Download App
65% Pasangan Balas Dendam / Chapter 13: Mencari Muka

Chapter 13: Mencari Muka

Keesokan harinya Maria terbangun dengan kepala pening. Matanya berkunang-kunang membuat ruangan itu berputar tapi Maria tetap mencoba untuk bangkit berdiri. Alhasil dia hampir saja jatuh ke lantai.

Beruntung Zen menangkapnya dan memosisikan dirinya duduk di tepi ranjang. Entah sejak kapan pria itu berada di kamarnya. Zen kemudian memberikan obat pengar agar pusing wanita itu reda sedikit.

"Apa yang terjadi padaku? Kenapa kepalaku pusing?"

"Kau mabuk berat semalam karena minum bersama kami. Ke depannya aku tak mau kau minum lagi seperti dari tadi." Maria lantas memberikan delikan pada Zen tapi pria itu tak menggubris malah dirinya menyalakan tv.

"Coba kau lihat berita itu." Meski kesal Maria menurut pada permintaan Zen. Alisnya terlipat sempurna saat melihat berita kejatuhan perusahaan Calista bersama dengan permintaan maaf Ayah Taffy semalam.

Berita yang dibuat oleh Maria menjadi viral dalam semalam. "Ada sesuatu yang harus kau tahu. Perusahaannya Taffy memanfaatkan berita ini untuk ketenaran. Mereka tahu aku adalah CEO sekarang jadi mereka mengatakan bahwa kalau aku dan mereka memiliki hubungan kekerabatan terlepas dari jalinan kerja sama yang dibuat."

"Cih, dasar pengambil kesempatan."

"Ya, aku pikir juga begitu. Mereka juga bahkan menginginkan agar aku datang dan menginap di rumah mereka beberapa hari untuk menarik simpati publik. Mereka pencari muka bukan?" Maria mengangguk setuju.

"Lalu apa yang kau akan lakukan?"

"Tentu saja melayani permintaan mereka. Kita harus mengenal baik musuh kita dan ini akan menjadi keuntungan besar jika mengamati dari dekat. Kau mau ikut tidak?" Maria bergumam sebentar seakan ragu dengan keputusan yang dibuat oleh Zen.

"Sebenarnya ini sangat beresiko tapi jika itu maumu maka baiklah ayo kita lakukan. Aku pun penasaran dengan hubungan Indri dan Taffy." Sorot mata Zen menjadi dingin saat Maria mengatakan nama Taffy. Dia sangat tak suka.

"Bersiaplah dan juga aku harap kau ingat dengan keputusanmu kenapa kau bekerja sama denganku."

"Tentu saja aku ingat jangan khawatir." Rasa pusing yang masih belum reda kembali terasa di kepala sehingga Maria tak nyaman.

"Apa kau tak apa-apa?" Wanita itu mendongak menatap Zen. Dia bisa melihat sorot mata yang awalnya tajam berubah lembut. Entah maksudnya apa.

"Aku baik-baik saja. Aku butuh istirahat saja."

"Kalau begitu siang saja kita berangkat nanti aku akan beritahukan alasannya." Maria tak membantah saat Zen menaikkan kedua kaki miliknya di atas ranjang dan menyelimuti lagi tubuhnya.

Debaran jantung Maria sungguh tak sehat sebab sikap dari Zen dan ia tak tahu apa yang terjadi padanya. "Terima kasih Zen."

"Sama-sama." Zen pun berlalu pergi meninggalkan Maria. Dipejamkan matanya sambil mengatur napas secara teratur. Dalam hati dia bersyukur bisa bertemu dengan sosok Zen yang begitu baik dan perhatian meski mereka adalah orang asing.

Sementara itu Zen menutup pintu lalu menghubungi seseorang yang mengirimkannya SMS. "Halo Taffy, maaf ya pagi ini aku tak bisa nanti siang saja."

"Ada apa? Kenapa datang ke rumah siang hari?"

"Tunggu sebentar ... aku yang diminta menginap kenapa kamu marah? Suka-suka aku dong mau pergi jam berapa." Zen mendengar Taffy mendengus dari balik telepon.

"Baiklah jika itu maumu, aku akan mengatakan pada Ayah tapi kau harus janji kau akan datang."

"Sudah aku bilang terserah aku. Kenapa kau tidak mengerti juga." Telepon ditutup membuat Zen membuang napas kasar. Jika saja Zen tak memikirkan kakek atau pun rencananya mana mau dia menginap di rumah yang sudah berkali-kali menolak dia dan ibunya.

❤❤❤❤

Tepat jam 12 siang mereka pun pergi ke kediaman Paulo. Maria sudah mulai membaik dan bisa tersenyum simpul. "Kita harus berakting layaknya tidak ada masalah dan pura-pura bahagia agar mereka tak curiga."

"Aku mengerti. Seperti yang sering biasa kita lakukan." Akhirnya mereka pun tiba dan begitu keluar mereka langsung disambut hangat oleh Kakek dan sekeluarga. Sebenarnya hanya kakek yang bahagia selain itu tidak sama sekali.

"Cepat antar koper kedua cucuku ini di kamar yang akan mereka tempati. Mereka lelah karena harus menempuh jarak yang jauh." Nicholas lalu beralih pada Zen dan Maria.

"Apa kalian berdua sudah makan?"

"Sudah kakek. Maaf ya tadi pagi kami tak datang karena tiba-tiba saja Lizzy sakit akibat mabuk berat semalam."

"Benarkah?" Perkataan tersebut bukanlah keluar dari bibir Nicholas melainkan dari mulutnya Taffy. Tak ayal Taffy menjadi pusat perhatian termasuk Zen yang menatapnya tajam.

"Iya tapi aku sudah mendingan kok kakek,"

"Baguslah. Kakek senang sekali kalian bisa datang dan menginap. Ini seperti keluarga kita berkumpul bersama-sama." Maria mengulas senyuman namun tidak dengan Zen. Dia masih merasa janggal dengan perkataan Taffy.

Kenapa pria itu perhatian pada Maria? Apa yang sedang saudara tirinya itu pikirkan dalam benaknya? Sedang Taffy terkejut saat Indri menyikut lengannya. Perhatian yang awalnya tertuju pada Maria kini berubah pada sang istri tapi tatapannya bukanlah tatapan lembut.

"Ada apa?"

"Kenapa kau melihat pada wanita itu? Kau tertarik ya pada dia? Hei ingatlah kau itu suamiku, aku juga sedang mengandung anakmu." tegur Indri kesal.

"Anakku?" Taffy tertawa sinis kemudian mengucapkan sesuatu yang tak disangka.

"Mana ada suami yang percaya jika usia kandungannya lebih dari usia pernikahan. Lagi pula saat kita melakukannya kau menaruh sesuatu di minumanku bukan?" Indri mengepalkan tangannya erat. Dia langsung memisahkan diri dan bergerak naik ke lantai dua.

Dari sepasang mata Taffy tidak ada sama sekali rasa kasihan terhadap wanita itu. "Kau sudah membuatku kehilangan Maria jadi jangan harap aku akan menyayangimu."

Dari ruang tamu mulailah terpisah-pisah Maria yang dikenal sebagai Lizzy lalu pamit undur diri untuk beristirahat. Kepalanya masih terasa berat dan butuh istirahat.

Sayangnya Zen tak bisa ikut sebab pria itu ditahan oleh sang kakek yang ingin berbincang-bincang. Di perjalanan menuju kamar, Maria berpapasan dengan Taffy yang tampak melamun di bawah tangga.

"Hai Taffy," sapa Maria ceria. Pria itu mendongak dan sebagai jawaban hanya menggumam tak jelas. Setelahnya Maria bergerak melewati mantan suaminya.

Untuk sekarang mood menghancurkan sedang tidak ada. Maria hanya ingin beristirahat. "Tunggu dulu ...."

Langkah Maria terhenti lalu memutar tubuh untuk melihat pada Taffy. "Iya, ada apa?"

"Kau sakit apa?"

"Hah?"

"Tadi pagi kau sakit apa?"

"Hanya pusing karena tak bisa minum banyak." balas Maria dengan sengihan.

"Sudah makan?"

"Iya sudah."

"Sudah minum obat?"

"Iya ... kalau begitu aku pergi dulu ya." Senyuman simpul di wajah Maria langsung tak berbekas saat dirinya membalikkan badan. Banyak sekali pertanyaan di benaknya seperti ada apa dengan Taffy? Kenapa pria itu perhatian?

Tapi ya sudahlah jangan diambil pusing toh jika Taffy peduli padanya itu bagus.


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C13
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login