WARNING!!!dalam cerita ini mengandung unsur kekerasan yang tak baik untuk ditiru. Harap kebijaksanaan pembaca.
"Sayang...udah ini aku bakalan bawa kamu ketempat tidur dibanding duduk disitu. Aku habisin dulu penganggu ini!!" Andra kembali menatap Kenan dengan ganas dan dalam sekejap pisau itu sudah berada diatas kayu.
"NO!!!" Teriak Jesica bertepatan dengan putusnya jari kelingking Kenan. Darah mulai bercucuran disana. Keempat anaknya menatap Kenan dengan mata terbelalak. Mereka tak percaya dengan apa yang baru dilihatnya. Bagi Kenan ini tentu sakit tapi akan lebih sakit lagi jika harus Kris yang mengalaminya. Wajah Kenan mulai pucat tapi dia masih hidup.
"Udah lama nih aku ga liat darah gini. Eh ...kalo dipikir-pikir aku ini dokter, aku bisa obatin kamu Ken. Gratis!!" Andra seperti orang gila langsung menyobek kain lengan kemeja kenan dan menutup jemari Kenan dengan sobekan itu walaupun darah itu tak kunjung berhenti.
"Gimana kalo kita buat kesepakatan Ken." Andra mengikat kain itu kencang membuat Kenan sempat bersuara kecil menahan sakitnya.
"Aku bakalan lepasin keluarga kamu termasuk kesayangan aku Jesica dengan syarat pertama, ga ada lagi dendam setelah ini. Kasih kebebasan buat aku dan anak-anak aku. Syarat kedua, ga ada yang gratis Ken. Kebebasan itu mahal harganya."
"Berapa pun harganya aku bayar."
"Bayar dengan nyawa lu sendiri. aku sebut itu impas."
"Oke." Kenan tanpa pikir panjang langsung menyetujui tawaran Andra. Dia sudah tak sanggup lagi melihat keluarganya terkurung seperti ini. Jika itu harga yang harus dibayar agar keluarganya selamat kenapa tak Kenan lakukan toh Andra dendam kepadanya itu karena ulahnya dulu. Kenan akan membayarnya. Dia tak suka berhutang.
"Aku juga punya syarat."
"Apa?"
"Kamu bebas mau ngabisin aku kaya gimana pun tapi pertama, jangan didepan keluarga aku. Kedua ijinin aku ngomong sama keluarga aku sebelum aku pergi."
"Oh...salam perpisahan ceritanya?Tapi kurang seru ya kalo ga didepan anak-anak kamu. Biar mereka liat betapa menderitanya jagoan yang dulu sosoan mukulin orang."
"Aku turutin mau kamu, kali ini kamu juga turutin mau aku."
"Apa jaminannya kalo anak-anak kamu bakalan tutup mulut?"
"Aku yang bakalan ngasih tahu mereka di depan kamu." Kenan masih dengan suara sendunya. Kini dia menghadapkan badannya ke arah keluarganya.
"Hey... anak-anak denger Daddy..." Kenan menahan sedihnya sementara ketiga anaknya sudah menatap dan menangis tak karuan sejak tangan ayahnya terputus tadi. Ingin rasanya mereka berbicara tapi apa daya mulut mereka tak bisa mengatakan apapun akibat lakban yang masih menempel.
"Pulang dari sini anggap ini ga pernah terjadi ya. Daddy bakalan selematin kalian tapi kalian juga harus selamatin Daddy untuk ga ngomong apapun setelah itu. Ngerti?" Air mata Kenan sudah diujung tapi dia tak mungkin menangis sekarang. Dia tak mau anaknya mengira dia kesakitan.
"Kalo ngerti anggukin kepala kalian." Perintah Kenan namun ketiganya masih diam dan menangis.
"Drama banget. Kayanya perlu sesuatu buat anak-anak kamu sadar."
"Please Ndra jangan sakitin anak-anak, aku aja."
"Ken, inget ga dulu apa yang udah kamu dan keluarga kamu lakuin ke aku?untung aku punya orang tua yang bisa ngejamin waktu itu. Sekarang kamu mohon-mohon?cuih....ga sudi aku kasih. Aku menderita dan kamu juga harus gitu." Andra membuang air ludahnya sendiri.
"Kita udah sepakat tadikan?
"Hm...gimana ya Ken, sejujurnya aku ga butuh anak-anak kamu. Aku cuman butuh kamu sama Jesica atau lebih baik aku lenyapin aja satu-satu."
"Jangan Ndra please.."
"Oke-oke aku paham. Untuk setiap tusukan yang aku kasih aku lepasin satu iketan keluarga kamu."
"Oke tapi jangan disini. Ada anak aku yang paling kecil." Kenan terus menyetujui permintaan Andra.
"Seru, kira-kira kalo mayat kamu di autopsi ada berapa tusukan ya?"
"Ndra.."
"Diam Jesica!!! Aku ga suka kamu bela-belain cowok ini!!" Teriak Andra membuat pengawalnya langsung menutup mulut Jesica dengan lakban.
"Kasih aku kesempatan untuk bicara sama anak-anak aku supaya mereka ga buka mulut. Aku jamin ga ada lagi polisi soal ini."
"Oke waktu kamu 10 menit. Dimulai dari sekarang." Andra membebaskan Kenan. Dengan segera dia berjalan kearah Ara. Sang pengawal melepaskan lakban yang membekap mulut Ara.
"Dad..dad...ja..jangan pergi. Daddy jangan lakuin itu."
"Cuman ini yang bisa nyelematin kita. Kakak nurut ya. Ada Dariel nunggu. Jaga adik-adiknya. Daddy sayang kakak." Kenan dengan tergesa-gesa karena takut waktunya habis. Dia memeluk anak sulungnya itu sebentar. Mengecup pipinya lembut lalu ke arah Kay.
"Dad...Daddy. Daddy ga boleh kemana-mana." ucap Kay saat lakbannya terlepas. Ini pertama kalinya dia menangis tersedu-sedu.
"Cuman Abang yang paling kuat, Abang bisa jaga Jay, bisa jaga Kris, bisa jaga mommy..."
"Aku ga bisa apa-apa tanpa Daddy." Kay terus menangis.
"Abang bisa. Daddy sayang Abang." Kenan menepuk kuat bahu anaknya sambil mengecup kening Kay sebagai tanda sayangnya.
"Abang Jay, Abang jangan ngomong apapun ya. Ini buat nyelematin kita."
"Daddy bilang kita bakalan hadapin ini sama-sama tapi Daddy bohong."
"Daddy ga bohong. Kita udah hadepin ini sama-sama. Tugas Abang udah selesai sekarang giliran Daddy."
"Daddy, bohong itu dosa nanti dikutuk sama malaikat." Jay terus mengeluarkan air mata membuat Kenan menghapusnya dengan tangan yang terborgol dengan sisa-sisa darah dijarinya. Dia juga tak lupa mengecup anaknya itu.
"Abang jangan nyusahin mommy ya, Daddy sayang Abang." Kenan benar-benar menangis sekarang. Dia sudah tak tahan lagi untuk memendam rasa sedihnya. Kini dia beralih ke anak bungsunya. Menenangkannya dengan mengusap pelan dada Kris. Jelas anak itu minta digendong tapi Kenan tak bisa melakukannya. Dia hanya memeluk anaknya sebentar dan menciumnya. Kini matanya bertemu dengan sepasang bola mata yang begitu tersiksa dan sedih.
"Mas...jangan lakuin ini. Please..."
"Sayang...cuman ini yang bisa Mas lakuin. Mas janji Mas bakalan pulang." Kenan dengan sedih memaknai arti kata pulang yang dia sebutkan. Pertama dia mungkin benar-benar akan pulang dalam keadaan hidup walaupun kemungkinan itu sangatlah kecil. Kedua, mungkin Jesica akan menerima jasadnya nanti dirumah.
"Cari jalan lain Mas, jangan ini..."
"Kasih Mas waktu, masih ada Dariel dan Kak Riko. Kamu jaga diri baik-baik. Tunggu Mas pulang dirumah." Kenan seolah memberikan pesan terakhirnya.
"Waktu habis." Ucap Andra yang sudah muak melihat keluarga Kenan. Kedua pengawal menyeret Kenan menjauh sementara anak dan istrinya mulai meronta dan berteriak dalam bekapan yang begitu menyakitkan. Mereka berharap ini hanya mimpi. Mimpi buruk yang akan berakhir saat mereka membuka mata. Kenan berjalan semakin menjauh bersama Andra. Jauh...jauh...sampai tak ada lagi bayangan mereka.
"Oke kita mulai. Aku bakalan bikin ini ga terlalu sakit Ken..." Andra mempersiapkan samurai sekarang sementara Kenan hanya diam memikirkan keluarganya. Dia benar-benar tak berdaya. Dia tak bisa berbuat banyak. Dia tak bisa melawan jika melawan keluarganya menjadi taruhan. Kenan sendiri. Tak punya siapa-siapa yang membantu sekarang. Inilah saat dimana dia harus menemui malaikat maut yang mengutuk dirinya akibat berbohong pada Jay.
****To Be Continue