Taffy menoleh pada Maria yang memberikan senyuman palsu kepadanya. "Oh iya, Kakek kenapa tak ajak?"
"Kakek, kan sudah tua. Tidak mungkin kami membawanya." Maria pun membalasnya dengan tawa renyah.
"Benar juga." Suara musik yang lembut menyapa indera pendengaran mereka berdua. Lagu yang didengar pun sangat akrab bagi Maria karena lagu itu adalah lagu favorit. Dari kejauhan dia bisa melihat Zen memandangnya. Apa pria itu sengaja memutar lagu kesukaan Maria?
Di sisi lain Taffy hanya diam saja mendengar lagu yang diputar. Tentunya sebagai seorang yang pernah mengenal Maria, dia tahu kalau itu adalah lagu favorit milik mantan istri. "Sial, kenapa harus lagu ini yang diputar?"
Pikirannya langsung tertumpu pada saat pertama kali bertemu. Ketika itu mobilnya mogok dan membuat dia harus menunggu di halte bus. Tak berapa lama datanglah Maria muda dengan baju yang hampir setengah basah.
Taffy menatap lama pada Maria tapi langsung pura-pura menoleh ketika Maria memandangnya. Gadis itu kemudian mengeluarkan ponsel dan earphone, mengobrol sebentar dengan orang yang diduga Taffy adalah keluarga dari Maria.
Namun setelah itu tiba-tiba Maria bersenandung. Sekali lagi Taffy memandang Maria dan berakting seolah-olah dia tak mengamati Maria saat dia menoleh pada Taffy.
Maria tertawa geli, dia pun mendekat pada Taffy dan memberikan earphone kepadanya guna mendengarkan lagu bersama-sama. Taffy menerima dengan ragu dan memasang earphone tersebut di telinga.
Pertemuan yang manis tapi diakhiri dengan perpisahan yang keji. Jika saja Maria tak kehilangan anak dan selingkuh mungkin Taffy tak akan berbuat kasar. Ada penyesalan saat mengetahui bahwa Maria tewas dalam kecelakaan. Butuh beberapa bulan Taffy untuk mengikhlaskan kepergiannya tapi jika dipikir lagi, Taffy sangat merindukan Maria karena hanya wanita itu yang bisa menjadikan hati Taffy lembut.
Senandung dari Maria yang kini menjelma sebagai Lizzy membuat Taffy sadar dari lamunan. Sepasang matanya melebar kala memandang Lizzy kini tampak seperti mantan istrinya. Sedang itu Maria tampak menikmati lagu dengan bersenandung tanpa sadar.
Dia memberikan senyuman pada Taffy yang termangu dan merasa aneh dipandang Taffy dengan pandangan yang sulit diartikan. "Tuan Taffy kenapa memandangku seperti itu. Apa ada yang salah?"
"Tidak hanya saja aku teringat dengan seseorang," Maria ber-oh ria dan mendadak dia mengulurkan tangannya pada Taffy.
"Ada apa?"
"Ayo berdansa denganku."
"Bukankah kau punya suami? Ajak saja suamimu!"
"Maunya tapi seperti yang kau lihat suamiku sedang berbicara dengan rekan kerjanya." ucap Maria seraya menoleh pada Zen.
Sama seperti yang dikatakan oleh Maria benar adanya karena sekarang Zen sibuk berdebat. Taffy membuang napas kasar. Diambilnya tangan Maria dan membawa wanita itu ke lantai dansa.
Maria tersenyum puas karena berjalan sesuai dengan rencana. Dilihatnya Zen dan memberikan isyarat bahwa semuanya berjalan baik sedang Zen tampak menyorot tajam pada mereka berdua.
"Tuan tampaknya anda tak senang melihat pasangan itu apa anda mengenal mereka?"
"Tentu ... wanita yang berdansa dengan pria itu adalah istriku." Didekatinya Maria dengan memasang wajah datar dan tanpa berbasa-basi, pria itu menarik Maria dari tangan Taffy.
"Maaf sudah membuatmu kaget Tuan Taffy tapi aku memiliki hal yang harus kita bincangkan secara berdua. Apa kau tak keberatan kami pergi?"
"Ya." jawab Taffy singkat. Bergumam terima kasih, Maria dan Zen pergi dari tempat tersebut tanpa Maria diberi kesempatan untuk berbicara. Taffy mendecak kesal padahal dari tadi dia sudah mulai merasa nyaman dan merasakan kehadiran dari Maria namun Zen malah merusak suasana.
Begitu mereka sampai di halaman belakang, Maria dan Zen menghentikan langkah. "Wah itu hebat sekali Tuan Zen, aktingmu benar-benar seperti asli tapi ini bukan bagian dari rencana. Kenapa kau menarikku keluar dari sana?"
Maria merasa agak terintimidasi memandang tatapan sayu dari Zen. Secara otomatis, dia melangkah mundur ketika Zen melangkah satu kali maju ke depan. Gugup dirasakan oleh wanita itu begitu melihat tangan Zen terulur padanya. "K-kau mau apa?"
"Berdansalah denganku." jawab Zen singkat. Maria mengerjapkan mata kemudian memberikan tampang bodoh.
"Apa kau serius?" Zen mengangguk.
"Kau hanya ingin berdansa denganku? Kenapa?"
"Karena kau istriku apa tidak boleh?"
"Iya boleh kok." Maria menerima tangan Zen. Jantungnya berdegup kencang ketika Zen mendekat, salah satu tangan Zen menggenggam erat milik tangan Maria sedang yang satu lagi dia taruh di pinggang wanita itu.
Suara musik yang kuat hingga terdengar di halaman belakang rumah tersebut dan mereka pun mulai menari. Entah kenapa rasanya sangat berbeda. Maria tidak merasakan sesuatu jika berdansa dengan mantan suaminya tapi jika bersama Zen, ada yang lain.
Perasaan tak biasa dan perasaan itu membawanya pada kenangan saat Maria berkencan dengan Taffy. Sosok Taffy yang dulu tidak seperti sekarang. Dia baik dan ramah kadang-kadang menggemaskan sekali.
Tapi itu tidak bertahan lama entah kenapa dia tiba-tiba menjadi kasar setelah mereka kehilangan calon bayi yang berada di dalam perut Maria saat itu. "Maria,"
Maria mendongak pada Zen yang menatapnya teduh. "Kenapa kau sedih seperti itu? Apa kau terpikir sesuatu?"
"Hanya masa lalu yang tak penting."
"Tapi kalau tak penting tak mungkin kau melamunkannya." Maria terdiam sebentar dan mengembangkan senyuman getir.
"Aku merindukan calon bayiku bersama Taffy dan aku berangan-angan jika bayi itu masih ada ... Apakah aku tak membalas dendam pada Taffy dan Indri, seperti yang aku lakukan sekarang?" Gerakan dansa mereka terhenti dan Maria langsung melepaskan diri.
"Dulu aku sangat bahagia tapi setelah KDRT yang dilakukan oleh Taffy dan segala yang sudah aku lewati aku merasa semua kebahagiaan yang dulu aku rasakan itu sampah. Hanya sementara ... aku benci!" Wanita itu lalu menoleh pada Zen.
"Apa kau sepemikiran denganku?" Kali ini Zen menggeleng.
"Jika kau merasa kebahagiaan itu bersifat sementara maka kebahagiaan yang aku rasakan direnggut oleh seseorang itu sebabnya aku akan menghukum keluarga Paulo atas kesalahan yang mereka perbuat terhadap Ibuku dan aku."
"Aku pun sama Indri dan Taffy harus memperoleh balasan karena telah melenyapkan seseorang yang paling aku sayangi jadi aku minta padamu tolong jangan menggangguku saat aku mencoba untuk dekat dengan Taffy. Kau mau kita berhasil bukan?"
"Tentu saja."
"Maka jangan buat aku menjauh dari pria itu. Aku ingin semuanya berjalan lancar tanpa adanya gangguan." Maria pun bergerak meninggalkan Zen setelah berujar demikian dan tak lama Zen membuang napas kasar.
Kenapa ya ada perasaan tak suka jika melihat Maria bersama pria lain terlebih pria itu adalah saudara tirinya. Apa ini yang di namakan cemburu. "Susah ya untuk tidak menjadi suami posesif." ucap Zen tiba-tiba.