Anggara mengemudi dengan kecepatan sedang setelah beberapa lama, mobil masuk ke halaman Restauran, Anggara memarkirkan mobilnya. Ara ikut turun dan mengerutkan Alisnya.
"Kakak inih aku bukan wanita suka makan kak, aku masih kenyang." Anggara menempelkan telunjuknya di bibir Ara lalu mengandeng Ara masuk ke dalam, Anggara membawanya mendekati meja yang sudah terisi oleh sepasang pria dan wanita sekitar umur 50an.
Melihat Anggara wanita itu berdiri dan memeluknya.
"Apa kabar sayang." Anggara membalas pelukannya,
"Baik Mam." Ara tersentak mendengar jawaban Anggara, lalu menatap wanita itu dan mengerutkan keningnya.
Pandangan wanita itu beralih pada Ara, menatap dari atas sampai bawah lalu menatap Anggara.
"Norien kita mam." Mami Anggara langsung berhambur menghujani Ara ciuman, Papi Anggara juga sama berebut dengan maminya, Air matanya terus jatuh mengingat dia hanya fokus pada Norien yang dia anggap anaknya tanpa memikirkan Norien asli alias Ara.
"Apakah hidupmu baik selama ini? ma'af mami tidak mencarimu, walaupun ragu dengan Norien yang selama ini mengisi kehidupan kami tetapi kami tidak banyak bertanya pada Anggara, karena kami tahu pasti ada alasannya." Ara hanya membeku mendapat perlakuan seperti itu, setelah sekian lama menginginkan ini, Ara pernah putus asa bahkan mencoba melupakanya dan setelah ada sosok ibu di diri Raya, mamanya Natan, Ara sudah bahagia, Ara tidak mengharapkan yang pernah dirinya inginkan, kini tiba- tiba saja keluarganya utuh dan ada di hadapannya, bahkan Ara mempunyai seorang kakak. Kepalanya mulai berdenyut dan pandangannya kabur lalu semua menjadi gelap.
Dengan cepat Anggara menangkap tubuh Ara dan memeluknya, sedang mami Andien panik dan menangis,
"Ayo cepat bawa ke Rumah Sakit Gara!" Papi Jovan sama paniknya.
jarum infus menancap lagi di tangan Ara wajah Ara begitu pucat, Anggara mengacak- ngacak rambutnya frustasi.
Setelah Maminya ketemu Dokter dan mengetahui riwayat sakitnya, sorot mata tajam menatap Anggara.
"Kenapa tidak memberitau keadaan Norien Mami secara detail? lihat Gara beberapa kali di merasakan guncangan menjadi lemah seperti ini, Mami tidak mau Norien Mami kenapa- napa," Mami Andien terisak lagi sambil menciumi kening Ara,
Bip... bip... bip... Nada panggilan telpon masuk berbunyi, Anggara menepuk jidatnya, saking paniknya bisa- bisanya melupakan Natan.
"Woyy kamu berniat menculik Ara? Balikin!" Suara teriakan di sebrang sana membuat Anggara meringis.
"Ara pingsan Nat di Rumah Sakit terus bla... bla... bla..." Anggara menceritakannya karena takut Natan ngamuk,
"Awas kalau Ara kenapa - kenapa, tunggu aku akan menghajarmu." benar saja Natan marah dan sambungan telpon di matikan.
Entah terbang atau bagaimana, 10 menit kemudian Natan sudah mengetuk pintu, masuk kedalam dan langsung memeluk Ara wajahnya suram menatap Anggara seakan mau meminta pertanggung jawaban.
"Sayank bangun... Aku sudah datang." beberapa kali Natan mencium kening Ara bahkan bibirnya, tidak peduli di situ ada siapa, perlahan mata Ara terbuka dan ketika di hadapannya ada Natan Ara tersenyum manja.
"Kepalanya masih sakit?" Ara mengangguk, Natan membelai kepala Ara dan berkali- kali menciumnya,
"Kamu sangat berantakan Nat, kamu pasti sedang sibuk." Ara dapat menebaknya dari mulut Natan juga tercium wine, itu artinya Natan sedang sangat sibuk dan kelelahan. Natan hanya tersenyum dan menggeleng.
"Minum." Natan mendekatkan gelas ke bibir Ara dan membantunya bersandar.
Orang tua Ara menyaksikan semuanya interaksi antara Natan dan Ara menjadi bahagia, Putrinya berada di tangan yang benar.
pintu di ketuk dari luar, karyawan Rumah Sakit membawakan Ara makan sore, Natan langsung menyuapi Ara dengan sabar dan sambil bercanda hingga makanan habis, setelah itu Ara istirahat kembali.
Natan baru mengedarkan pandangannya dan menatap orang tua Ara dan tersenyum lalu mengulurkan tangannya.
"Natan, suami Ara..." keduanya saling pandang dan tersenyum,
"Kami orang tua Norien eh... Ara, Ara beruntung mendapatkanmu."
"Saya yang beruntung mendapatkannya," senyum kebahagiaan mengembang tanpa kepalsuan.
"Dia Cucu Herlambang mam." Anggara memotong pembicaraan, Jovan dan Andien terkejut,
"Benarkah?" Natan menganggukan kepalanya,
"Ya Tuhan... kebaikan apa lagi inih..." Raut wajah Mami Ara terlihat makin bahagia.
"Pih, setelah Ara membaik kita berkunjung." Papih Ara mengangguk.
"Tok...tok...tok..." pintu di ketuk lagi,
"Masuk..." Anggara yang menjawabnya, lalu pintu di buka, munculah Robi dengan muka takut- takut membawa setumpuk dokumen dan laptop Natan.
"Urgent Bos." Natan mengangguk, Robi duduk di samping Natan dan menaruh berkas yang menumpuk di meja.
"laporan sementara masuk emailku semua dan selebihnya kamu lihat di lapangan dan laporkan!" Tiba- tiba aura pemimpinnya muncul.
"Untuk Herlambang sentosa, aku sudah menyelesaikannya, Riko dan salsa tinggal melanjutkan."
"Baik Bos." Suara Robi pelan.
Selebihnya Natan diam memeriksa dokumen.
Tanpa mereka sadari Ara turun dari tempat tidur,
"Rob, belikan teh panas yang di campur madu sama perasan lemon!" Robi mengangkat kepalanya agak kaget, bahkan Natan lompat kesamping Ara,
"Yank, istirahatlah! Ma'af aku membawa pekerjaanku ke sini." terlihat Natan serba salah dan menuntun Ara kembali ketempat tidur,
"Bekerjanya di sampingku!" rengeknya, artinya harus naik ketempat tidur bersama Ara, Natan menggaruk- garuk kepalanya yang tidak gatal, tapi segera mengangguk dan naik ketempat tidur. Ara tidur di pangkuan Natan sementara Natan meneruskan pekerjaannya,
mami Andien tersenyum melihat Natan begitu menyayangi Ara, lalu dengan cepat membuatkan teh yang tadi di pesan Ara dan juga sekalian memesan makanan untuk makan malam mereka.
"Mami sama papi tidak pulang?" Suara anggara pelan tertuju pada orang tuanya, mami Andien segera menggeleng,
"Mami mau sama anak gadis Mami," Natan menatap Mami Andien,
"Tante pulang Saja, besok ke sini lagi. biar sekarang Natan yang jaga."
"Panggil Mami Nat..." Protes Mami Andien, Natan tersenyum mendengarnya.
"Tapi Mami khawatir?"
"Ara hanya butuh rileks saja mam, besok juga sudah bisa pulang." Natan menenangkan Maminya Ara. Sebenarnya dengan berhubungan intim Ara biasanya sudah rileks cuma tidak mungkin dengan keadaan sekarang.
"Baiklah, tapi kalau ada apa- apa cepat kabari Mami!" Natan menganggukan kepalanya.
Orang Tua Ara di antar Anggara pulang dan yang tertinggal hanya Natan dan Robi.
"Rob, tolong Wine di mobil ambil sama bajuku dan Ara!" Robi mengangguk dan segera mengambilkannya. Natan membenarkan posisi tidur Ara dan duduk di sofa Natan beberapa kali memijat keningnya, dan menuangkan wine lalu meminumnya.
"Makan dulu Nat." Panggilannya berubah karena tidak ada siapa- siapa di sana.
Dan benar makanan sampai di antar Ojol.
Mata Robi membulat melihat makanan begitu banyak dan mulai memakannya. Natan hanya memakan sedikit, selebihnya mulai mengurus pekerjaannya sampai tuntas.
"Akhirnya selesai..." Natan menarik napas panjang, kantor Herlambang yang banyak menguras tenaganya karena cabangnya juga banyak di beberapa tempat.
Natan mengambil piama dan masuk kekamar mandi, setelah bersih- bersih dan memakai baju Natan naik ketempat tidur dan tertidur pulas karena memang sudah sangat kelelahan. Sedangkan Robi tidur di sofa karena lelah juga, Natan tidak ada setengah hari saja sudah membuatnya pontang panting karena hanya dia orang kepercayaan Natan.
Pagi- pagi Robi sudah bangun dan rapi, siap berangkat kekantor membawa dokumen yang telah di tandatangani Natan.
"Aku pergi kekantor dulu, hari ini jadwal meeting sudah di kosongkan mundur menjadi besok." Natan mengangguk.
"Kalau Urgent, bawa saja pekerjaannya kepadaku!"
"Oke siap." Robi pamit dan berpapasan dengan Mami Ara, Robi tersenyum penuh hormat.
"Tidak kekantor Nat?" Tanya Mami Ara sambil menyusun bawaannya dan merapikan meja yang berantakan karena ulah Robi.
"Tidak Mam, hari ini Ara pulang, mana mungkin aku meninggalkannya."
"Kamu sudah biasa dengan dokumen sebanyak tadi malam yang mama lihat?" Natan menganggukan kepalanya.
"Sebenarnya Natan mengelola perusahaan Natan sendiri mam, di bidang furnitur dan kuliner tapi, Natan juga harus melanjutkan mengurus perusahaan Herlambang jadi, pekerjaannya berlipat." Mama Ara tercengang mendengar penjelasan Natan, anak umur 20 tahun bisa punya perusahaan sendiri itu sudah luar biasa.
"Kenapa kamu tidak memilih fokus meneruskan perusahaan Herlambang saja, setahu Mami perusahaan Herlambang itu mempunyai banyak cabang dan untuk meneruskannya juga perlu keahlian?"
"Memang banar tidak mudah juga, tetapi Natan hanya ingin mandiri dan bekerja dari nol untuk mengukur kemampuan Natan Mam." Mami Ara mengangguk dan terlihat senang sekali.
Saat asik berbincang Ara terbangun dan tersenyum menatap Maminya dan Natan.
"Pagi sayank." Natan mendekat dan mengecup keningnya lalu segera membawanya kekamar mandi membantu membersihkan tubuh Ara dan mengganti bajunya.
"Aku mau duduk di sofa." Natan tidak melarangnya, mami Andien memeluk erat Ara di matanya penuh dengan kerinduan.
"Pulang sama mami ya!" Ara segera menggeleng, Mami Andien mengerutkan keningnya.
"Mam, tidak mudah bagi Norien untuk menerima ini semua, setahu Norien aku adalah pacar kak Anggara jadi tidak baik untuk keadaannya." Ara memberikan penjelasan agar Maminya tidak tersinggung.
"Kamu sangat baik sayang, Tidak masalah pulang ke rumah Mami kalau begitu!" ARa menatap Natan dan Natan menganggukan kepalanya, tidak mungkin Natan menjauhkan antara ibu dan anak yang lama terpisah.
"Mam, aku tau orang tua asliku saja aku sudah merasa bahagia, aku tidak perlu mengakui semuanya milikku karena kebahagiaanku juga bersama Natan sudah lebih dari cukup dan itu tidak perlu merebut posisi Norien." Mami Andien matanya berkaca- kaca mendengar yang di katakan Ara, lalu memeluknya semakin erat.
"Terimakasih sayang, Mami sangat bahagia."
Mami Andien mengecup kening Ara. Ara tersenyum manja dan bersandar di bahu Maminya.
semoga senang dengan Up nya,
Selamat membaca....
Penciptaan itu sulit, dukung aku ~ Voting untuk aku!
Saya sudah memberi tag untuk buku ini, datang dan mendukung saya dengan pujian!
Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!
Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius