Download App
60% Pasangan Balas Dendam / Chapter 12: Mendapatkan Restu

Chapter 12: Mendapatkan Restu

Calista masih dengan tatapan garang menunjukkan wajah sinis pada Vendri. "Sebenarnya kau siapa tiba-tiba saja memutuskan sesuatu? Apa kau pikir aku takut akan ancamanmu?" Riak wajah tenang Vendri berubah menjadi tajam.

Senyuman dingin ditampakkan olehnya. "Wah kau benar-benar tak tahu siapa aku. Apa Ayahmu pernah mengatakan sesuatu tentang perusahaan Pranaja? Kau tahu nama Presdir di sana?"

"Yah namanya Vendri Pranaja!" jawab Calista enteng. Vendri menyeringai.

"Dan apa kau sadar bahwa orang yang bernama Vendri Pranaja ada pria yang berbicara denganmu sekarang?" Calista mengerutkan alis tak mengerti.

"Kau, Vendri Pranaja?"

"Ya, aku Vendri Pranaja Presdir dari perusahaan Pranaja sekarang. Puas? Penjaga bawa dia dari pada gadis ini dan jangan biarkan dia atau pun keluarganya terlihat di perusahaan." Maria menyeringai puas kala melihat Calista diseret menuju pintu keluar.

Wajah pucat dan dirinya yang tak berdaya meski berusaha melepaskan diri membuat Maria merasa senang bukan main. Sekarang tinggal Taffy dan keluarganya.

Wanita itu lalu menoleh pada Taffy yang tampak tertekan akibat tatapan dingin semua orang. Bukan hanya dia tetapi orang tuanya juga merasakan hal itu. "Tuan Paulo."

Suara Vendri menginterupsi dan Ayah Taffy mengangkat kepalanya memandang pada Vendri yang menatapnya teduh. "Bukankah seharusnya ada yang meminta maaf di sini?"

Ayah Taffy menggertakan giginya lalu berjalan mendekat pada Zen. "Maafkan aku Zen, aku benar-benar menyesal atas apa yang terjadi padamu dan Ibumu. Aku seharusnya tak melakukan hal bodoh itu," Pria paruh baya itu lalu mengangkat kepala memandang tepat pada sepasang mata Zen yang tampak bergetar.

Buru-buru Zen membuang muka ke arah lain sebelum air matanya jatuh mengingat apa yang dia alami di masa lalu. Meski pun orang di hadapannya ini berlutut dan menangis darah sekali pun itu tak akan mengembalikan Ibu kandungnya yang sudah meninggal.

Semua telah terlambat dan tak ada maaf untuknya. Zen berusaha mengatur napasnya yang memburu lalu menatap lagi pada Ayah Taffy. "Aku memaafkanmu." Kendati sukar untuk diucapkan tetapi Zen berusaha untuk setulus mungkin agar tak ada yang tahu bahwa dia masih menyimpan dendam.

Pada akhirnya Zen dan Ayah Taffy berpelukan kendati dalam diri mereka ada kemarahan. Zen tahu Ayah Taffy sama sekali tak tulus untuk mengatakan maaf. Dia sangat mengenal pria busuk ini. Zen kemudian melepas pelukan, melemparkan senyuman pada Ayahnya sendiri lalu bergerak ke atas podium.

"Sebagai pemilik pesta aku meminta maaf karena ada kendala tapi semua di dalam kendali. Selain peringatan ulang tahun Ayah dan Ibu angkatku, aku ingin mengenalkan seseorang yang berarti bagiku." Pria muda itu lalu menjatuhkan pandangan pada Maria.

Maria langsung mengerti dan menghampiri Zen. Begitu tangan Maria menerima uluran tangan dari Zen, lantas sebuah kecupan Maria terima di punggung tangan miliknya.

Tingkah Zen membuat Maria terkesiap sebab ini diluar dugaan. Entah kenapa jantung Maria berpacu hebat apa lagi saat Zen tersenyum, dia merasa ada kejutan listrik. Maria menyukai sensasi itu. "Perkenalkan ini adalah istriku. Kami menikah belum lama dan kami sengaja untuk tak mengundang banyak orang."

Sedang itu Taffy memandang keduanya tajam. Ada perasaan tak enak melihat Zen dan Maria bersama-sama seakan dirinya tak suka melihat mereka berdua. Sentuhan di pundak mengejutkan Taffy.

"Taffy, ayo kita pergi." Itu adalah suara sang Ayah yang langsung dipatuhi olehnya. Sesampainya di mobil Ayah Taffy melempar dasi miliknya

"Dasar sialan! Gara-gara sepupu istrimu kita dipermalukan, aku pun harus meminta maaf pada anak sialan itu. Taffy, kau urus pembatalan kerja sama pada perusahaan Ayah Calista dan juga masukan ke dalam daftar hitam ... aku tak mau kita terlibat dengan keluarga bodoh itu."

"Baik Ayah, akan aku urus." Setelah itu tak ada percakapan di antara mereka. Taffy sibuk berkelabat dengan pikiran sendiri sedang Ayah Taffy mengambil cerutu untuk merokok.

❤❤❤❤

"Wow, pesta yang bagus. Ayah dan Ibu pasti senang dan semua itu berkat Zen. Terima kasih karena sudah merayakan pesta ulang tahun dengan meriah." ucap Vella yang lalu menegak habis alkohol dari gelas kecilnya.

Satu keluarga duduk di gazebo halaman belakang untuk minum-minum tak terkecuali Maria sedang pesta telah usai dan para tamu telah pulang menyisakan satu keluarga yang bersantai dengan minum. "Sama-sama, aku juga mau berterima kasih karena kalian mau membelaku."

"Hei, apa maksudmu? Kita ini keluarga bukan, kau juga adik kami. Sudah pasti kami harus saling membantu." ucap Vendri yang langsung disambut anggukan oleh Erick beserta Vella. Zen tersenyum.

Beginilah seharusnya keluarga. Dia merasa sangat tentram berada di lingkaran keluarga ini meski hanya keluarga angkat. Begitu akrab. Zen kemudian beralih pada Maria yang berada di sampingnya.

Wanita itu baru saja menghabiskan alkohol di gelas miliknya. "Sudah jangan terlalu banyak minum nanti kau pingsan bagaimana?" Maria tertawa.

"Aku hanya merayakan kemenangan saja. Apa itu salah?"

"Tidak sama sekali. Kau yang melakukan ini bukan? Kau sengaja memancing Calista untuk berbicara masalah itu,"

"Tentu saja. Dia juga adalah ular sama seperti Indri maaf ya aku harus mengumbar masalahmu. Lagi pula dia sendiri yang mengatakannya aku hanya mendorongnya sedikit."

"Tidak apa-apa tapi jangan seperti itu lagi. Aku tak suka." Vella yang jelas mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka berdua segera bertanya apa yang sebenarnya terjadi.

Zen dan Maria berpandangan lalu dimulailah pria itu bercerita tentang mereka yang ingin membalas dendam pada keluarga Paulo. Namun bukan itu yang membuat mereka terkejut tapi saat Maria melepas topeng yang dikenakan.

Zen juga menceritakan apa yang terjadi pada Maria dan sengaja memakai wajah Ibu agar tak mengenal Maria. Satu keluarganya itu mengangguk perlahan lalu tertuju memandang pada Maria yang kembali minum lagi.

Setelah berbincang lama akhirnya mereka mendapat kesepakatan bahwa Maria bisa mengenakan wajah sang Ibu. Melihat Maria mereka jadi ingat Ibu mereka yang sudah meninggal dan juga mendukung Zen agar menjebloskan Ayah Taffy ke dalam penjara sebab pembunuhan tetaplah pembunuhan.

"Taffy, aku rasa istrimu mabuk berat."

Bruk!

Zen menoleh pada Maria. Wanita itu sudah tergeletak lemah di lantai gazebo. Zen membuang napas. "Maaf aku harus pergi." Dia kemudian mengangkat Maria ala bridal style untuk masuk ke dalam rumah.

Meski agak kesusahan sebab Maria bergerak tapi Zen akhirnya sampai ke kamar milik Maria dan langsung dia letakkan di atas ranjang.

Zen melepaskan sepatu hak tinggi kemudian memberikan selimut pada Maria yang sekarang sudah tertidur tenang. Secara otomatis tangan Zen membelai pipi Maria membuat wanita itu tersenyum merasakan kehangatan dari tangan Zen yang besar.

"Selamat malam Maria."


Load failed, please RETRY

Weekly Power Status

Rank -- Power Ranking
Stone -- Power stone

Batch unlock chapters

Table of Contents

Display Options

Background

Font

Size

Chapter comments

Write a review Reading Status: C12
Fail to post. Please try again
  • Writing Quality
  • Stability of Updates
  • Story Development
  • Character Design
  • World Background

The total score 0.0

Review posted successfully! Read more reviews
Vote with Power Stone
Rank NO.-- Power Ranking
Stone -- Power Stone
Report inappropriate content
error Tip

Report abuse

Paragraph comments

Login