kujepit hidungku dengan jariku lalu memaksa diriku menenggak cairan di dalam gelas tersebut.

Rasanya... tidak terlalu buruk, dan yang terpenting rasa haus dan panas di tenggorokanku memudar setelah aku meminumnya.

Sebastian mengangguk puas saat melihat gelasku yang sudah kosong. Ia meletakkan handphonenya di atas counter lalu mengisi gelas di depanku lagi.

"Ugh, aku baru saja menghabiskannya," protesku sambil mengerutkan hidungku.

"Tubuhmu masih belum pulih sepenuhnya, Ludmila." Sebastian mengisi gelas lainnya untuk dirinya sendiri. "Kau juga lebih cepat kehabisan tenaga semalam."

Ucapannya membuatku mendongak dengan kesal. Memangnya gara gara siapa aku kehabisan tenaga?! pikirku dengan jengkel.

Sebastian hanya tersenyum samar. "Minum," perintahnya sambil mengangkat gelasnya sendiri dan menghabiskannya.

Kuhabiskan isi gelasku sambil bergidik lalu meletakkannya kembali di atas counter.

"Aku sudah meminta Rochester untuk menerbitkan artikel investigasi tentang Bill Kovach secepatnya," katanya tiba-tiba.

"Apa kau baru saja bicara padanya?" tanyaku terkejut. Sebastiang mengangguk untuk membalasku.

"Kalau begitu aku tidak punya banyak waktu lagi..."

Entah kenapa hal itu membuatku agak merasa sedih. Artinya perjanjian kami hampir berakhir juga.

"Apa kau membutuhkan file atau sesuatu dari kantormu untuk mengerjakannya?" tanyanya padaku.

"Kurasa aku butuh flashdisk dan laptopku yang berada di kantor."

Sebastian kembali mengangguk. "Kalau begitu aku akan mengantarmu mengambilnya."

"Oh... Tidak. Tidak perlu, Mr. Moran. Aku bisa mengambilnya sendiri—"

"Apa katamu?" potongnya dengan agak ketus.

"Apa?" balasku dengan sedikit kebingungan.

"Kau memanggilku apa?" Ia berjalan mendekat lalu berhenti di depanku.

"Padahal semalam kau memanggilku Sebastian saat aku membuatmu orgasme dua kali di atas—"

"Aku akan memanggilmu Sebastian kalau begitu!" sahutku dengan wajah merah padam.

Dasar...

Dasar laki-laki cabul!

Ia tersenyum puas lalu mengambil gelasku yang sudah kosong dan meletakkannya di tempat cuci piring.

"Kalau begitu kita berangkat satu jam lagi."


CREATORS' THOUGHTS
ceciliaccm ceciliaccm

Hai! Chapter terakhir diupdate tanggal 2 Agustus ya ;)

Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C22
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login