Download App
49.15% Oh Baby (Romance) / Chapter 29: Bab 29

Chapter 29: Bab 29

Vote sebelum membaca😘😘

.

.

Saat jam makan siang, semua tim Catherine makan siang bersama di perusahaan. Bukan tanpa alasan mereka melakukannya, ada hal yang harus dibahas yang memaksa Catherine dan Caroline duduk bersama dengan yang lain.

"Lihat para petinggi perusahaan," ucap Meggy -teman satu pekerjaan Sophia- menunjuk lantai dua di mana para petinggi perusahaan sedang makan siang.

Semua orang yang ada di meja yang sama ikut menatap ke atas. Di lantai dua memang dikhususkan untuk petinggi perusahaan, seperti sang CEO, pemilik saham, atau yang memiliki kekuasaan lebih tinggi dari manager.

Kening Sophia berkerut melihat suaminya ada di sana bersma beberapa pria yang memakai jas. Seingatnya Edmund pernah berkata bahwa dirinya tidak menyukai makanan di kantin perusahaan, Edmund lebih menyukai makanan yang menyediakan makanan Spanyol.

"Dia sangat tampan," ucap Meggy menyadarkan lamunan Sophia.

"Siapa?"

"Tentu saja CEO kita, kau pikir siapa?!" Caroline masuk ke dalam pembicaraan.

"Kudengar dia sudah menikah," ucap Daniel yang bekerja di team sama dengan Sophia.

"Mungkin itu hanya isu saja. Jika dia menikah pasti istrinya akan diperkenalkan." Catherine berucap sambil mengunyah.

"Itu benar, bahkan Mrs. Roselaine tidak membantah." Meggy menghela napas. "Aku penasaran wanita beruntung mana yang dinikahi oleh CEO kita," lanjutnya Meggy sambil menggigit sendok dan menatap Edmund sambil tersenyum.

"Aku istrinya, aku hamil anaknya!" Sophia berulang kali mengucapkan kalimat itu dalam hatinya.

"Dia sangat seksi," ucap Meggy lagi. Dia terlihat sanggat tergila-gila pada Edmund.

"Tapi aku lebih menyukai ayahnya, Tuan Sergio." Caroline membuyarkan lamunan Meggy.

"Bukankah dia sudah tua?"

"Itu dia, meskipun sudah tua dia tetap tampan. Akan aku pastikan suatu hari nanti dia berakhir di atas ranjangku," ucap meyakinkan Meggy.

Sophia mendelik tidak suka pada Caroline. Bagaimana bisa wanita ini berbicara seperti itu, tentu saja Sophia tidak akan membiarkan hal itu terjadi pada ayah mertuanya, apalagi dia sangat menyayangi Roselaine.

"Apa lihat-lihat?!" Caroline menatap tajam Sophia.

"Sudah, berhenti bicara, mari kita bahas masalah ini," ucap Catherine menghentikan keributan.

***

Selesai bekerja Sophia menelpon pada Edmund bahwa dia akan ke rumah Aurin sebentar. Awalnya Edmund tidak mengizinkan, tapi karena istrinya memaksa, akhirnya dia mengizinkan dengan syarat dia yang mengantar dan menjemput.

"Telpon aku jika sudah selesai, aku harus ke rumah Dad," ucap Edmund melirik istrinya yang sibuk dengan ponsel

Merasa diacuhkan, Edmund mendengus kesal. "Sophie, kau apa kau mendengarku?"

"Iya aku dengar." Sophia memasukan ponsel ke saku rok.

"Apa yang aku katakan?"

"Menelponmu saat akan pulang?"

Edmund mengangguk. "Jangan pulang tanpakku."

Edmund menurunkan Sophia di depan gedung apartemen Aurin, dia membukakan pintu mobil untuk istrinya. "Sampaikan salamku pada temanmu."

"Dia yang memberimu tamparan waktu itu, Ed," ucap Sophia diiringi kekehan.

"Aku tahu. Jangan lupa hubungu aku." Edmund memberikan kecupan pada pipi Sophia hingga pipi perempuan itu memerah, dia tersenyum kecil saat Edmund kembali masuk ke dalam mobil.

Sophia berjalan ke dalam gedung apartemen, dia memasukan kode pintu dan masuk ke dalam. Dia memang mengetahui kodenya karena Aurin yang memberitahunya.

Dengan langkah pelan Sophia masuk ke dalam apartemen Aurin, dia tersenyum saat melihat temannya sedang memasak dan tidak menyadari kehadirannya.

"Aurin!"

"Astaga." Dia tergelonjak kaget, Aurin membalikan badan dan menatap Sophia yang sedang tertawa.

"Sophia! Kau hampir membuatku memukulmu!" Aurin mengangkat spatula yang dipegangnya.

"Ayolah, ini bukan pertama kalinya aku mengagetkanmu." Sophia mendudukan dirinya di sofa. "Kau ada acara malam ini?"

Aurin menggeleng. "Tidak," ucapnya membalikan badan dan memasak kembali. "Kemana saja kau selama ini? Kau jarang menghubungiku, Sophie."

"Maaf, aku punya banyak kesibukan sekarang ini." Sophia membuka blazer berwarna cokelat pada tubuhnya.

"Kesibukan sepetri apa?"

"Mengurus suami yang sedikit menyebalkan."

Aurin membalikan badan. "Apa kau dan dia?"

Sophia mengangguk menjawab pertanyaan ambigu dari Aurin. "Kami sepakat untuk memulai semuanya dari awal, dia tidak akan menceraikanku hingga kami bisa memembesarkan bayi ini sama-sama."

"Apa?" Aurin menaikan nada bicaranya karena tidak percaya.

"Aku akan menceritakannya nanti. Baju ini sangat tidak nyaman, boleh aku meminjam pakaianmu?"

Aurin kembali mengangguk sambil memutar kepala pada daging yang sedang dia tumis. "Ya, tentu saja." Saat membuka seluruh pakaian, ponselnya jatuh dari saku rok. Benda itu terjatuh ke atas lantai lalu tertimpa barbel kecil milik Aurin yang tidak sengaja tersenggol olehnya. Perempuan itu memandang sedih ponselnya yang retak. Sophia mencoba mengaktifkannya, tapi ponsel itu tetap saja mati. Dia menggelengkan kepala dan memasukan ponselnya yang rusak ke dalam tas.

Makan malam hari itu Sophia habiskan dengan bercerita pada Aurin, tentang semua yang terjadi padanya dan pernikahannya. Sophia larut dalam ceritanya hingga dia lupa waktu. Jam sudah menunjukan pukul 7 malam.

Bunyi bel apartemen yang menuadarkannya akan waktu, dia segera mencuci tangan dan membereskan meja yang masih dipenuhi oleh piring kotor.

"Kau saja yang buka, aku akan membereskannya," ucap Aurin mengisyaratkan Sophia untuk membuka pintu.

"Hai, Jaden," sapa Sophia saat dia membuka pintu itu.

"Sophie?" Jaden berucap tidak percaya. "Kau di sini?"

"Ya, kau ingin menemui Aurin?"

Jaden mengangguk. "Apa aku mengganggu?"

Sophia terkekeh sambil menggeleng, dia mempersilahkan Jaden untuk masuk.

"Siapa yang da- Jaden?" ucapan Aurin terpotong saat dia melihat siapa yang datang.

"Well, sepertinya aku harus segera pulang." Sophia tersenyum menggoda pada Aurin ketika melangkah mengambil tas dan pakaian kotornya.

"Ayolah, Sophie, jangan menggodaku," bisik Aurin mendekati Sophia.

"Ayolah, Aurin, biarkan aku pergi." Sophia tersenyum dan berjalan ke arah pintu. "Tidak perlu mengantarku, aku berani," ucapnya tanpa membalikan badan, menghentikan Aurin yang sebelumnya mengikuti langkahnya. Dia keluar dari apartemen Aurin dan menaiki lift.

Ketika berada di lantai bawah, Sophia baru sadar kalau ponselnya rusak dan menyebabkannya tidak bisa menghubungi Edmund. Dia mendesah kesal dan menaiki lift lagi untuk meminjam ponsel Aurin.

Namun, niat itu hilang seketika saat Sophia mendengar suara desahan dari dalam kamar Aurin. Dia segera keluar dari apartemen itu dengan wajah yang merah.

Sophia lebih memilih untuk menggunakan telpon umum daripada mengganggu kegiatan temannya. Suasana di luar gedung apartemen Aurin sangat sepi, hanya ada jalan raya yang dilewati beberapa mobil saja. Toko-toko disekitarnya juga sepi, malam ini sangat dingin hingga tubuhnya menggigil.

Tiba-tiba saja sebuah mobil menepi di hadapan Sophia, dia mengerutkan kening saat mesin mobil itu mati. Lalu seseorang keluar dari dalamnya, seorang pria dengan jas hitam dan rambutnya yang rapi.

Kaki Sophia mundur teratur saat pria itu mendekat. "Gunner," gumamnya.

---

Chat me? Ig : @alzena2108 ❤


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C29
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login